KECERDASAN EMOSI DAN MULTIPLE
INTELLEGENSI
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Ibu Nikmah Rochmawati
Disusun
Oleh :
Muhibatun
Ni’ma Umaroh (1607016005)
Iim Nur Halimah (1607016022)
Maftuh Aqil Al
Fajri (1607016060)
MAHASISWA
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS
PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
TAHUN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan
potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan
diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan
individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Banyak contoh di sekitar
kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar
tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali justru yang
berpendidikan formal lebih rendah, banyak ternyata yang berhasil. Kebanyakan
program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ), padahal diperlukan
pula bagaimana mengembangkan kecerdasan emosi seperti: ketangguhan, inisiatif,
optimism, kemampuan beradaptasi.
Setiap anak dilahirkan dengan membawa potensi yang memungkinkan
mereka untuk menjadi cerdas. Sifat yang menjadi bawaan itu antara lain :
keingintahuan, daya eksplorasi terhadap lingkungan, spontanitas. Teori
kecerdasan ganda (multiple intelligences) memandang kecerdasan tidak hanya
berdasarkan kemampuan logika atau bahasa saja, namun memiliki
kecerdasan-kecerdasan lain yang selama ini tidak menjadi perhatian. Kecerdasan
tidak dilihat sebagai berhasil dengan baik mengerjakan tes atau mengingat
sejumlah tugas tertentu, namun sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan
menghasilkan sesuatu yang berharga dalam lingkungannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari kecerdasan emosi?
2.
Apa saja faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi?
3.
Bagaimana cara meningkatkan kecerdasan emosi?
4.
Apa pengertian multiple intelligences?
5.
Apa saja jenis-jenis multiple intelligences?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kecerdasan Emosi
Dalam pengertian yang populer, kecerdasan sering didefinisikan
sebagai kemampuan mental umum untuk belajar dan menerapkan pengetahuan dalam
manipulasi lingkungan, serta kemmpuan untuk berfikir abstrak. Ada yang
mengatakan bahwa inteligence is a mental adaptation to new circumstances (kecerdasan
adalah adabtasi mental pada keadaan baru). Persyaratan minimal untuk mengatakan
suatu itu merupakan bentuk kecerdasan adalah keterampilan untuk menyelesaikan
masalah yang memungkinkan setiap individu mampu memecahkan kesulitan yang
dihadapi. Jika keterampilan itu sesuai untuk menciptakan produk yang efektif,
harus juga memiliki potensi untuk menemukan dan menciptakan masalah sebagai
dasar untuk memperoleh pengetahuan baru. Kedercasan manusia seharusnya dilihat
dari tiga komponen utama: pertama, kemampuan untuk mengarahkan pikiran
dan tindakan. Kedua, kemampuan utnuk mengubah arah pikiran atau
tindakan. Ketiga,kemampuan untuk mengkritisi pikiran dan tindakan
sendiri.[1]
Emosi dapat diartikan sebagai “setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap”.
Emosi dapat berupa marah, takut, sedih, bahagia, cinta, malu, dan sebagainya yang
merupakan titik tolak bagi nuansa kehidupan emosional kita yang tidak
habis-habisnya. Adapun kelompok emosi dapat dilihat pada uraian sebagai
berikut:
1.
Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal
hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali
paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
2.
Kesedihan: pedih, sedih, muram, melankolis, mengasihi diri,
kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
3.
Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut
sekali, khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut;
sebagai patologi, fobia dan panik.
4.
Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang,
terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi,
kegirangan luar biasa, senang sekali, dan batas ujungnya, mania.
5.
Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
6.
Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana. Jengkel : hina,
jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
7.
Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati
hancur lebur.
Adapun menurut Goleman, kecerdasan emosional (emotional
intelligence) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan
orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain. Seperti
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, keterampilan sosial. Kecerdasan
emosional bukan didasarkan pada kepintaran seorang anak melainkan pada suatu
yang dahulu disebut “karakter” atau “karakteristik pribadi”. Penelitian-penelitian
mutakhir menemukan bahwa keterampilan sosial dan emosional lebih penting bagi keberhasilan
hidup ketimbang kemampuan intelektual.[2]
B.
Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Goleman menjelaskan bahwa
ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi individu yaitu:
1.
Lingkungan keluarga.
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari
emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi melalui ekspresi.
Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan menetap
secara permanen hingga dewasa. Kehidupan emosional yang dipupuk dalam keluarga
sangat berguna bagi anak kelak dikemudian hari.
2.
Lingkungan non keluarga.
Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan pendidikan.
Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental
anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalam suatu aktivitas bermain peran
sebagai seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang
lain.
Menurut
Goleman, kecerdasan emosi dapat dikembangkan, lebih menantang, dan lebih
prospek dibandingkan kecerdasan akademik sebab kecerdasan emosi memberi
kontribusi lebih besar bagi kesuksesan seseorang. Menurut Agustian (2007)
faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kecerdasan emosi yaitu:
1.
Faktor psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola,
mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar
termanifestasi dalam perilaku secara efektif. Menurut Goleman (2007) kecerdasan
emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi
emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak
besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls.
Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa.
Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu
mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu
puasa sunah Senin Kamis.
2.
Faktor pelatihan emosi
Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan
kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang
berujung pada pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang
pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul
begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa sunah Senin Kamis, dorongan, keinginan,
maupun reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu
saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang
terbentuk melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang
jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
3.
Faktor pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk
mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai
bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak
hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada
kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta
menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Pelaksanaan puasa sunah Senin
Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan
kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik individu untuk
memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental,
kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi, sebagai
bagian dari pondasi kecerdasan emosi.[3]
C.
Cara-cara Meningkatkan Kecerdasan Emosi
Untuk meningkatkan kecerdasan emosional dibutuhkan kiat-kiat agar mempermudah
dan memaksimalkan peningkatan tersebut, diantaranya sebagai berikut :
1.
Mengenali emosi diri
Keterampilan ini meliputi kemampuan anda untuk mengidentifikasi apa
yang sesungguhnya anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam
pikiran, anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut
adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi,
kecewa, rasa bersalah, kesepian.
2.
Melepaskan emosi negatif
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan anda untuk memahami
dampak dari emosi negatif terhadap diri anda. Sebagai contoh keinginan untuk
memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat anda mudah
marah ataupun frustasi seringkali justru merusak hubungan anda dengan bawahan
maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi, selama anda dikendalikan
oleh emosi negatif anda, justru anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari
diri anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan
pikiran bawah sadar sehingga anda maupun orang-orang di sekitar anda tidak
menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.
3.
Mengelola emosi diri sendiri
Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik
atau buruk. Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan
untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan
hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan
dan mengelola emosi dapat membantu anda mencapai kesuksesan. Ada beberapa
langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: Pertama, emosi dan
menyadari dukungannya kepada anda. Kedua, berusaha mengetahui pesan yang
disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini
sebelumnya. Ketiga, dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk
menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri
yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang
mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.
4.
Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang
sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri
sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional
(menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati) adalah
landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Ketrampilan memotivasi diri
memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang
yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam
hal apapun yang mereka kerjakan.
5.
Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap
apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih
efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai
komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti.
Ketrampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara
efektif.
6.
Mengelola emosi orang lain
Jika ketrampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam
berhubungan antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain
merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah
makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang
muncul dari interaksi antar manusia.
7.
Ketrampialn mengelola emosi orang lain.
Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang
dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun
hubungan antar pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri
hubungan antar korporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan
antar individu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk
mengelola emosi orang lain.
8.
Memotivasi orang lain
Ketrampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari
ketrampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah
bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi,
mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini
erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan
andal.
Jadi,
sesungguhnya delapan ketrampilan ini merupakan langkah-langkah yang berurutan.
Anda tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau Anda tidak dapat mengenali dan
mengelola emosi diri sendiri. Setelah Anda memiliki kemampuan dalam memotivasi
diri, barulah kita dapat memotivasi orang lain.[4]
D.
