Sabtu, 09 Desember 2017

[PSI A] TEORI HUMANISTIK DAN MOTIVASI BELAJAR UNTUK MEMBANGUN INTERAKSI GURU-SISWA YANG HUMANIS

TEORI HUMANISTIK DAN MOTIVASI BELAJAR UNTUK MEMBANGUN INTERAKSI GURU-SISWA YANG HUMANIS

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas         : Psikologi Pendidikan
Dosen pengampu                                : Nikmah Rochmawati, S.psi, M.si

Hasil gambar untuk logo uin walisongo fpk


Disusun Oleh :

Rise Esa Syahfiar                    (1607016001)
Kholid Aditya Ihza N             (1607016017)
Sri Luluk Setiyowati               (1607016035)



FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang
Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi
ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik.
Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan
relatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang
pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya
kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang bersifat positif tentang
manusia.
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis. Psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistic keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistic. Aliran Psikologi Humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah.

B.       RumusanMasalah
1.      Apa pengertian dari teori Belajar Humanistik?
2.      Bagaimana pandangan tokoh-tokoh mengenai pembelajaran Humanistik?
3.      Bagaimana pengertian motivasi belajar menurut aliran Humanistik?
4.      Bagaimana cara menerapkan teori Humanistik dan motivasi belajar dalam kegiatan pembelajaran agar dapat membangun interaksi guru-siswa yang humanis?
BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori  belajar yang  humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Psikologi Humanistik adalah kritik terhadap behavioristik yang memandang manusia sebagai mesin. Humanistik merubah paradigma tersebut menjadi lebih manusiawi dan dihargai sebagai suatu kesatuan yang utuh.[1]Aliran psikologi ini menekankan pada lima titik perhatian yaitu: perasaan (emosi pribadi dan apresiasi estetik), hubungan sosial (menganjurkan pada persahabatan dan kerjasama, bertanggung jawab) intelek (mempunyai pengetahuan, pemikiran, dan pemahaman, berjuang keras melawan apapun yang mengganggu latihan pikir), aktualisasi diri(penyelidikan bagi realisasi penuh dari kualitas diri seseorang yang paling dalam). Dalam  proses pembelajaran si pembelajar sudah seharusnya berusaha mencapai aktualisasi. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.[2]
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan. Pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Yakni pendekan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan potensi yang mereka  miliki kemudian dikembangkan. Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori ini berusaha memahami perikalu belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.


B.       Tokoh-tokoh teori belajar humanistik
1)      Arthur W. Combs
Beranggapan bahwa belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Dikarenakan makna adalah konsep dasar yang sering digunakan. Yaitu guru tidak dapat memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka.
Dengan demikian guru harus memahami perilaku siswa dengan memahami persepsi  siswa tersebut. Apabila ingin merubah perilaku siswa, guru harus merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Hal yang penting ialah bagaimana membawa persepsi siswa untuk memperoleh makna belajar bagi pribadinya dan materi pembelajaran tersebut  yang menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
Hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan dengan diri, akan makin mudah hal itu terlupakan oleh siswa.
2)      Abraham Maslow
Maslow mengungkapkan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi  kebutuhan yang bersifat hirarkis. Yang didasarkan pada 2 asumsi, yaitu:
·         Suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan
·         Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow  membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu mengajar. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang jika kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi. Aliran humanistik biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga hubungan yang hangat dengan orang lain. [3]
Para pendidik yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendekatan ini mengedepankan  pentingnya  emosi dalam dunia pendidikan.
Hierarki kebutuhan motivasi Maslow menggambarkan motivasi manusiayang berkeinginan untuk bersama  manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan dalam tingkat yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
3)      Carl Rogers
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif(kebermaknan) dan experiental(pengalaman atau signifikasi). Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan pengetahuan terpakai, seperti mempelajari mesin dengan tujuan memperbaiki mobil.
Kualitas belajar experiential  mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada  siswa. Menurut Rogers, yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah  pentingnya guru yang memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran yaitu :
·         Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar, tetapi siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
·         Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
·         Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan  bahan/ ide baru sebagai bahan yang bermakna bagi siswa.

