Proses Belajar :
Perhatian, Memori, Melupakan & Mengingat, Elaborasi, Berpikir & Problem
Solving
Disusun Guna Memenuhi:
Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Nikmah Rochmawati, M.Si
Disusun
oleh:
1.
Shofyan
Harisma ( 1607016015 )
2.
Ismatul
Hasanah ( 1607016021 )
3.
Raveena
Putri Asvinda ( 1607016033 )
Psikologi
3A
Jurusan
Psikologi
Fakultas
Psikologi dan Kesehatan
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia dan makhluk hidup yang lain
membutuhkan dunia untuk mengembangkan dan melangsungkan hidupnya. Ia selalu
mengadakan interaksi dengan dunia luar. Ia selalu berusaha untuk menggunakan
dan mengubah dunia luar untuk kebutuhan dirinya. Ia selalu belajar, menyesuaikan
diri dengan dunia luar. Dengan kegiatan belajar / menyesuaikan diri itu
berbagai macam cara mereka pergunakan.
Proses belajar dapat diartikan sebagai
tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam
diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah
yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.[1]
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perhatian dan
apa saja macamnya?
2. Apa yang dimaksud dengan memori?
3. Bagaimana proses melupakan dan mengingat?
4. Apa yang dimaksud dengan elaborasi?
5. Apa yang dimaksud dengan berpikir dan
apa saja tingkatan berpikir itu?
6. Bagaimana cara mengatasi masalah ( problem solving )?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu perhatian serta
macam – macam perhatian
2. Untuk mengetahui apa itu memori
3. Untuk mengetahui proses melupakan dan
mengingat
4. Untuk mengetahui apa itu elaborasi
5. Untuk mengetahui apa itu berpikir dan
bagaimana tingkatan berpikir itu
6. Untuk mengetahui cara menyelesaikan
permasalahan ( problem solving )
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perhatian
1. Pengertian Perhatian
Perhatian, sebagai salah satu aktivitas
psikis, dapat dimengerti sebagai keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itupun
semata – mata tertuju kepada suatu obyek ( benda atau hal ) ataupun sekumpulan
obyek – obyek. Dengan kata lain, perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi
dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu benda misalnya, ini
berarti seluruh aktifitas individu dicurahkan atau dikonsentrasikan pada bendaa
tersebut.
Namun, dalam waktu yang sama, individu
juga dapat memerhatikan obyek yang banyak sekaligus. Yang dicakup bukan hanya
satu obyek, melainkan banyak obyek. Dalam hal ini, tentunya tidak semua obyek
dapat diperhatikan secara sam. Dengan demikian, dalam proses memerhatikan itu,
terdapat aktivitas penyeleksian terhadap stimulus yang diterima oleh individu.
Dan, dalam proses tersebut, terdapat korelasi yang positif antara perhatian
dengan kesadaran.
Oleh karena itu, yang diperhatikan itu
akan betul – betul disadari dan dalam pusat kesadaran. Sementara sesuatu
(obyek) yang tidak sepenuhnya diperhatikan akan berada di dasar pusat
kesadaran. Dan, semakin jauh benda dari pusat kesadaran, semakin kurang diperhatikan dan semakin kurang disadari.[2]
2.
Macam
– macam perhatian
a.
Ditinjau
dari segi timbulnya perhatian, maka ada perhatian spontan dan tidak spontan.
Perhatian spontan adalah perhatian yang timbul dengan sendirinya. Perhatian
spontan ini berhubungan erat dengan minat individu terhadap suatu obyek.
Misalnya, saat seseorang yang mempunyai minat terhadap musik, maka secara
spontan perhatiannya akan tertuju pada musik yang didengarnya.
Sedangkan perhatian
tidak spontan, ialah perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja. Oleh karena
itu, harus ada kemauan yang menimbulkannya. Misalnya ada mahasiswa yang kurang
memerhatikan Bahasa Arab, tapi karena kuliah tersebut penting (lebih – lebih
sebagai mahasiswa UIN), meskipun dia tidak atau kurang menyukainya, maka dia
harus tekun mengikuti kuliah dan mempelajarinya di rumah. Jadi, untuk dapat
mengikuti pelajaran tersebut harus ditimbulkan perhatiannya.
