BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Proses
belajar merupakan suatu kebutuhan dan berperan penting dalam kehidupan manusia.
Hal ini disebabkan manusia terlahir tidak mengetahui apa-apa, ia hanya dibekali
potensi jasmani dan rohani. Maka sangat beralasan jika ada tesis yang
menyatakan bahwa apa dan bagaimana manusia itu dipengaruhi oleh bagaimana ia
belajar. Menurut Berkson dan Wettersten, hal ideal yang seharusnya terjadi
dalam sebuah proses belajar adalah tidak hanya berupa pemindahan (transfer),
tetapi juga transformasi/pengubahan (transformation), baik itu pengetahuan,
keterampilan maupun nilai. Oleh karena itu, belajar harus menyentuh tiga ranah:
kognitif, psikomotorik dan afektif.[1]
Masalah
yang muncul selanjutnya adalah bagaimana proses belajar itu? Dari dulu, proses
belajar telah menjadi pemikiran setiap orang. Akan tetapi, tidak semua orang
yang memikirkan soal ini dapat merumuskan secara gamblang dan jawabannya masih
bersifat spekulatif. Psikologi belajar memasuki babak baru, yaitu masa
eksperimental yang kemudian diikuti dengan teori-teori setelahnya, seperti
connectionism-nya Edward L. Thorndike, cognitivism-nya Jean Piaget, Teori
Gestalt, humanisme dan teori-teori lainnya.[2]Dalam
makalah ini akan membahas mengenai komparasi teori dan konsep belajar menurut
al-quran dengan psikologi barat.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa definisi Belajar?
2.
Bagaimana teori dan konsep belajar dalam al-quran?
3.
Bagaimana teori dan konsep belajar menurut psikologi barat?
4.
Bagaimana komparasi teori dan konsep belajar menurut al-quran dan
psikologi barat?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Belajar
Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang
kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang
ditimbulkan oleh lainnya.
Dalam
konteks pendidikan, hampir semua aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas
belajar. Para Pakar psikologi saling berbeda dalam menjelaskan mengenai cara
atau aktivitas belajar itu berlangsung. Akan tetapi dari beberapa penyelidikan
dapat ditandai, bahwa belajar yang sukses selalu diikuti oleh kemajuan tertentu
yang terbentuk dari pola pikir dan berbuat.
Proses belajar
merupakan suatu kebutuhan dan berperan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini
disebabkan manusia terlahir tidak mengetahui apa-apa, ia hanya dibekali potensi
jasmani dan rohani. Maka sangat beralasan jika ada tesis yang menyatakan bahwa apa
dan bagaimana manusia itu dipengaruhi oleh bagaimana ia belajar.
Belajar
memerlukan keaktifan dari peserta didik maupun pendidik, oleh karena itu baik
pendidik maupun subyek didik harus berinteraksi aktif agar potensi siswa dapat
berkembang seoptimal mungkin.
2.
TEORI DAN KONSEP BELAJAR MENURUT ISLAM
Aktivitas
belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Islam sangat menekankan
terhadap pentingnya ilmu. Al-qur’an dan Al- sunnah mengajak kaum muslimin untuk
mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan (wisdom), serta menempatkan
orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
1.
Berdasarkan Al-Quran
Di dalam
al-Qur’an, kata al-‘ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780
kali. Seperti yang termaktub dalam wahyu
yang pertama turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat
ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat
berupa menyampaikan, menelaah,mencari, dan mengkaji, serta meniliti.
. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ .
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ . أْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَاقْرَ
. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmullah yang paling
pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq/96:1-5).
Menurut Shihab
(1997) iqra’ berasal dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun
inilah lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.
Berbagai makna yang muncul dari kata iqra’ tersebut sebenarnya secara tersirat
menunjukkan perintah untuk melakukan kegiatan belajar, karena dalam belajar
juga mengandung kegiatan-kegiatan seperti mendalami, meneliti, membaca, dn lain
sebagainya.
