BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia pada
hakekatnya adalah mahkluk sosial, yang dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa
lepas dari kegiatan interaksi dan komunikasi.Komunikasi merupakan bagian
integral kehidupan manusia, apapun statusnya di masyarakat. Sebagai mahkluk
sosial, kegiatan sehari-hari selalu berhubungan dengan orang lain dalam upaya
pemenuhan kebutuhan hidup.
Pada tahun
1940-an, ketika dunia dilanda perang, kelompok menjadi pusat perhatian. Setelah
perang, perhatian beralih pada individu, dan ditahan sampai pertengahan
1970-an. Akhir 1970-an, minat yang tinggi tumbuh kembali pada studi kelompok,
dan sampai diramalkan Steiner (1974) menjadi dominan pada pertengahan 1980-an. Para pendidik melihat komunikasi kelompok sebagai metode
pendidikan yang efektif. Para menejer menemukan komunikasi kelompok sebagai
wadah yang tepat untuk melahirkan gagasan-gagasan kreatif. Para psikiater
mendapatkan komunikasi kelompok sebagai wahana untuk memperbaruhi kesehatan
mental. Para ideolog juga menyaksikan komunikasi kelompok sebagai sarana untuk
meningkatkan kesadaran politik-ideologis. Minat yang tinggi ini yang memperkaya
pengetahuan kita tentang berbagai jenis kelompok dan pengaruh kelompok pada
perilaku kita.
Menurut Goldberg
dan Larson, pengertian komunikasi kelompok adalah satu bidang studi penelitian
terapan yang menitikberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum,
yang dilakukan dengan berfokus pada tingkah laku individu dalam diskusi
kelompok tatap muka yang kecil. Jadi, Komunikasi kelompok adalah komunikasi
yang dapat berlangsung antara individu dengan kelompok, atau kelompok dengan
kelompok.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian psikologi komunikasi kelompok?
b.
Bagaimana klasifikasi dan pengaruh kelompok pada perilaku
komunikasi?
c.
Apa saja faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok?
d.
Apa fungsi dari komunikasi kelompok?
e.
Bagaimana
menganalisis proses interaksi
C.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui pengertian psikologi komunikasi kelompok
b.
Untuk mengetahui klasifikasi dan pengaruh kelompok pada perilaku
komunikasi
c.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
d.
Untuk mengetahui fungsi komunikasi kelompok
e.
Untuk mengetahui analisis proses interaksi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Psikologi Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok terdiri dari dua kata, yaitu, komunikasi dan
kelompok.
Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang berlangsung antara
seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang
(Effendi, 2003, p. 75). Komunikasi kelompok kecil memiliki beberapa karakterisitik,
yaitu mempermudah personaliti kelompok, pertemuan ramah tamah, kekompakkan,
komitmen terhadap tugas, adanya norma kelompok yang saling bergantung satu sama
lain. Proses komunikasi yang terjadi pada kelompok kecil berlangsung secara
dialogis. [1]
Denga berkomunikasi kita
dapat membenuk sikap yang saling pengertian menumbuhkan persahabatan,
memelihara kasih sayang, meyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban.
Tetapi dengan berkomunikasi kita juga menyuburkan perpecahan, menghidupkan
perumusan, menanamkan kebencian, merintangi kemajuan, dan menghambat pemikiran.
Begitu penting begitu meluas, dan begitu akrab komunikasi dengan diri kita
sehinga kita semua merasa kita tidak perlu lagi menelaah dan mempelajari
komunikasi.[2]
Pendapat yang dikemukakan oleh Goldberg dan Larson, pengertian
komunikasi kelompok kedalam satu bidang studi penelitian terapan yang menitik beratkan
perhatiannya pada proses kelompok secara umum, yang dilakukan dengan berfokus
pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil.
Komunikasi
kelompok adalah komunikasi yang dapat berlangsung antara individu dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Karakterisitik komunikasi kelompok
adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi yang
terjadi dalam kelompok bersifat homogeny.
