Sabtu, 09 Desember 2017

[PSI A] KOMPARASI PSIKOLOGI BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Proses belajar merupakan suatu kebutuhan dan berperan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan manusia terlahir tidak mengetahui apa-apa, ia hanya dibekali potensi jasmani dan rohani. Maka sangat beralasan jika ada tesis yang menyatakan bahwa apa dan bagaimana manusia itu dipengaruhi oleh bagaimana ia belajar. Menurut Berkson dan Wettersten, hal ideal yang seharusnya terjadi dalam sebuah proses belajar adalah tidak hanya berupa pemindahan (transfer), tetapi juga transformasi/pengubahan (transformation), baik itu pengetahuan, keterampilan maupun nilai. Oleh karena itu, belajar harus menyentuh tiga ranah: kognitif, psikomotorik dan afektif.[1]
Masalah yang muncul selanjutnya adalah bagaimana proses belajar itu? Dari dulu, proses belajar telah menjadi pemikiran setiap orang. Akan tetapi, tidak semua orang yang memikirkan soal ini dapat merumuskan secara gamblang dan jawabannya masih bersifat spekulatif. Psikologi belajar memasuki babak baru, yaitu masa eksperimental yang kemudian diikuti dengan teori-teori setelahnya, seperti connectionism-nya Edward L. Thorndike, cognitivism-nya Jean Piaget, Teori Gestalt, humanisme dan teori-teori lainnya.[2]Dalam makalah ini akan membahas mengenai komparasi teori dan konsep belajar menurut al-quran dengan psikologi barat.
RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi Belajar?
2.      Bagaimana teori dan konsep belajar dalam al-quran?
3.      Bagaimana teori dan konsep belajar menurut psikologi barat?
4.      Bagaimana komparasi teori dan konsep belajar menurut al-quran dan psikologi barat?


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Belajar
Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
Dalam konteks pendidikan, hampir semua aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas belajar. Para Pakar psikologi saling berbeda dalam menjelaskan mengenai cara atau aktivitas belajar itu berlangsung. Akan tetapi dari beberapa penyelidikan dapat ditandai, bahwa belajar yang sukses selalu diikuti oleh kemajuan tertentu yang terbentuk dari pola pikir dan berbuat.
Proses belajar merupakan suatu kebutuhan dan berperan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan manusia terlahir tidak mengetahui apa-apa, ia hanya dibekali potensi jasmani dan rohani. Maka sangat beralasan jika ada tesis yang menyatakan bahwa apa dan bagaimana manusia itu dipengaruhi oleh bagaimana ia belajar.
Belajar memerlukan keaktifan dari peserta didik maupun pendidik, oleh karena itu baik pendidik maupun subyek didik harus berinteraksi aktif agar potensi siswa dapat berkembang seoptimal mungkin.

2.      TEORI DAN KONSEP BELAJAR MENURUT ISLAM
Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Islam sangat menekankan terhadap pentingnya ilmu. Al-qur’an dan Al- sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan (wisdom), serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.

1.      Berdasarkan Al-Quran
Di dalam al-Qur’an, kata al-‘ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali.  Seperti yang termaktub dalam wahyu yang pertama turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat berupa menyampaikan, menelaah,mencari, dan mengkaji, serta meniliti.
 . الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ . خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ . أْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَاقْرَ
 . عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmullah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq/96:1-5).
Menurut Shihab (1997) iqra’ berasal dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun inilah lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak. Berbagai makna yang muncul dari kata iqra’ tersebut sebenarnya secara tersirat menunjukkan perintah untuk melakukan kegiatan belajar, karena dalam belajar juga mengandung kegiatan-kegiatan seperti mendalami, meneliti, membaca, dn lain sebagainya.
Allah berfirman dalam surat Al-Zumar ayat 9 yang berbunyi :