C.    Pengertian Motivasi Belajar menurut pandangan Humanistik
Sebagai tokoh utama aliran Humanisme Abraham Maslow mendefinisikan motivasi sebagai sesuatu yang bersifat konstan (tetap), tidak pernah berakhir, dan bersifat kompleks, dan hal demikian kebanyakan merupakan karakteristik universal pada setiap kegiatan organisme. Motivasi pada dasarnya adalah suatu usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk didalamnnya kegiatan belajar.[4]
Seringkali kata ‘motif’ dan ‘motivasi’ digunakan secara bergantian dalam suatu maksud. Pengertian antara keduanya memang sukar dibedakan secara tegas. Istilah ‘motif’ menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau melakukan sesuatu. Sedangkan ‘motivasi’ adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.8
D. Teori Motivasi dalam Prespektif Humanisme
Dalam teorinya tentang motivasi, Maslow sebagai tokoh utama humanistik mengemukakan ada lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Diantaranya yaitu:
1)                    Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan fisiologis (physiological needs) adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang mendesak pemenuhannya karena berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia. Misalnya : makanan, minuman, air, oksigen, istirahat, tempat berteduh, keseimbangan temperatur, seks dll. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi atau belum terpuaskan, maka individu tidak akan tergerak untuk memuaskan kebutuhan- kebutuhan lain yang lebih tinggi. Sebagai contoh, jika seorang siswa yang sedang lapar, lemas maka ia tidak akan bersemangat untuk belajar bahkan untuk menerima pelajaran dari gurunya karena kondisi fisiknya sedang tidak baik. Pada saat lapar tersebut, ia dikuasai oleh hasrat untuk memperoleh makanan secepatnya. Jika kebutuhan-kebutuhan ini telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang lebih tinggi dan begitu seterusnya. Inilah yang dimaksud Maslow bahwa kebutuhan dasar manusia diatur dalam sebuah hierarki yang bersifat relatif.[5]
2)   Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety Need)
Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang dominan dan menuntut pemuasan, yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety need). Yang dimaksud dengan kebutuhan rasa aman ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari lingkungannya. Dalam kegiatan belajar mengajar misalnya terdapat suatu hukuman yang berwujud pukulan, amarah, kata-kata kasar akan mendatangkan kepanikan dan teror yang luar biasa pada seorang anak, oleh karena itu diperlukan rasa aman dan kasih sayang pada diri anak sehingga merasa betah selama pelajaran berlangsung dan termotivasi untuk mengikuti dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat ditingkatkan bila guru selalu memberikan penghargaan dan umpan balik terhadap tugas-tugas siswa.[6]
3)    Kebutuhan Akan Cinta, Memiliki dan Kasih Sayang (Need for Love and Belongingness)
Kebutuhan ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis, di lingkungan keluarga maupun kelompok masyarakat. Bagi kebanyakan orang, keanggotaan dalam kelompok sering menjadi tujuan yang dominan dan mereka bisa menderita kesepian, terasing dan tak berdaya apabila keluarga, pasangan hidup, atau teman-teman meninggalkannya. Misalnya seseorang yang merantau jauh dari kampung halamannya akan kehilangan ikatan atau rasa memiliki. Keadaan ini bisa mendorongnya untuk membentuk ikatan baru dengan orang-orang atau kelompok tempat ia merantau. Seorang siswa yang berprestasi tiba-tiba dapat tidak mempunyai semangat dalam belajar, dan tidak mempunyai motivasi melakukan sesuatu apabila kebutuhan untuk diakui kelompoknya tidak terpenuhi.[7]


4)    Kebutuhan Akan Harga Diri (Esteem Needs)
Setelah kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang terpenuhi, kebutuhan mendasar berikutnya yang muncul adalah kebutuhan akan harga diri (need for self esteem). Kebutuhan ini meliputi dua hal, yaitu harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi nama baik, prestise, gengsi, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta apresiasi.
Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada individu akan menghasilkan sikap percaya, rasa berharga, rasa mampu, dan perasaan berguna. Sebaliknya, frustasi atau terhambatnya pemuasan kebutuhan akan rasa harga diri akan menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, tak mampu dan tak berguna, yang menyebabkan individu mengalami kehampaan, keraguan, dan memiliki penilaian yang rendah atas dirinya dalam kaitannya dengan orang lain.
5)   Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)
Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan hierarki kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi dalam Maslow. Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan dari individu yang paling tinggi, mengembangkan semua potensi yang ia miliki dan menjadi apa saja menurut kemampuannya. Bentuk aktualisasi diri berbeda pada setiap orang, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan individual.