Allah berfirman
dalam surat Al-Zumar ayat 9 yang berbunyi :
قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Katakanlah : apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang berakallah
yang mampu menerima pelajaran”
Surat Al-Isra’ ayat 36
:
وَلَا تَقْفُ
مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ
أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu membiasakan diri daripada apa yang tidak kamu
ketahui, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan daya nalar pasti akan
ditanya mengenai itu”
Perintah belajar diatas, tentu saja harus dilaksanakan melalui
proses kognitif dalam hal ini, system memori yang terdiri atas memori sensasi,
memori jangka pendek dan memori jangka panjang berperan sangat aktif dan
menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam meraih pengetahuan dan
keterampilan. Islam memendang uman manusia sebagai makhluk yang dilahirkan
dalam keadaan kosong, tak berilmu pengetahuan, namun Tuhan memberikan potensi
yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi demi kemaslahatan umat itu sendiri.
Surat Al-Baqarah ayat 31
٣١. وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى
الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Artinya:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar.
(QS. al-Baqarah: 31) .Ayat ini menunjukan kepada kita bahwa belajar dan
menuntut ilmu itu sangat penting sehingga kita banyak mengetahui sesuatu yang
benar. Para Malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan dari Allah SWT karena
mereka tidak mendapat proses pendidikan dari Allah SWT, berbeda dengan Nabi
Adam as yang bisa menjawab pertanyaan dari Allah SWT karena telah diajarkan
kepadanya. Disinilah letak pentingnya pendidikan bagi umat manusia.
2.
Hadits Nabi
Selain al-Qur’an (firman Allah) yang menganjurkan umat Islam untuk
belajar, di dalam hadis Nabi Muhammad saw. juga memuji pentingnya ilmu dan
orang-orang yang terdidik.Beberapa hadis tentang pentingnya belajar dan
menuntut ilmu, di antaranya adalah sebagai berikut:
عن انس مالك
قال: أطلبوا العلم ولو بالصين فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم
Artinya: Dari Anas ibn Malik berkata ia : “Tuntutlah ilmu walau ke
negeri Cina sekalipun. Sesungguhnya menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap-tiap
Muslim”.
Dalam catatan
sejarah disebutkan bahwa, bangsa Cina telah mengembangkan teknik pembuatan
kertas, pembuatan mesiu, pembuatan jam dan pembuatan kompas. Ini berarti bahwa,
perintah Nabi SAW kepada umat Islam untuk belajar ke negeri Cina mencakup
mempelajari semua pengetahuan Cina tersebut. Penggunaan kertas dalam kehidupan
ilmiah dewasa ini tak bisa dihindari. Kertas diperlukan umat Islam untuk
menulis al-Qur’an, kitab-kitab, Hadis, buku-buku agama, dan buku-buku ilmiah
lainnya. Begitu juga mesiu diperlukan umat Islam untuk mempertahankan diri dari
serangan musuh-musuh mereka. Sementara jam dapat membantu umat Islam mengetahui
waktu shalat dan waktu berbuka puasa serta imsak. Di samping itu juga tidak
kalah pentingnya kegunaan kompas yakni dapat membantu umat Islam dalam menentukan
arah kiblat. Namun karena isnad Hadis Malik ibn Anas ini sangat lemah menurut
para kritikus Hadis, maka Hadis Malik ibn Anas ini hanya bisa dijadikan
pendorong (al-targhib) untuk mempelajari semua pengetahuan teknik tersebut.
Analoginya, umat Islam dewasa ini pun harus mengadopsi ilmu pengetahuan dan
teknoloogi (IPTEK) sebagaimana dikenal di Barat.
Manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi, untuk menjalankan
kepemimpinannya, manusia harus memiliki pengetahuan untuk membantu dirinya
dalam mengelola alam semesta ini. Hidup di dunia maupun bekal di akhirat nanti
harus berilmu, sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
مَن أَرَادَ
الدنيَا فَعَلَيهِ بِالعِلم وَمَن أَرَادَ الاخِرَةَ فَعليهَ بِالعلمَ وَمَن
أَرَادَهُما فَعليهَ بالعلمِ
Artinya:
Barangsiapa yang menginginkan (kebahagian) hidup di dunia maka
hendaklah ia berilmu, dan barangsiapa yang meninginkan (kebahagian) hidup di
akhirat maka hendaklah ia berilmu, dan barangsiapa yang menhendaki
kedua-keduanya maka hendaklah ia berilmu.