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Katakanlah : apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang berakallah yang mampu menerima pelajaran”
      Surat Al-Isra’ ayat 36 :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu membiasakan diri daripada apa yang tidak kamu ketahui, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan daya nalar pasti akan ditanya mengenai itu”
Perintah belajar diatas, tentu saja harus dilaksanakan melalui proses kognitif dalam hal ini, system memori yang terdiri atas memori sensasi, memori jangka pendek dan memori jangka panjang berperan sangat aktif dan menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam meraih pengetahuan dan keterampilan. Islam memendang uman manusia sebagai makhluk yang dilahirkan dalam keadaan kosong, tak berilmu pengetahuan, namun Tuhan memberikan potensi yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemaslahatan umat itu sendiri.
Surat Al-Baqarah ayat 31
 ٣١. وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Artinya:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar. (QS. al-Baqarah: 31) .Ayat ini menunjukan kepada kita bahwa belajar dan menuntut ilmu itu sangat penting sehingga kita banyak mengetahui sesuatu yang benar. Para Malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan dari Allah SWT karena mereka tidak mendapat proses pendidikan dari Allah SWT, berbeda dengan Nabi Adam as yang bisa menjawab pertanyaan dari Allah SWT karena telah diajarkan kepadanya. Disinilah letak pentingnya pendidikan bagi umat manusia.
2.      Hadits Nabi
Selain al-Qur’an (firman Allah) yang menganjurkan umat Islam untuk belajar, di dalam hadis Nabi Muhammad saw. juga memuji pentingnya ilmu dan orang-orang yang terdidik.Beberapa hadis tentang pentingnya belajar dan menuntut ilmu, di antaranya adalah sebagai berikut:

عن انس مالك قال: أطلبوا العلم ولو بالصين فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم
Artinya: Dari Anas ibn Malik berkata ia : “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina sekalipun. Sesungguhnya menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap-tiap Muslim”.
Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa, bangsa Cina telah mengembangkan teknik pembuatan kertas, pembuatan mesiu, pembuatan jam dan pembuatan kompas. Ini berarti bahwa, perintah Nabi SAW kepada umat Islam untuk belajar ke negeri Cina mencakup mempelajari semua pengetahuan Cina tersebut. Penggunaan kertas dalam kehidupan ilmiah dewasa ini tak bisa dihindari. Kertas diperlukan umat Islam untuk menulis al-Qur’an, kitab-kitab, Hadis, buku-buku agama, dan buku-buku ilmiah lainnya. Begitu juga mesiu diperlukan umat Islam untuk mempertahankan diri dari serangan musuh-musuh mereka. Sementara jam dapat membantu umat Islam mengetahui waktu shalat dan waktu berbuka puasa serta imsak. Di samping itu juga tidak kalah pentingnya kegunaan kompas yakni dapat membantu umat Islam dalam menentukan arah kiblat. Namun karena isnad Hadis Malik ibn Anas ini sangat lemah menurut para kritikus Hadis, maka Hadis Malik ibn Anas ini hanya bisa dijadikan pendorong (al-targhib) untuk mempelajari semua pengetahuan teknik tersebut. Analoginya, umat Islam dewasa ini pun harus mengadopsi ilmu pengetahuan dan teknoloogi (IPTEK) sebagaimana dikenal di Barat.
Manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi, untuk menjalankan kepemimpinannya, manusia harus memiliki pengetahuan untuk membantu dirinya dalam mengelola alam semesta ini. Hidup di dunia maupun bekal di akhirat nanti harus berilmu, sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
مَن أَرَادَ الدنيَا فَعَلَيهِ بِالعِلم وَمَن أَرَادَ الاخِرَةَ فَعليهَ بِالعلمَ وَمَن أَرَادَهُما فَعليهَ بالعلمِ
      Artinya:
Barangsiapa yang menginginkan (kebahagian) hidup di dunia maka hendaklah ia berilmu, dan barangsiapa yang meninginkan (kebahagian) hidup di akhirat maka hendaklah ia berilmu, dan barangsiapa yang menhendaki kedua-keduanya maka hendaklah ia berilmu.
Hadits tersebut memberikan pembelajaran kepada kita umat Islam agar memiliki ilmu pengetahuan baik ilmu pengatahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Hadits Rasulullah saw tersebut, dalam pandangan penulis menjelaskan tentang pentingnya pendidikan bagi umat manusia. Ilmu pengetahuan merupakan bekal kita untuk hidup di dunia dan akhirat. Tujuan dari proses pendidikan adalah untuk kesempurnaan dan kemulian manusia itu sendiri.  Dan hadits Nabi
Artinya  : “Carilah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat”.
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep, suatu idea, gagasan pokok islam dalam konsep ini ialah bahwa belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal seseorang masih dapat memperoleh pengetahuan kalau ia mau, setelah ia selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal. Ditekankan pula bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Bedasarkan idea tersebut konsepbelajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajan berkesinambungan (continuing learning). Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Dengan pengetahuan yang selalu diperbaharui ini, mereka tidak akan terasing dari generasi muda, mereka tidak akan menjadi snile atau pikun secara dini, dan tetap dapat memberikan sumbangannya bagi kehidupan di lingkungannya
3.      Konsep belajar menurut pakar pendidikan Islam
Konsep adalah gambaran mental dari obyek, suatu pemikiran, ide, suatu gagasan yang mempunyai derajat kekongkritan, proses ataupun yang diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Sedangkan belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.
1.      Imam Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali proses belajar adalah usaha orang itu untuk mencari ilmu karena itu belajar itu sendiri tidak terlepas dari ilmu yang akan dipelajarinya. Berkaitan dengan ilmu, Al-Ghazali berpendapat ilmu yang dipelajari dapat dari dua segi, yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai objek.
Pertama, sebagai proses, Al-Ghazali megklasifikasikan ilmu menjadi tiga. Pertama ilmu hissiyah yakni ilmu yang didapatkan melalui penginderaan, misalnya seseorang belajar melalui alat pendengaran, penciuman, maupun penglihatan. Kedua, ilmu Aqliyah yakni ilmu yang didapatkan melalui kegiatan berfikir, misalnya masalah teoritis yang berhubungan dengan hal-hal abstrak maupun non-abstrak. Ketiga, ilmu Ladunni yakni ilmu yang didapatkan langsung dari Tuhan tanpa melalui proses penginderaan maupun berfikir melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.
Kedua, sebagai objek, Al-Ghazali membagi ilmu menjadi tiga macam. Pertama, ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak baik sedikit maupun banyak seperti sihir. Kedua, ilmu pengetahuan yang terpuji baik sedikit maupun banyak. Dan Ketiga, ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji tetapi bila mendalaminya tercela seperti ilmu ketuhanan, cabang ilmu filsafat. Karena bila ilmu-ilmu tersebut didalami akan menimbulkan kekufuran.
Menurut Al-Ghazali ilmu terdiri dari dua jenis, yaitu ilmu kasbi dan ilmu ladunni. Ilmu asbi adalah cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan. Ilmu Ladunni adalah ilmu yang diperoleh orang-orang tertentu dengan tidak melalui proses perolehan ilmu pada umumnya tetapi melalui proses pencerahan oleh hadirnya cahaya ilahi dalam qalbu. Menurut Al-Ghazali pendekatan belajar dalam menuntut ilmu dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan ta’lim insani dan ta’lim rabbani.
Pendekatan ta’lim insani adalah belajar dengan bimbingan manusia. Pendekatan ini merupakan cara umum yang dilakukan orang, dan biasanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat inderawi yang diakui oleh orang-orang berakal. Taklim Insani dibagi menjadi 2 yaitu:
a.       Proses eksternal melalui belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar sebenarnya tejadi aktivitas eksplorasio pengetahuan sehingga menghasikan perubahan-perubahan perilaku. Seorang guru mengeksplorasi ilmu yang dimilikinya untuk diberikan kepada muridnya, sedangkan murid menggali ilmu dari gurunya agar ia mendapatkan ilmu.
b.      Proses internal melalui proses tafakur
Tafakur diartikan dengan membaca realitas dalam berbagai dimensinya wawasan spiritual dan penguasaan pengetahuan hikmah. Proses tafakur ini dapat dilakukan apabila jiwa dalam keadaan suci. Dengan membersihkan qalbu dan mengosongkan egoisme dan keakuannya ke titik nol, maka ia berdiri dihadapan Tuhan, seperti seorang murid berhadapan dengan seorang guru. Tuhan hadir membukakan pintu kebenaran dan manusia masuk kedalamnya. Menuntut ilmu harus melalui proses berfikir terhadap alam semesta karena ilmu itu sendiri merupakan hasil dari proses berfikir.