b. Ditinjau dari segi banyaknya obyek yang
dicakup oleh perhatian pada saat yang bersamaan, maka perhatian dibedakan
antara perhatianh yang sempit dan perhatian yang luas. Perhatian yang
sempit ialah perhatian individu pada suatu saat yang hanya memerhatikan obyek
yang sedikit. Sedangkan perhatian yang luas adlaah perhatian individu yang pada
suatu saat dapat memerhatikan obyek yang banyak sekaligus.
c. Terkait dengan perhatian yang sempit dan
luas tersebut, perhatian dibedakan lagi menjadi perhatian konsentratif (memusat) dan perhatian distributif (terbagi-bagi). Perhatian konsentratif ialah perhatian
yang ditujukan hanya kepada suatu obyek. Sedangkan perhatian distributif ialah
perhatian yang ditujukan pada beberapa obyek dalam waktu yang sama.
d. Ditinjau dari segi sifatnya, perhatian
dibagi menjadi dua yaitu perhatian statis dan perhatian dinamis. Perhatian
statis ialah perhatian yang tetap terhadap suatu obyek tertentu. Sedangkan
perhatian dinamis adalah bilamana pemusatannya berubah-ubah atau selalu
berganti obyek.
e. Dilihat dari segi derajatnya, perhatian
terbagi menjadi dua yaitu perhatian
tingkat tinggi dan perhatian tingkat
rendah. Rentetan derajat perhatian itu mempunyai perbedaan yang kualitatif.
Individu yang mengalami perhatian tingkat tinggi kadang kadang melupakan waktu dan keadaan
sekelilingnya.[3]
Perhatian dan motivasi merupakan
prasyarat utama dalam proses belajar – mengajar. Tanpa adanya perhatian dan
motivasi hasil belajar yang dicapai siswa tidak akan optimal. Stimulus belajar
yang diberikan guru tidak akan lama bertahan selama proses belajar – mengajar
berlangsung.[4]
B.
Memori
Para ahli memandang memori / ingatan
sebagai hubungan antara pengalaman dengan masa lampau. Dengan adanya kemampuan
mengingat pada manusia, hal ini menunjukkan bahwa manusia mampu menerima,
menyimpan dan menimbulkan kembali pengalaman – pengalaman yang dialaminya. Apa
yang pernah dialami manusia tidak seluruhnya hilang, tetapi disimpan dalam
jiwanya, dan apabila diperlukan hal – hal yang disimpan itu dapat ditimbulkan
kembali dalam kesadaran. Tetapi ini pun tidak berarti bahwa semua yang pernah
dialami itu akan tetap tinggal seluruhnya dalam ingatan dan dapat seluruhnya
ditimbulkan kembali. Ada hal – hal yang kadang – kadang atau justru sering
tidak dapat diingat kembali atau, dengan kata lain, ada hal – hal yang
dilupakan. Hal tersebut terjadi apabila orang membicarakan mengenai ingatan,
sekaligus juga membicarakan mengenai kelupaan. Karena itu, ingatan merupakan
kemampuan yang terbatas.[5]
C.
Melupakan & Mengingat
1. Perihal Lupa
Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan kita lupa terhadap sesuatu yang pernah
dialami.
Pertama,
karena apa yang dialami itu tidak pernah digunakan lagi, atau tidak pernah
dilatih / diingat lagi. Sesuatu yang tidak pernah digunakan / diingat lagi lama
kelamaan akan dilupakan. Hukum ini disebut law
of disuse yang berasal dari Thorndike. Pendapat ini didasarkan atas
eksperimen – eksperimen yang dilakukan terhadap hewan.
Kedua,
lupa dapat juga disebabkan oleh adanya hambatan – hambatan yang terjadi karena
gejala – gejala / isi jiwa yang lain. Seorang profesor, ahli dalam ilmu hewan,
dan mahir mempelajari nama – nama ikan dalam bahasa latin. Ia ingin mengetahui
dan hafal nama – nama mahasiswanya. Akan tetapi aneh, setiap ia hafal nama
salah seorang mahasiswa ia lupa akan sesuatu nama ikan. Dari contoh ini jelas
kiranya, bahwa pelajaran / isi jiwa yang satu dapat mendesak / menghambat
(inhibition) pelajaran / isi jiwa yang lain. Retro-active inhibition ini seringkali terjadi jika bahan – bahan
yang dipelajari banyak persamaannya. Maka dari itu, tidak baik mencampur adukkan pelajaran – pelajaran dalam
pikiran kita waktu belajar. Karena akan saling menghambat / merintangi satu
sama lain.