Hadits tersebut memberikan pembelajaran kepada kita umat Islam agar
memiliki ilmu pengetahuan baik ilmu pengatahuan agama maupun ilmu pengetahuan
umum. Hadits Rasulullah saw tersebut, dalam pandangan penulis menjelaskan
tentang pentingnya pendidikan bagi umat manusia. Ilmu pengetahuan merupakan
bekal kita untuk hidup di dunia dan akhirat. Tujuan dari proses pendidikan
adalah untuk kesempurnaan dan kemulian manusia itu sendiri. Dan hadits Nabi
Artinya : “Carilah ilmu
sejak dari buaian hingga liang lahat”.
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep, suatu idea, gagasan
pokok islam dalam konsep ini ialah bahwa belajar itu tidak hanya berlangsung di
lembaga-lembaga pendidikan formal seseorang masih dapat memperoleh pengetahuan
kalau ia mau, setelah ia selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga
pendidikan formal. Ditekankan pula bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah
sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Bedasarkan idea
tersebut konsepbelajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajan
berkesinambungan (continuing learning). Dengan terus menerus belajar, seseorang
tidak akan ketinggalan zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama
bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Dengan pengetahuan yang selalu
diperbaharui ini, mereka tidak akan terasing dari generasi muda, mereka tidak
akan menjadi snile atau pikun secara dini, dan tetap dapat memberikan
sumbangannya bagi kehidupan di lingkungannya
3.
Konsep belajar menurut pakar pendidikan Islam
Konsep
adalah gambaran mental dari obyek, suatu pemikiran, ide, suatu gagasan yang
mempunyai derajat kekongkritan, proses ataupun yang diluar bahasa yang
digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Sedangkan belajar adalah
suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya
baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan
psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.
1.
Imam Al-Ghazali
Menurut
Al-Ghazali proses belajar adalah usaha orang itu untuk mencari ilmu karena itu
belajar itu sendiri tidak terlepas dari ilmu yang akan dipelajarinya. Berkaitan
dengan ilmu, Al-Ghazali berpendapat ilmu yang dipelajari dapat dari dua segi,
yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai objek.
Pertama,
sebagai proses, Al-Ghazali megklasifikasikan ilmu menjadi tiga. Pertama ilmu
hissiyah yakni ilmu yang didapatkan melalui penginderaan, misalnya seseorang
belajar melalui alat pendengaran, penciuman, maupun penglihatan. Kedua, ilmu
Aqliyah yakni ilmu yang didapatkan melalui kegiatan berfikir, misalnya masalah
teoritis yang berhubungan dengan hal-hal abstrak maupun non-abstrak. Ketiga,
ilmu Ladunni yakni ilmu yang didapatkan langsung dari Tuhan tanpa melalui
proses penginderaan maupun berfikir melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.
Kedua,
sebagai objek, Al-Ghazali membagi ilmu menjadi tiga macam. Pertama, ilmu
pengetahuan yang tercela secara mutlak baik sedikit maupun banyak seperti
sihir. Kedua, ilmu pengetahuan yang terpuji baik sedikit maupun banyak. Dan
Ketiga, ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji tetapi bila
mendalaminya tercela seperti ilmu ketuhanan, cabang ilmu filsafat. Karena bila
ilmu-ilmu tersebut didalami akan menimbulkan kekufuran.
Menurut
Al-Ghazali ilmu terdiri dari dua jenis, yaitu ilmu kasbi dan ilmu ladunni. Ilmu
asbi adalah cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara
konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan
penemuan. Ilmu Ladunni adalah ilmu yang diperoleh orang-orang tertentu dengan tidak
melalui proses perolehan ilmu pada umumnya tetapi melalui proses pencerahan
oleh hadirnya cahaya ilahi dalam qalbu. Menurut Al-Ghazali pendekatan belajar
dalam menuntut ilmu dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan
ta’lim insani dan ta’lim rabbani.
Pendekatan
ta’lim insani adalah belajar dengan bimbingan manusia. Pendekatan ini merupakan
cara umum yang dilakukan orang, dan biasanya dilakukan dengan menggunakan
alat-alat inderawi yang diakui oleh orang-orang berakal. Taklim Insani dibagi menjadi
2 yaitu:
a.
Proses eksternal melalui belajar mengajar
Dalam
proses belajar mengajar sebenarnya tejadi aktivitas eksplorasio pengetahuan
sehingga menghasikan perubahan-perubahan perilaku. Seorang guru mengeksplorasi
ilmu yang dimilikinya untuk diberikan kepada muridnya, sedangkan murid menggali
ilmu dari gurunya agar ia mendapatkan ilmu.
b.