3. TEORI DAN KONSEP BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI BARAT
Secara umum, terdapat tiga aliran psikologi yang mengkaji tentang teori belajar: behavioristik, kognitif dan humanistik.
a)      Teori Behaviorisme
Menurut Teori Behavioristik, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara langsung dan terjadi melalui kesaling-terkaitan stimulus-stimulus dan respons-respons menurut prinsip mekanistik. Cara belajar yang khas ditunjukkan dengan ”trial and error”, mencoba-coba dan mengurangi kesalahan. Di samping itu, para behavioris menggunakan reinforcement (peneguh)/ satisfiyer (pembawa kepuasan). Artinya, individu akan belajar apabila ia melakukan perbuatan yang mendatangkan reinforcement, jika yang dilakukan tidak mendatangkan reinforcement, maka perbuatan tersebut tidak akan dilakukannya, bahkan dihilangkannya.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
b)       Teori Kognitif
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
c)      Teori Humanistik
Konsep teori belajar Humanistik yaitu proses memanusiakan manusia, dimana seorang individu diharapkan dapat mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali kemampuannya sendiri untuk diterapkan dalam lingkungan. Proses belajar Humanistik memusatkan perhatian kepada diri peserta didik sehingga menitikberatkan kepada kebebasan individu. Teori Humanistik menekankan kognitif dan afektif memengaruhi proses.Belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Hal yang penting lagi pada proses pembelajaran Humanisme harus adanya motivasi yang diberikan agar peserta didik dapat terus menjalani pembelajaran dengan baik. Motivasi dapat berasal dari dalam yaitu berasal dari diri sendiri, maupun dari guru sebagai fasilitator.
Teori belajar yang diusung behavioristik fokus pada pembentukan tingkah laku yang tampak melalui hubungan S-R. Sayangnya, aliran ini menjadikan binatang sebagai obyek eksperimen yang selanjutnya digeneralisasikan kepada manusia. Akibatnya teori ini menuai kritikan dari berbagai aliran psikologi. Teori belajar kognitif lebih kepada perbuatan mental yang tidak tampak dengan mengedepankan insight. Adapun teori belajar humanistik lebih mengedepankan persepsi manusia dalam proses belajar. Sayangnya, teori-teori di Barat ini saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain.
4.      KOMPARASI TEORI DAN KONSEP BELAJAR MENURUT AL-QURAN DAN PSIKOLOGI BARAT
Pengetahuan dalam pandangan Barat adalah suatu fakta empiris atau gagasan rasional yang dibangun oleh individu itu sendiri melalui pengalamannya. Sedangkan dalam Islam, pengetahuan diistilahkan dengan al-’ilm, yang mempunyai dua pengertian. Pertama, pengetahuan yang berasal dari wahyu Allah Swt. untuk mengenal-Nya; dan kedua, pengetahuan yang diperoleh manusia itu sendiri, baik melalui pengalaman (empiris), rasional dan intuitif. Dari dua pandangan di atas, maka diketahui bahwa pengetahuan Barat bersifat rasional-empiris, artinya pengetahuan harus dapat dibuktikan secara empiris dan dapat diterima oleh rasio manusia. Hal ini tentu saja berbeda dengan Islam yang tidak hanya mengakui bahwa pengetahuan (’ilm) harus dibuktikan secara empiris dan rasio, melainkan juga terdapat pengetahuan yang bersifat transenden yang tidak dapat dijangkau indera maupun akal manusia.[3]
Sumber pengetahuan dalam perspektif Barat berasal dari panca indera (empirisme) dan akal (rasionalisme). Sementara pengetahuan yang bersumber dari wahyu dan intuisi yang berada di luar panca indera dan akal manusia ditentang oleh kebanyakan ilmuwan Barat. Mereka menganggap bahwa intuisi tidak mempunyai unsur penalaran logis dan pengamatan secara empiris.[4] Sedangkan dalam Islam, pada dasarnya semua pengetahuan bersumber dari Allah Swt. yang dijelaskan melalui ayat-ayat-Nya.
Teori belajar Barat lebih menonjolkan pada gejala-gejala yang berkaitan dengan peristiwa belajar yang dapat diamati dan dibuktikan secara empiris, diukur secara kuantitatif, dan cenderung bersifat materialistik-pragmatis. Teori-teori belajar ini hanya memperhatikan aspek kognitif, afektif, psikomotorik (skills) minus spiritual. Masing-masing teori ini bertentangan antara yang satu dengan yang lain.
Teori belajar dalam perspektif Islam merupakan kumpulan penjelasan dan penemuan tentang prinsip-prinsip yang berkaitan dengan peristiwa belajar yang dibangun berdasarkan pandangan dunia Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, sebagaimana dikembangkan oleh cendikiawan Muslim. Oleh karena itu, teori belajar ini tidak hanya bersifat rasional-empiris, melainkan juga bersifat normatif-kualitatif. Dengan demikian, teori belajar dalam Islam memperhatian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, plus aspek spiritual dan berorientasi pada pembentukan individu secara holistik.