2. Dalam diskusi
kelompok, terjadi kesempatan melakukan tindakan pada saat itu juga.
3. Umpan balik
(feedback) di dalam komunikasi terjadi secara langsung.
4. Pesan yang
diterima komunikan dapat bersifat rasional (terjadi pada komunikasi kelompok
kecil) dan bersifat emosional (terjadi pada komunikasi kelompok besar).
5. Komunikator
masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun hubungan yang terjadi
tidak erat seperti pada komunikasi interpersonal.
6. Komunikasi
kelompok akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Keberadaan
suatu kelompok dalam satu masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang
akan dilaksanakannya. Adapun fungsi tersebut mencakup:
1.
Fungsi pertama dalam Kelompok
adalah hubungan sosial dalam arti sebagaimana suatu
kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial diantara para anggotanya.
2.
Fungsi kedua, pendidikan dalam arti sebagaimana dalam suatu
kelompok secara formal maupun informal bekeja untuk mencapaii dan
mempertukarkan pengetahuan mengenai fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan
dari para anggota kelompok kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat
dapat dipenuhi, namun demikian fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai
dangan yang diterapkan atau tidak, tergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah
informasi baru yang dikontribusikan,jumlah
partisipan dalam kelompok, serta frekuensi interaksi diantara para
anggota kelompok.
3.
Fungsi ketiga, yaitu persuasi. Seorang anggota kelompok dapat
berupaya mempersuasi anggotanya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seorang yang terlibat usaha-usaha persuasi dalam
satu kelompok membawa risiko untuk tidak diterima para anggota lainnya.
4. Fungsi keempat,
kegiatan-kegiatan untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan,
pemecahan masalah berkaitan dengan alternatif atau solusi yang tidak diketahui
sebelumnya, sedangkan pembuatan keputusan berhubungan dengan pemilihan antara
dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahan masalah menghasilkan materi atau bahan pembuat
keputusan.
5.
Fungsi kelima, terapi. Dari kelompok-kelompok terapi
memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya. Tentunya individu tersebut harus
berinteraksi dengan anggota kekelompok lainnya, guna mendapatkan manfaat, namun
usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri bukan membantu kelompok mencapai
konsensus.[3]
B.
Klasifikasi dan Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi
Tidak setiap
himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul di terminal bus,
yang antri di depan loket bioskop, yang berbelanja di pasar, semuanya disebut
agregat-bukan kelompok.
Supaya agregat
menjadi kelompok, diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang
sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak
selalu formal) dan melibatkan interaksi diantara anggota-anggotanya. Jadi,
dengan perkataan lain, kelompok mempunyai 2 tanda psikologis. Pertama,
anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok-ada sense of
belonging—yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Kedua, nasib
anggota-anggota kelompok saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait
dalam cara tertentu dengan hasil yang lain (Baron dan Byrne, 1979: 558). [4]
Para pendidik
melihat komunikasi kelompok sebagai metode pendidikan yang efektif. Para
menejer menemukan komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat untuk melahirkan
gagasan-gagasan kreatif. Para psikiater mendapatkan komunikasi kelompok sebagai
wahana untuk memperbaruhi kesehatan mental. Para ideolog juga menyaksikan
komunikasi kelompok sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran
politik-ideologis. Minat yang tinggi ini yang memperkaya pengetahuan kita
tentang berbagai jenis kelompok dan pengaruh kelompok pada perilaku kita.[5]
Telah banyak klasifikasi kelompok
yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita
sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok, yaitu :
1.
Kelompok
primer dan sekunder.
Charles
Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa
kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan
akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan
kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak
akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik
komunikasinya, sebagai berikut:
a.
Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam,
artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap
unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat
saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan
cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan
terbatas.
b.
Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok
sekunder nonpersonal.
c.
Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek
isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.
d.
Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder
instrumental.
e.
Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder
formal.
2.
Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership
group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan
adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi
anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan
sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk
sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif,
fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok
rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang
(fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah
sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya,
sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu,
Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan
situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai
objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif).
Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu,
Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di
samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu,
perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.[6]
3.
Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F.
Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan
peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat
proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola
komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok
tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas
bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang
kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri
mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar
lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh
kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas
utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner
radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh
anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright
mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar,
simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
Perubahan
perilaku individu terjadi karena apa yang lazim disebut dalam psikologi sosial
sebagia pengaruh sosial (social influence). “social influence occurs whenever
our behavior, feelings, or attitudes are altered by what others say or do”,
itulah definisi Baron dan Byrne. Ada tiga macam pengaruh kelompok :
1.
Konformitas
Komformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju
(norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real atau dibayangkan. Bila
sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada
kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi,
kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda
untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota,
usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan
seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota
berikutnya untuk setuju juga.
2.
Fasilitasi sosial
Fasilitasi
(dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau
peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi
pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa
kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku
individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan
orang yang menggairahkan kita. Energi
yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan.
Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu
adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah
yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang
dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat
kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
3.
Polarisasi
Polarisasi
adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok
para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi
mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum
diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi
mereka akan menentang lebih keras.[7]
C.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk
mencapai dua tujuan yaitu yang pertama melaksanakan tugas kelompok, dan yang kedua
memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja
kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari
tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk
saling berbagi informasi. Misalnya kelompok belajar, maka keefektifannya dapat
dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan
sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok :
1. Faktor
situasional: karakteristik kelompok.
a. Ukuran
kelompok.
Hubungan
antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung pada jenis
tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua
macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing
anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas
interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk
menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok
tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas.
Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan.
Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam,
maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi,
bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan
berkurang.
Faktor
lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah
tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen (mencapai
suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif,
terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan
kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan
gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang
lebih besar.
Dalam
hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004) menunjukkan
bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya.
Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah
hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau,
dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota
kelompok.
b. Jaringan
komunikasi.
Terdapat
beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda,
rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok,
tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.
c. Kohesi
kelompok.
Kohesi
kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk
tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid
dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari
beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada
satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh
mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan
personal.
Kohesi
kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif
kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang
kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi
bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya
tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah
melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya
tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.
d. Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke
arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan
kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik
dilakukan oleh White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya
kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan
otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan
oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan
membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan.
Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk
mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin
yang minimal.[8]
2.
Faktor personal: karakteristik anggota
kelompok
a. Kebutuhan
interpersonal
William
C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations
Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh
tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut :
1)
Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).
2) Ingin
mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).
3) Ingin
memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.
b. Tindak
komunikasi
Mana
kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha
menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal maupun nonverbal). Robert
Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak
komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction Process Analysis
(IPA).
c. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan
oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara
suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu
saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan Raudabaugh meyakini
peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut :
1)
Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah
memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas
berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang
tercapainya tujuan kelompok.
2) Peranan
Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha untuk
memelihara emosional anggota-anggota kelompok.
3) Peranan
individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk memuaskan kebutuhan
individual yang tidak relevan dengantugas kelompok.
D. Fungsi Komunikasi Kelompok
Fungsi Komunikasi Kelompok adalah :
1.
Menjalin
hubungan social antar anggota dan kelompok. Bagaimana individu dalam suatu
kelompok bisa berhubungan social tanpa komunikasi atau sejauh mana suatu
kelompok dapat memelihara hubungan social diantara anggota dengan anggota atau
pun anggota dengan kelompok.
2.
Fungsi
pendidikan atau adukasi. Hal ini berkaitan dengan pertukaran informasi anatar
anggota. Melalui fungsi ini kebutuhan anggota akan informasi baru dapat
terpenuhi. Dan secara tidak langsung kemampuan para anggota dibidangnya
masing-masing dapat embawa pengetahuan baru atau justru membawa keuntungan
untuk para anggota lainnya ataupun bagi kelompok.