Proses internal melalui proses tafakur
Tafakur
diartikan dengan membaca realitas dalam berbagai dimensinya wawasan spiritual
dan penguasaan pengetahuan hikmah. Proses tafakur ini dapat dilakukan apabila
jiwa dalam keadaan suci. Dengan membersihkan qalbu dan mengosongkan egoisme dan
keakuannya ke titik nol, maka ia berdiri dihadapan Tuhan, seperti seorang murid
berhadapan dengan seorang guru. Tuhan hadir membukakan pintu kebenaran dan
manusia masuk kedalamnya. Menuntut ilmu harus melalui proses berfikir terhadap
alam semesta karena ilmu itu sendiri merupakan hasil dari proses berfikir.
3. TEORI DAN KONSEP BELAJAR MENURUT PSIKOLOGI BARAT
Secara umum, terdapat tiga aliran psikologi yang mengkaji tentang
teori belajar: behavioristik, kognitif dan humanistik.
a)
Teori Behaviorisme
Menurut Teori
Behavioristik, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati
secara langsung dan terjadi melalui kesaling-terkaitan stimulus-stimulus dan
respons-respons menurut prinsip mekanistik. Cara belajar yang khas ditunjukkan
dengan ”trial and error”, mencoba-coba dan mengurangi kesalahan. Di samping
itu, para behavioris menggunakan reinforcement (peneguh)/ satisfiyer (pembawa
kepuasan). Artinya, individu akan belajar apabila ia melakukan perbuatan yang
mendatangkan reinforcement, jika yang dilakukan tidak mendatangkan
reinforcement, maka perbuatan tersebut tidak akan dilakukannya, bahkan
dihilangkannya.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
b)
Teori Kognitif
Berbeda dengan
teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada
hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian
dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks.
c)
Teori Humanistik
Konsep teori
belajar Humanistik yaitu proses memanusiakan manusia, dimana seorang individu
diharapkan dapat mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali
kemampuannya sendiri untuk diterapkan dalam lingkungan. Proses belajar
Humanistik memusatkan perhatian kepada diri peserta didik sehingga
menitikberatkan kepada kebebasan individu. Teori Humanistik menekankan kognitif
dan afektif memengaruhi proses.Belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Hal yang penting lagi pada proses
pembelajaran Humanisme harus adanya motivasi yang diberikan agar peserta didik
dapat terus menjalani pembelajaran dengan baik. Motivasi dapat berasal dari
dalam yaitu berasal dari diri sendiri, maupun dari guru sebagai fasilitator.
Teori belajar yang diusung behavioristik fokus pada pembentukan
tingkah laku yang tampak melalui hubungan S-R. Sayangnya, aliran ini menjadikan
binatang sebagai obyek eksperimen yang selanjutnya digeneralisasikan kepada
manusia. Akibatnya teori ini menuai kritikan dari berbagai aliran psikologi.
Teori belajar kognitif lebih kepada perbuatan mental yang tidak tampak dengan
mengedepankan insight. Adapun teori belajar humanistik lebih mengedepankan
persepsi manusia dalam proses belajar. Sayangnya, teori-teori di Barat ini saling
bertentangan antara yang satu dengan yang lain.
4.
KOMPARASI TEORI DAN KONSEP BELAJAR MENURUT AL-QURAN DAN PSIKOLOGI
BARAT
Pengetahuan dalam pandangan Barat adalah suatu fakta empiris atau
gagasan rasional yang dibangun oleh individu itu sendiri melalui pengalamannya.