BAB III
KESIMPULAN
Komparasi antara kedua teori belajar tersebut menunjukkan bahwa teori belajar Barat lebih menekankan pada peristiwa belajar yang bersifat rasional-empiriskuantitatif yang bersumber pada pandangan dunia Barat (world view) sekuler-positifistikmaterialistik. Sedangkan teori belajar Islam tidak hanya menekankan pada peristiwa belajar yang bersifat rasional-empiris, tetapi juga memberikan penekanan pada peristiwa belajar yang bersifat normatif-kualitatif yang berasal dari al-Qur’an dan Sunnah yang dikembangkan oleh intelektual Muslim berdasarkan pengalaman yang telah teruji efektifitasnya selama berabad-abad. Sintesa antara kedua teori tersebut memunculkan teori belajar terpadu yang selaras dengan idealisme Islam yang tetap bersumber kepada al-Qur’an, Sunnah dan khazanah intelektual Muslim dan mengambil segi positif dari Barat serta membuang hal-hal yang tidak sesuai dengan idealisme Islam. Hal ini pada akhirnya berimplikasi pada proses pembelajaran yang efektif dan efisien yang dapat mengantarkan peserta didik dapat mencapai tujuan belajar bahkan tujuan hidupnya.




DAFTAR PUSTAKA
William Berkson dan John Wettersten (2003) Psikologi Belajar dan Filsafat Ilmu Karl Popper, terj. Ali Noer Zaman. Yogyakarta: Penerbit Qalam
Suryabrata, Sumadi (1990) Psikologi Pendidikan, Cet. 5. Jakarta: Rajawali Pers
Qomar, Mujamil (2005) Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik. Jakarta: Penerbit Erlangga
Addin Arsyadana, STUDI KOMPARATIF ANTARA TEORI BELAJAR DALAM PERSPEKTIF BARAT DAN ISLAM.  Vol. 24 No. 2 Juli 2015



[1] William Berkson dan John Wettersten, Psikologi Belajar dan Filsafat Ilmu Karl Popper, terj. Ali Noer Zaman, (Yogyakarta: Qalam, 2003), hlm. 6.
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Cet. 5, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hlm. 225.
[3] Addin Arsyadana, Studi Komparatif Antara Teori Belajar. hal 189
[4] Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 95.


Download file di sini

0 komentar:

Posting Komentar

Populer

[PSI B] SENSASI DAN PERSEPSI

BAB I                                                            PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adal...