Apabila kelima tingkatan kebutuhan dasar manusia tersebut di atas digambarkan dalam sebuah hierarki, maka akan terlihat sebagai berikut:







                                                         
                                                 AKTUALISASI DIRI
                                                            

HARGA DIRI
                                                     
                                                     
      CINTA DAN KASIH SAYANG
                 
 RASA AMAN
   

FISIOLOGIS


E. Aplikasi Teori Humanistik dalam Pendidikan

1.    Open Education atau Pendidikan Terbuka
Pendidikan Terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pembimbing. Ciri utama dari proses ini adalah lingkungan fisik kelas yang berbeda dengan kelas tradisional, karena murid bekerja secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam proses ini mensyaratkan adanya pusat-pusat belajar atau pusat-pusat kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan murid mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran, topik-topik, ketrampilan-ketrampilan atau minat-minat tertentu. Pusat ini dapat memberikan petunjuk untuk mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan dapat mencatat partisipasi dan kemajuan murid untuk nantinya dibicarakan dengan guru.[8] Adapun kriteria yang disyaratkan dengan model ini adalah sebagai berikut :
a. Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar,
b. Adanya suasana penuh kasih sayang, hangat, hormat dan terbuka.
 c. Adanya kesempatan bagi guru dan murid untuk bersamasama mendiagnosis peristiwa-peristiwa belajar, artinya murid memeriksa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
 d. Guru mempersepsi  dengan cara mengamati  setiap proses yang dilalui murid dan membuat catatan dan penilaian secara individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
2.      Cooperative Learning  atau Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif memiliki tiga karakteristik :
Adapun teknik-teknik dalam belajar koperatif ini ada 3 macam, yakni :
a. Team games atau turnament
 Dalam teknik ini murid-murid yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda disatukan dalam tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Setelah guru menyajikan bahan pelajaran, lalu tim mengerjakan lembaran-lembaran kerja, saling mengajukan pertanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan menghadapi perlombaan atau turnamen yang diadakan sekali seminggu. Dalam turnamen penentuan anggota tim berdasarkan kemampuan pada minggu sebelumnya. Hasilnya, murid-murid yang berprestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki peluang yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai murid yang berprestasi paling tinggi. Adapun jalannya turnamen adalah para murid secara bergantian mengambil kartu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada kartu itu, yakni pertanyaan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari selama seminggu itu. Pada akhir turnamen, guru menyiapkan lembar berikut tentang tim-tim yang berhasil dan skor-skor tertinggi yang dicapai.
Meskipun keanggotaan tim tetap sama, tetapi tiga orang yang mewakili tim untuk bertanding dapat berubah-ubah atas dasar penampilan dan prestasi masing-masing anggota. Misalnya saat ini prestasi murid rendah dan ia bertanding dengan murid lain yang kemampuannya serupa maka minggu berikutnya ia bisa saja bertanding melawan murid-murid yang berprestasi tinggi manakala ia menjadi lebih baik.
b. Student teams – Achievement Divisions
Teknik ini menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota, akan tetapi kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit, dimana pertanyaanpertanyaan yang diajukan terlebih dulu disusun oleh tim. Skorskor pertanyaan diubah menjadi skor-skor tim, skor-skor yang tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah, disamping itu juga ada skor perbaikan.
c. Jigsaw
Murid dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen, kemudian tim diberi bahan pelajaran. Murid mempelajari bagian masing-masing bersama-sama dengan anggota tim lain yang mendapat bahan serupa. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mengajarkan bagian yang telah dipelajarinya bersama dengan anggota tim lain tersebut, kepada teman-teman dalam timnya sendiri. Akhirnya semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran. Adapun skor yang diperoleh murid dapat ditentukan melalui dua cara, yakni skor untuk masing-masing murid dan skor yang digunakan untuk membuat skor tim.