3.
Kemampuan
persuasi. Fungsi ini sebelumnya dapat menguntungkan atau merugikan pihak yang
mem-persuasi. Misalnya, seorang anggota yang berusaha mem-persuasi anggota
kelompok lainnya untuk tidak atau melakuakan sesuatu. Jika ia mem-persuasi
suatu yang sejalan dengan kelompok, maka ia akan diterima dan menciptakan iklim
yang positif di dalam kelompok, tapi sebaliknya jika ia mem-persuasi suatu yang
bertentangan dengan kelompok, maka akan berpotensi menciptakan konflik dan
perpecahan di dalam kelompok.
4.
Fungsi
keempat, kegiatan-kegiatan untuk memecahan permasalahan dan membuatan keputusan-kepuusan,
disini kelompok berguna untuk mencari solusi dari permasalahan-permasalahan
yang tidak dapat di selesaikan oleh anggotanya, serta mencari alternatif untuk
menyelasaikan, sedangkan pembuatan keputusan bertujuan untuk memilih salah satu
dari banyak nya alternatif solusi yang keluar dari proses pemecahan masalah
tersebut.
5.
Fungsi
kelima, terapi. Pasti kalian pernah mendengar soal terapi
kelompok bukan? Tapi memang fungsi yang kelima ini agak berbeda dengan
fungsi-fungsi sebelumnya, karena dalam fungsi kelima ini lebih terfokus pada
membantu diri sendiri, bukan membantu kelompok. Disini para individu yang
memiliki masalah yang sama dikumpulkan, dan mereka diminta untuk saling terbuka
dalam mengungkapkan diri mereka ataupun masalah mereka. Dalam kelompok ini juga
tetap membutuhkan pemimpin sebagai pengatur atau penengah jika terjadi konflik
atau perbedaan pendapat.
John Dewey (Littlejohn, 2011: 344) menjelaskan bahwa fungsi komunikasi
kelompok itu terbagi menjadi 6, antara lain :
1.
Mengungkapkan
kesulitan.
2.
Menjelaskan
permasalahan.
3.
Menganalisis
masalah.
4.
Menyarankan
solusi.
5.
Membandingkan
alternatif dan menguji mereka dengan tujuan dan kritertia berlawanan.
6.
Mengamalkan
solusi yang terbaik.
Sedangkan Randy Y. Hirokawa dalam Morissan (2009: 142),
mengatakan bahwa kelompok harus mampu melaksanakan empat fungsi untuk dapat
menghasilkan keputusan yang efektif yang terdiri atas :
1.
Analisis
Masalah
Kelompok
biasanya memulai proses pengambilan keputusan dengan mengidentifikasi dan
menilai suatu masalah (identifying and assessing a problem).
2.
Penentuan
Tujuan
Kelompok
harus mengumpulkan dan mengevaluasi informasi (gathers and evaluates
information) terkait dengan masalah yang tengah dihadapi.
3.
Identifikasi
Alternatif
Pada
tahap ini, kelompok membuat berbagai usulan alternative (alternative
proposal) untuk mengatasi masalah.
4.
Evaluasi
Konsekuensi
Berbagai
solusi alternatif yang tersedia kemudian di evaluasi dengan tujuan akhirnya
adalah untuk mengambil keputusan.[9]
E.
Analisis
Proses Interaksi
Robert Bales
menyusun teori mengenai analisis proses interaksi (interaction process
analysis) yang saat ini sudah menjadi karya klasik. Dengan menggunakan hasil risetnya
selama bertahun-tahun sebagai fondasi, Bales menyusun teori mengenai
jenis-jenis pesan yang saling dipertukarkan orang dalam kelompok, bagaimana
pesan-pesan itu membentuk peran dan kepribadian anggota kelompok, dan bagaimana
pesan tersebut mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan.
Menurut
Bales, analisis proses interaksi terdiri atas enam kategori yaitu:[10]
1.
Jika
masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan cukup informasi, maka
kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah komunikasi”.
2.