Pengertian Multiple Intelligences
Multiple intelligences atau biasa disebut kecerdasan jamak adalah
berbagai keterampilan dan bakat yang dimilki siswa untuk menyelesaikan berbagai
persoalan dalam berbagai pembelajaran. Prof. Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan
majemuk/ganda adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu
produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu. Artinya, setiap
orang jika dihadapkan pada satu masalah, ia memiliki sejumlah kemampuan untuk
memecahkan masalah yang berbeda sesuai dengan konteksnya. Kemampuan
“memecahkan” masalah tidak hanya berkaitan dengan berhasil atau tidaknya
menghitung perkalian, namun juga meliputi kemampuan membentuk suatu tim,
kemampuan untuk mengatur anggota dalam kelompok guna bersama-sama memecahkan
masalah yang sulit, dan lain-lain. Sementara itu “menciptakan suatu produk”
meliputi kemampuan membentuk sesuatu dari lilin (tanah liat), menciptakan suatu
bentuk tarian, dan sebagainya. Sedangkan “bernilai dalam satu latar belakang
budaya tertentu” berkaitan dengan apa dampaknya bagi lingkungan, keuntungan
yang dapat dipetik oleh orang lain. Misalnya, dapat dinikmati keindahannya,
anggota tim dapat bekerja lebih sistematis.[5]
E.
Jenis-jenis Multiple Intelligences
Ada
sembilan kecerdasan jamak atau multiple intelligences, yaitu :
1.
Kecerdasan verbal-linguistik.
Kecerdasaan
verbal-linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa, termasuk bahasa
ibu dan bahasa-bahasa asing, untuk
mengekspresikan apa yang ada didalam pikiran dan memahami orang lain.[6]
Maksudnya bahwa individu yang memiliki kecerdasaan bahasa yang tinggi adalah
orang yang memiliki potensi dalam bercerita, menulis yang lebih baik dari
teman-teman sebayanya, memiliki ingatan akan informasi tentang nama, tempat
atau informasi-informasi yang lebih baik dari yang lain.
Singkatnya,
orang yang memiliki kecerdasan ini seringnya terlihat paling menonjol dalam
menyampaikan pendapatnya juga paling mudah berkomunikasi terhadap orang lain.
Kecerdasaan ini juga menjadikan individu ini memiliki diksi-diksi yang tepat
dalam berinteraksi dengan individu lainnya.
2.
Kecerdasaan logis-matematik.
Kecerdasaan
matematik adalah kemampuan yang berkenaan dengan rangkaian alasan, mengenai
pola-pola dan aturan.[7]
Berfikir induktif, deduktif, dan rasioanl merupakan ciri yang melekat pada
orang yang memiliki kecerdasan logis-matematis. Oleh karena itu, orang yang
kuat dalam kecerdasan ini sangat senang berhitung, bertanya dan melakukan
eksperimen. Dalam mengisi waktu luangnya, orang yang cerdas secara
logis-matematis sering bermain catur, dan mengisi teka-teki yang melibatkan
alasan rasional.
3.
Kecerdasaan visual-spasial.
Kecerdasan
visual-spasial merupakan kecerdasan yang dikaitkan dengan bakat seni, khusunya
seni lukis dan seni arsitektur. Kecerdasan visual-spasial adalah kepekaan pada
garis, warna, bentuk, ruang, keseimbangan, bayangan harmoni, pola, dan hubungan
antar unsur tersebut.[8]
Orang yang memiliki kecerdasan ini, cenderung berpikir dengan gambar dan snagat
baik ketika belajar melalui presentasi visual seperti film, gambar, video, dan
demonstrasi yang emnggunakan alat peraga.
Kecerdasan ini berada pada belahan otak kanan, dan jika terjadi masalah
pada bagian ini menyebabkan adanya gangguan pada kemampuan untuk mengenal
seseorang.
4.
Kecerdasaan jasmaniyah-kinestetik.
Kecerdasan
jasmaniyah-kinestetik adalah kemampuan untuk menggunakan seluruh tubuh dalam
mengekspresikan ide, perasaan, dan menggunakan tangan untuk menghasilkan atau
mentransformasi sesuatu. Kecerdasan ini mencakup keterampilan khusus seperti,
koordinasi, keseimbangan, ketangkatan, kekuatan, fleksibelitas dan kecepatan.
Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan untuk mengontrol gerakan-gerakan
tubuh dan kemmapuan untuk memanipulasi objek.[9] Mereka
juga mampu melakukan tugas dengan baik setelah melihat orang lain melakukannya
terlebih dahulu, kemudian meniru dengan
mengikuti tindakannya.
5.
Kecerdasaan berirama-musik.
Kecerdasan berirama-musik
adalah kapasitas berfikir daalam musik unutk manpu mendengarkan pola-pola dan
mengenal serta mungkin memanipulaisnya. Oarng yang mempunyai kecerdasan musik
yang kuat tidak saja mengingat musik dengan mudah, mereka tidak dapat keluar
adri pemikiran musik dan sellau hadir dimana-mana. Kecerdasan musikal meliputi
kemampuan mempersepsi dan memahami, mencipta dan menyanyikan bentu-bentuk
musikal. Para ahli mengakui bahwa musik merangsang aktivitas kognitif dalam
otak dan mendorong kecerdasan.[10]
Seorang anak
yang memiliki kecerdasan dalam bermusik biasanya senang menyanyi, senang
mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen musik, mampu membaca not
balok/angka, mudah mengingat melodi atau nada, mampu mendengar perbedaan antara
instrumen yang berbeda-beda,mudah menangkap irama dalam suara-suara
disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya
(bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau menghentakkan kaki),
senang mengarang/menulis lagu-lagu atau rap-nya sendiri dan mudah mengingat
fakta-fakta dengan mengarang lagu untuk fakta-fakta tersebut.
6.
Kecerdasaan intrapersonal.
Kecerdasan
intrapersonal dapat didefinisikan sebagai kemampuan memahami diri sendiri dan
bertindak berdasarkan pemahamantersebut. Komponen inti dari kecerdasan
intrapersonal adalah kemampuan memahami diri yang akurat meliputi kekuatan dan
keterbatasan diri, kecerdasan akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen
dan keinginan, serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri.[11]
Seorang anak
yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri biasanya lebih suka
bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka menetapkan serta meraih
sasaran-sasarannya sendiri, mengetahui bagaimana perasaannya dan mengapa
demikian dan seringkali ia menghabiskan waktu hanya untuk merenungkan
dalam-dalam tentang hal-hal yang penting baginya. Anak dengan kecerdasan
intrapersonal biasanya sadar betul akan bidang yang menjadi kemahirannya dan
bidang dimana dia tidak terlalu mahir. Anak seperti ini biasanya sadar betul
akan siapa dirinya dan ia sangat senang memikirkan masa depan dan cita-citanya
di suatu hari nanti.
7.
Kecerdasaan interpersonal.
Kecerdasan
interpersoanl adalah kemampuan memahami pikiran, sikap, dan perilaku orang
lain. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan dengan indikator-indikator yang
menyenangkan bagi orang lain. Anak-anak yang berkembang pada kecerdasan
interpersonal peka terhadap kebutuhan orang lain. Kemampuan untuk dapat
merasakan perasaan orang lain, mengakibatkan anak yang berkembang dalam
kecerdasan ini mudah mendamiakan konflik. Kepekaan ini juga menhantarkan mereka
menjadi pemimpin diantara sebayanya.[12]
Jika seseorang
memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya ia suka mengamati sesama,
mudah berteman, suka menawarkan bantuan ketika seseorang membutuhkan, menikmati
kegiatan-kegiatan kelompok serta percakapan yang hangat dan mengasyikkan,
senang membantu sesamanya yang sedang bertikai agar berdamai, percaya diri
ketika bertemu dengan orang baru, suka mengatur kegiatan-kegiatan bagi dirinya
sendiri dan teman-temannya, mudah menerka bagaimana perasaan sesamanya hanya
dengan mengamati mereka, mengetahui bagaimana cara membuat sesamanya
bersemangat untuk bekerja sama atau bagaimana agar mereka mau terlibat dalam
hal-hal yang diminatinya, lebih suka bekerja dan belajar bersama ketimbang
sendirian, dan senang bersukarela untuk menolong sesama. Anak yang memiliki
kecerdasan interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu
berinteraksi dengan baik dan memiliki empati yang besar terhadap
teman-temannya.