Ketiga,
ialah lupa yang disebabkan karena represi. Tanggapan – tanggapan atau isi jiwa
yang lain ditekankan ke dalam ketidaksadaran oleh Superego. Karena selalu
mengalami tekanan itu maka lama kelamaan menjadi lupa. Biasanya tanggapan –
tanggapan yang selalu ditekan ke dalam ketidaksadaran itu ialah tanggapan –
tanggapan yang tidak baik / yang merugikan kita, yang bersifat asusila/amoral
dan asosial.[6]
2. Perihal Mengingat
Dalam
menimbulkan kembali apa yang disimpan dalam ingatan dapat ditempuh dengan
mengingat kembali ( to recall ) dan
mengenal kembali ( to recognize ).
Pada mengingat kembali orang dapat menimbulkan kembali apa yang diingat tanpa
dibantu adanya objek sebagai stimulus untuk dapat diingat kembali. Jadi dalam
hal mengingat kembali orang tidak dibantu dnegan adanya objek. Misalnya orang
dapat mengingat kembali tentang ciri – ciri penjambret yang menjambret tasnya,
sekalipun penjambretan itu tidak ada.
Pada
mengenal kembali orang dapat menimbulkan kembali apa yang diingat atau yang
telah pernah dipelajari dengan bantuan adanya objek yang harus diingat. Jadi
dalam mengenal kembali orang dibantu dengan adanya objek yang perlu ditimbulkan
kembali. Misalnya ada sepeda yang hilang kemudian ditemukan oleh pihak
kepolisian, dan barang siapa yang kehilangan sepeda dapat melihat sepeda
tersebut apakah sepeda itu miliknya atau bukan. Setelah seseorang melihat
sepeda tersebut, orang dapat mengenal kembali bahwa sepeda itu adalah
sepedanyaa yang hilang sebulan yang lalu.[7]
D.
Elaborasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (
KBBI ), arti dari kata elaborasi ialah penggarapan secara tekun dan cermat.
Dalam kegiatan elaborasi, guru mendorong peserta didik membaca dan menuliskan
hasil eksploarasi, mendiskusikan, mendengar pendapat, untuk lebih mendalami sesuatu,
menganalisis kekuatan atau kelemahan argumen, mendalami pengetahuan tentang
sesuatu, membangun kesepakatan melalui kegiatan kooperatif dan kolaborasi,
membiasakan peserta didik membaca dan menulis, menguji prediksi atau hipotesis,
menyimpulkan bersama, dan menyusun laporan atau tulisan, menyajikan hasil
belajar.
Dengan tidak meninggalkan pemahaman
terhadap aspek bacaan atau tidak mengabaikan bacaan, perlu dibiasakan untuk
membaca cepat dan efektif. Melalui riset tindakan kelas dengan model pembelajaran
elaborasi PQ4R (preview, question, read, recitee, reflection, and review)
terdiri dari enam langkah, yaitu
1) preview (tugas membaca cepat dengan
memperhatikan judul-judul dan topik utama, tujuan umum dan rangkuman, serta
rumusan isi bacaan)
2) question (mendalami topik dan judul
utama dengan mengajukan pertanyaan yang jawabannya dapat ditemukan dalam bacaan
tersebut, kemudian mencoba menjawabnya sendiri
3) read (tugas membaca bahan bacaan secara
cermat dengan mengecek yang diajukan pada langkah kedua)
4) reflect (melakukan refleksi sambil
membaca dengan cara menciptakan gambaran visual dari bahan bacaan dan
menghubungkan informasi baru di dalam bacaan tentang apa yang telah diketahui)
5) recite (melakukan resitasi dengan
menjawab pertanyaan melalui suara keras yang diajukan tanpa membaca buku)
6) review (mengulang kembali seluruh bacaan
kemudian membaca ulang bila diperlukan dan sekali lagi menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan).[8]
E.
Berpikir
1. Pengertian Berpikir
Berpikir
adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah
pada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman dan pengertian yang
kita kehendaki. Dalam berpikir, terdapat berbagai masalah tentang berpikir itu
sendiri, seperti pengertian berpikir, berpikir kreatif, proses berpikir dan
lain – lain.