Jika
masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan pendapat maka kelompok
bersangkutan akan mengalami “masalah evaluasi”.
3.
Jika
masing-masing anggota kelompok tidak saling bertanya dan memberikan saran, maka
kelompok akan mengalami “masalah pengawasan”.
4.
Jika
masing-masing anggota kelompok tidak bisa mencapai kesepakatan maka mereka akan
mendapatkan “masalah keputusan”.
5.
Jika tidak
terdapat cukup dramatisi maka akan muncul “masalah ketegangan”.
6.
Jika anggota
kelompok tidak ramah dan bersahabat maka akan terdapat “masalah reintegrasi”,
yang berarti kelompok itu tidak mampu membangun kembali suatu “perasaan kita”
atau kesatuan (cohesiveness) dalam kelompok bersangkutan.
Teori Bales
ini dapat kita lihat dengan mudah penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
kita adalah salah satu anggota kelompok yang tengah mengerjakan tugas
penelitian dari dosen. Tugas kelompok adalah menentukan topik atau tema
penelitian, melaksanakannya dan menyusun laporannya. Dalam hal ini jika:
1.
Masing-masing
anggota kelompok menyimpan informasi dan tidak memberitahukannya kepada anggota
lainnya maka mereka tidak akan mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak tahu
apa yang dapat dilakukannya masing-masing anggota untuk mencapai tujuan
kelompok.
2.
Masing-masing
anggota kelompok tidak mampu memberikan pendapat maka mereka tidak akan mampu
mengevaluasi ide dan gagasan, dan kelompok itu akan berakhir nasibnya dengan
hasil yang sangat buruk.
3.
Masing-masing
anggota kelompok tidak ada yang memberikan saran, maka kelompok tidak memiliki
elemen pengawasan karena tidak ada anggota yang mengatakan mengenai apa yang
harus dilakukan kelompok.
4.
Semua
anggota kelompok bersikap setuju saja maka ide atau gagasan tidak teruji
sehingga kelompok menghasilkan keputusan yang buruk.
5.
Sebaliknya, jika seluruh anggota berbeda
pendapat maka akan terdapat banyak konflik, dan kelompok tidak akan mampu
membuat keputusan sama sekali.
6.
Anggota
kelompok tidak memiliki sikap santai sama sekali, maka muncullah ketegangan
sehingga menghasilkan kelompok yang tidak produktif.
BAB III
PENUTUP
Komunikasi
kelompok adalah komunikasi yang dapat berlangsung antara individu dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Tetapi tidak setiap himpunan orang
disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul di terminal bus, yang antri di
depan loket bioskop, yang berbelanja di pasar, semuanya disebut agregat-bukan
kelompok. Diantara karakteristik komunikasi kelompok adalah Komunikasi yang
terjadi dalam kelompok bersifat homogeny, dalam diskusi kelompok, terjadi
kesempatan melakukan tindakan pada saat itu juga, umpan balik (feedback) di
dalam komunikasi terjadi secara langsung. Anggota-anggota
kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yaitu yang pertama
melaksanakan tugas kelompok, dan yang kedua memelihara moral
anggota-anggotanya. Menurut Randy Y. Hirokawa kelompok harus mampu
melaksanakan empat fungsi untuk dapat menghasilkan keputusan yang efektif yaitu
Analisis Masalah, Penentuan Tujuan, Identifikasi Alternatif dan Evaluasi Konsekuensi.
DAFTAR PUSTAKA
Maulana,
Herdiyan, Gumgum Gumelar. Psikologi Komunikasi dan Persuasi. Jakarta: Akademia Permata.
Morissan.
2013. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Rakhmat,
Jalaluddin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Asep Anshorie, eJournal Ilmu Komunikasi,
Volume 3, Nomor 4, 2015: 361-371.
Felicia
Wonodihardjo, Jurnal E-Komunikasi, VOL 2. NO.3 TAHUN 2014.
Reza
Fiezry Lubis, Jurnal Komunikasi Kelompok Pada Komunitas Musik Indie.