Sedangkan dalam Islam, pengetahuan diistilahkan dengan al-’ilm, yang mempunyai
dua pengertian. Pertama, pengetahuan yang berasal dari wahyu Allah Swt. untuk
mengenal-Nya; dan kedua, pengetahuan yang diperoleh manusia itu sendiri, baik
melalui pengalaman (empiris), rasional dan intuitif. Dari dua pandangan di
atas, maka diketahui bahwa pengetahuan Barat bersifat rasional-empiris, artinya
pengetahuan harus dapat dibuktikan secara empiris dan dapat diterima oleh rasio
manusia. Hal ini tentu saja berbeda dengan Islam yang tidak hanya mengakui
bahwa pengetahuan (’ilm) harus dibuktikan secara empiris dan rasio, melainkan
juga terdapat pengetahuan yang bersifat transenden yang tidak dapat dijangkau
indera maupun akal manusia.[3]
Sumber pengetahuan dalam perspektif Barat berasal dari panca indera
(empirisme) dan akal (rasionalisme). Sementara pengetahuan yang bersumber dari
wahyu dan intuisi yang berada di luar panca indera dan akal manusia ditentang
oleh kebanyakan ilmuwan Barat. Mereka menganggap bahwa intuisi tidak mempunyai
unsur penalaran logis dan pengamatan secara empiris.[4]
Sedangkan dalam Islam, pada dasarnya semua pengetahuan bersumber dari Allah
Swt. yang dijelaskan melalui ayat-ayat-Nya.
Teori belajar Barat lebih menonjolkan pada gejala-gejala yang
berkaitan dengan peristiwa belajar yang dapat diamati dan dibuktikan secara
empiris, diukur secara kuantitatif, dan cenderung bersifat
materialistik-pragmatis. Teori-teori belajar ini hanya memperhatikan aspek
kognitif, afektif, psikomotorik (skills) minus spiritual. Masing-masing teori
ini bertentangan antara yang satu dengan yang lain.
Teori belajar dalam perspektif Islam merupakan kumpulan penjelasan
dan penemuan tentang prinsip-prinsip yang berkaitan dengan peristiwa belajar
yang dibangun berdasarkan pandangan dunia Islam yang bersumber dari al-Qur’an
dan Sunnah, sebagaimana dikembangkan oleh cendikiawan Muslim. Oleh karena itu,
teori belajar ini tidak hanya bersifat rasional-empiris, melainkan juga
bersifat normatif-kualitatif. Dengan demikian, teori belajar dalam Islam
memperhatian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, plus aspek spiritual
dan berorientasi pada pembentukan individu secara holistik.
BAB III
KESIMPULAN
Komparasi antara kedua teori belajar tersebut menunjukkan bahwa
teori belajar Barat lebih menekankan pada peristiwa belajar yang bersifat
rasional-empiriskuantitatif yang bersumber pada pandangan dunia Barat (world
view) sekuler-positifistikmaterialistik. Sedangkan teori belajar Islam tidak
hanya menekankan pada peristiwa belajar yang bersifat rasional-empiris, tetapi
juga memberikan penekanan pada peristiwa belajar yang bersifat
normatif-kualitatif yang berasal dari al-Qur’an dan Sunnah yang dikembangkan
oleh intelektual Muslim berdasarkan pengalaman yang telah teruji efektifitasnya
selama berabad-abad. Sintesa antara kedua teori tersebut memunculkan teori
belajar terpadu yang selaras dengan idealisme Islam yang tetap bersumber kepada
al-Qur’an, Sunnah dan khazanah intelektual Muslim dan mengambil segi positif
dari Barat serta membuang hal-hal yang tidak sesuai dengan idealisme Islam. Hal
ini pada akhirnya berimplikasi pada proses pembelajaran yang efektif dan
efisien yang dapat mengantarkan peserta didik dapat mencapai tujuan belajar
bahkan tujuan hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
William Berkson dan John Wettersten (2003) Psikologi
Belajar dan Filsafat Ilmu Karl Popper, terj. Ali Noer Zaman. Yogyakarta:
Penerbit Qalam
Suryabrata, Sumadi (1990) Psikologi Pendidikan, Cet.
5. Jakarta: Rajawali Pers
Qomar, Mujamil (2005) Epistemologi Pendidikan Islam:
dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik. Jakarta: Penerbit Erlangga
Addin Arsyadana, STUDI KOMPARATIF ANTARA TEORI BELAJAR
DALAM PERSPEKTIF BARAT DAN ISLAM. Vol. 24 No. 2 Juli 2015
[1] William Berkson dan John Wettersten, Psikologi Belajar dan Filsafat
Ilmu Karl Popper, terj. Ali Noer Zaman, (Yogyakarta: Qalam, 2003), hlm. 6.
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Cet. 5, (Jakarta: Rajawali
Pers, 1990), hlm. 225.
[3] Addin Arsyadana, Studi Komparatif Antara Teori Belajar. hal 189
0 komentar:
Posting Komentar