2. Proses Berpikir
Simbol
– simbol yang digunakan dalam berpikir pada umumnya berupa kata – kata atau
bahasa, karena itu sering dikemukakan bahwa bahasa dan berpikir mempunyai
kaitan yang erat. Dengan bahasa, dapat tercipta ratusan, bahkan ribuan simbol
yang memungkinkan manusia dapat berpikir begitu sempurna jika dibandingkan
dengan makhluk lain. Sekalipun bahasa merupakan alat yang cukup ampuh dalam
proses berpikir, namun bahasa bukan satu – satunya alat yang digunakan dalam
proses berpikir, sebab masih ada lagi yang dapat digunakan yaitu bayangan atau
gambaran.
3. Macam – macam Berpikir
a. Berpikir induktif
Berpikir
induktif adalah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari yang khusus
menuju yang umum. Awalnya orang mencari ciri – ciri atau sifat – sifat dari
berbagai fenomena, kemudian menaruh atau mengambil kesimpulan bahwa sifat –
sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena tadi.
b. Berpikir deduktif
Berpikir
deduktif adalah suatu proses berpikir yang berlangsung dari yang umum menuju
yang khusus orang bertolak dari suatu teori ataupun kesimpulan yang dianggapnya
benar dan bersifat umum. Dari yang bersifat umum itu, ia menerangkannya kepada
fenomena – fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku
bagi fenomena tersebut.
c. Berpikir analogis
Berpikir
analogis adalah suatu proses berpikir dengan jalan menyamakan atau
membandingkan fenomena – fenomena yang biasa. Orang beranggapan bahwa kebenaran
dari fenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena yang berlaku
sekarang.
4. Tingkat – tingkat berpikir
a. Berpikir konkret
Dalam
tingkatan ini, kegiatan berpikir masih memerlukan situasi – situasi yang nyata
/ konkret. Tingkat berpikir ini pada umumnya dimiliki oleh anak – anak kecil.
Konsekuensi didaktif pelajaran hendaknya disajikan dengan peragaan langsung.
b. Berpikir skematis
Sebelum
meningkat pada bagian yang abstrak, memecahkan masalah dibantu dengan penyajian
bahan, skema, corat – coret, diagram, simbol dan sebagainya. Walaupun pada
tingkatan ini tidak berhadapan dengan situasi nyata / konkret, tetapi dengan
pertolongan bagan – bagan, corat – coret ini dapat memperlihatkan hubungan
persoalan yang satu dengan yang lainnya, dan terlihat pula masalah yang
dihadapi sebagai keseluruhan. Dengan pertolongan bagan – bagan tersebut,
situasi yang dihadapi tidak benar – benar konkret dan tidak benar – benar
abstrak.
c. Berpikir abstrak
Kita
berhadapan dengan situasi dan masalah yang tidak berwujud. Akal pikiran kita
bergerak bebas dalam alam abstrak. Baik situasi – situasi nyata maupun bagan –
bagan/simbol – simbol/ gambar – gambar skematis, hal itu tidak membantunya.
Namun demikian, tidak berarti bahwa gejala pikiran berdiri sendiri melainkan
tanggapan dan ingatanlah yang membantunya. Di samping itu, kecerdasan berpikir
sendirilah yang berperan dalam memecahkan masalah. Maka tingkat ini dikatakan
tingkat berpikir yang tertinggi. Orang – orang dewasa biasanya telah memiliki
kemampuan berpikir abstrak.[9]
F.
Problem Solving
Secara umum, dapat dikemukakan bahwa
masalah itu timbul apabila ada perbedaan atau konflik antar keadaan satu dengan
yang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan, atau juga sering dikemukakan
apabila ada kesenjangan antara das Sein
dan das Sollen. Dalam pemecahan
masalah ( problem solving ), terdapat
istilah directed ( mencari pemecahan atas masalah dan dipacu untuk mencapai
pemecahan tersebut ). Dalam mencari pemecahan terhadap problem solving itu, ada dua kaidah atau aturan pokok, yaitu kaidah
alogaritma dan holistik.
Alogaritma merupakan suatu perangkat
aturan, dan apabila aturan ini diikuti dengan benar maka akan ada jaminan bahwa
masalah akan terpecahkan. Contohnya adalah apabila seseorang harus mengalikan
dua bilangan, maka apabila orang tersebut mengikuti aturan dalam hal perkalian
dengan benar, maka akan ada jaminan bahwa orang tersebut memperoleh hasil
terhadap pemecahan masalahnya. Sedangkan kaidah holistik merupakan strategi
yang biasanya didasarkan atas pengalaman dalam menghadapi masalah, yang
mengarah pada pemecahan masalahnya tetapi tidak memberikan jaminan akan
kesuksesan.