8.
Kecerdasaan naturalistik.
Kecerdasan
naturalistik adalah kemmapuan dalam melakukan kategorisasi dan membuat hirarki
terhadap keadaan organisme seperti tumbuh-tumbuhan, binatang dan alam. Salah
satu ciri yang ada pada anak yang kuat dalam kecerdasan naturalistik adalah
kesenangan meraeka pada alam dan binatang. [13]
Seorang yang
memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka binatang, pandai bercocok
tanam dan merawat kebun di rumah atau di lingkungannya, peduli tentang alam serta
lingkungan. Selain itu ia juga senang berkemah atau mendaki gunung di alam
bebas, senang memperhatikan alam dimanapun dia berada, mudah beradaptasi dengan
tempat dan acara yang berbeda-beda.
9.
Kecerdasaan eksistensial-spiritual.
Kecerdasan
eksistensial-spiritual diyakini sebagai kecerdasan yang paling esensial dalam
kehidupan manusia dibandingkan dengan berbagai jenis kecerdasan lain seperti
kecerdasan intelektual, emosioanal, dan kecerdasan sosial. Kecerdasan spiritual
ini bersandar pada hati dan terilhami sehingga jika seseorang memiliki
kecerdasan spiritual, maka segala sesuatu yang dilakukan akan berakhir dengan
sesuatu yang menyenangkan. Segala sesuatu harus selalu diolah dan di putuskan
melalui peryimabngan yang dalam yang terbentuk dengan menghadirkan pertimbangan
hati nurani.[14]
Misalnya menghayati batal dan haram dalam agama, toleransi, sabar, tawakal, dan
keyakinan akan takdir baik dan buruk. Mengaktualisasikan hubungan dengan Tuhan
berdasarkan keyakinannya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kecerdasan emosional (emotional intelligence) adalah kemampuan
untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dalam hubungan dengan orang lain. Menurut Agustian, faktor-faktor yang
berpengaruh dalam peningkatan kecerdasan emosi yaotu: faktor psikologis, faktor
pelatihan emosi dan faktor pendidikan. Ada beberapa ketrampilan yang merupakan
langkah-langkah yang berurutan dalam meningkatkan kecerdasan emosi. Anda tidak
dapat memotivasi diri sendiri kalau anda tidak dapat mengenali dan mengelola
emosi diri sendiri. Setelah Anda memiliki kemampuan dalam memotivasi diri,
barulah kita dapat memotivasi orang lain. Sedangkan multiple intelligences atau
biasa disebut kecerdasan jamak adalah berbagai keterampilan dan bakat yang
dimilki siswa untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam berbagai
pembelajaran. Ada beberapa jenis multiple intelligences yaitu: kecerdasan
verbal-linguistik, kecerdasaan logis-matematik, kecerdasaan visual-spasial, kecerdasaan
jasmaniyah-kinestetik, kecerdasaan berirama-musik, kecerdasaan intrapersonal,
kecerdasaan interpersonal, kecerdasaan naturalistik dan kecerdasaan
eksistensial-spiritual.
DAFTAR
PUSTAKA
Ginanjar, Ary Agustian.2008. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spritual. Jakarta:
Arga.
Yaumi, Muhammad dan Nurdin Ibrahim. 2016. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences).
Jakarta: Prenadamedia Group.
Zubaidi, Ahmad. 2009. Tes Intelegensi. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Jasmine, Julia. 2016. Metode Mengajar Multiple Intelligences.
Bandung: Nuansa.
Firdaus Daud, Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi
Belajar terhadap Hasil Belajar
Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo, Jurnal Pendidikan
Dan Pembelajaran, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2012.
[1] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 9-10.
[2] Firdaus Daud, Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar
terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo, Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran, Volume 19, Nomor 2, Oktober 2012.
[3] Ary Agustian Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spritual, (Jakarta: Arga, 2008).
[4] Ary Agustian Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spritual, (Jakarta: Arga, 2008).
[5] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 11.
[6] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 13.
[7] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 14.
[8] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 15.
[9] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 16.
[10] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 17.
[11] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 18.
[12] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 20.
[13] Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak (Multiple Intelligences), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 21.
0 komentar:
Posting Komentar