Dalam problem solving, seseorang atau
organisme mencari pemecahan terhadap masalah yang dihadapi. Namun dalam masalah
berpikir orang akan dapat menemukan sesuatu yang baru, yang sebelumnya mungkin
belum ada. Hal ini dapat dijumpai, misalnya dalam diri seorang yang menulis
cerita, ataupun pada seorang ilmuan, ataupun pada bidang – bidang lain. Ini
sering berkaitan dengan berpikir kreatif (creative thinking). Dengan berpikir
kreatif, seseorang bisa menciptakan sesuatu yang baru. Timbul atau muncul nya
hal baru secara tiba – tiba ini berkaitan dengan pengetahuan (insight).
Sebenarnya, apa yang dipikirkan itu telah berlangsung dalam jiwa seseorang yang
pada suatu waktu akan memperoleh pemecahannya.[10]
G.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Pemecahan
Masalah
Seperti perilaku manusia yang lain,
pemecahan masalah dipengaruhi oleh faktor – faktor situasional dan personal.
Faktor – faktor situasional terjadi, misalnya, pada stimulus yang menimbulkan
masalah pada sifat – sifat masalah : sulit – mudah, baru – lama, penting –
kurang penting, melibatkan sedikit atau banyak masalah lain.
Beberapa
penelitian telah membuktikan pengaruh faktor – faktor biologis dan
sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah. Simpanse yang terlalu lapar
tidak mampu memecahkan masalah Kohler di atas; simpanse yang setengah lapar,
memecahkan masalah dengan cepat. Manusia yang kurang tidur mengalami penurunan
kemampuan berpikir, begitu pula bila ia terlalu lelah. Ini faktor biologis.
Sama pentingnya juga adalah faktor – faktor sosiopsikologis.[11]
PENUTUP
Proses dari bahasa latin “processus" yang berarti “berjalan
ke depan” menurut Chaplin proses adalah
suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Dalam psikologi
belajar proses berarti cara-cara/langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa
perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hail-hasil tertentu. Jadi proses
belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, efektif
dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.
Dalam proses belajar terdapat bentuk – bentuk perhatian,
memori, bagaimana keadaan ketika kita melupakan dan ketika kita mengingat
kembali, bagaimana cara kita berpikir, penggarapan secara tekun dan cermat
dalam belajar, serta bagaimana cara seseorang dalam menyelesaikan masalah ( problem solving ).
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin.
2010. Psikologi Pendidikan : Refleksi
Teoritis terhadap Fenomena.
Jogjakarta : Ar-Ruz Media
Dalyono. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Fitriyah, Lailatul dan
M. Jauhar. 2014. Pengantar Psikologi Umum.
Jakarta :
Prestasi Pustaka
Nurhayati.
April 2015. Meningkatkan Kecepatan
Efektif Membaca Model
Pembelajaran
Elaborasi PQ4R Siswa SMP. Vol VI No. 3
Purwanto,
Ngalim. 2013. Psikologi Pendidikan.
Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya Offset
Rakhmat,
Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi.
Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya Offset
Syah,
Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Walgito, Bimo. 2010.
Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset
[1] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.110
[2] Baharuddin, Psikologi Pendidikan
: Refleksi Teoritis terhadap Fenomena. ( Jogjakarta : Ar-Ruz Media, 2010),
hlm. 178
[3] Ibid, hlm. 179
[4] Dalyono, Psikologi Pendidikan,
( Jakarta : PT Asdi Mahasatya, 2010 ), hlm. 203
[5] Lailatul fitriah & M.jauhar, Pengantar
Psikologi Umum, ( Jakarta : Prestasi Pustaka, 2014), hlm. 144
[6] Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2013), hlm. 112
[7] Bimo Walgito, Pengantar
Psikologi Umum, ( Yogyakarta : Andi Offset, 2010 ), hlm. 170
[8] Nurhayati, “Meningkatkan
Kecepatan Efektif Membaca Model Pembelajaran Elaborasi PQ4R Siswa SMP”, Vol
6, 2015, No.3
[9] Lailatul fitriah & M.jauhar, Pengantar
Psikologi Umum, ( Jakarta : Prestasi Pustaka, 2014), hlm. 153
[10] Ibid, hlm. 159
0 komentar:
Posting Komentar