3. Independent Learning  (Pembelajaran Mandiri)
Pembelajaran Mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut murid menjadi subjek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subjek maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar (murid), mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang harus mempelajari sesuatu hal, metode dan sumber apa saja yang akan digunakan, dan bagaimana cara mengukur keberhasilan upaya belajar yang telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran di tingkat atau level perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian yang tinggi dari peserta didik. Di sini pendidik beralih fungsi menjadi fasilitator proses belajar, bukan sebagai penentu proses belajar. Meski demikian, pendidik harus siap untuk menjadi tempat bertanya dan bahkan diharapkan pendidik betul-betul ahli di bidang yang dipelajari peserta. Agar tidak terjadi kesenjangan hubungan antara peserta dan pendidik, perlu dilakukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan. Perancangan pembelajaran ini merupakan alat fleksibel tetapi efektif untuk membantu peserta didik dalam penentuan tujuan belajar secara individual. Tanggung jawab peserta didik dan pengajar harus dibuat secara eksplisit dalam perancangan pembelajaran. Partisipasi para peserta didik dalam penentuan tujuan belajar akan membuat mereka lebih berkomitmen terhadap proses pembelajaran.
4. Student Centered Learning (Belajar yang Terpusat pada Siswa)
Student Centered Learning  atau disingkat SCL merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan peserta didik secara aktif dan mandiri, serta bertanggung jawab atas pembelajaran yang dilakukan. Dengan SCL peserta diharapkan mampu mengembangkan keterampilan berfikir secara kritis, mengembangkan sistem dukungan social untuk pembelajaran mereka, mampu memilih gaya belajar yang paling efektif dan diharapkan menjadi life-long learner dan memiliki jiwa entrepreneur. Sama seperti model sebelumnya, SCL banyak diterapkan dalam system pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi. Dengan SCL mahasiswa memil iki  keleluasaan untuk mengembangkan segenap potensinya (cipta, karsa dan rasa), mengeksplorasi bidang yang diminatinya, membangun pengetahuan dan mencapai kompetensinya secara aktif, mandiri dan bertanggung jawab melalui proses pembelajaran yang bersifat kolaboratif, kooperatif dan kontekstual.[9]
Adapun metode-metode SCL antara lain :
a.  Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)
Prinsip metode ini adalah mahasiswa belajar dari dan dengan teman-temannya untuk mencapai suatu tujuan belajar dengan secara penuh bertanggung jawab atas hasil pembelajaran yang dicapai.
b.  Competitive Learning  (Pembelajaran Kompetitif)
Prinsip pembelajaran ini adalah memfasilitasi mahasiswa saling
berkompetisi dengan temannya untuk mencapai hasil terbaik. Kompetisi dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Kompetisi individual berarti mahasiswa berkompetisi dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan pencapaian prestasi sebelumnya. Kompetisi kelompok dilakukan dengan membangun kerjasama kelompok untuk dapat mencapai prestasi tertinggi.
d. Case Based Learning  (Pembelajaran Berdasar Kasus)
Prinsip dasar dari metode ini adalah memfasilitasi mahasiswa untuk menguasai konsep dan menerapkannya dalam praktek nyata. Dalam hal ini analisis kasus yang dikuasai tidak hanya berdasarkan common sense  melainkan dengan bekal materi yang telah dipelajari. Pada akhirnya metode ini memfasilitasi mahasiswa untuk berkomunikasi dan berargumentasi terhadap analisis suatu kasus.


















BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Teori  belajar yang  humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Psikologi Humanistik adalah kritik terhadap behavioristik yang memandang manusia sebagai mesin. Humanistik merubah paradigma tersebut menjadi lebih manusiawi dan dihargai sebagai suatu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu teori ini sangat sesuai digunakan dibandingkan dengan teori-teori lainnya, dengan menerapkan teori motivasi dan model pembelajaran yang humanis, sehingga diharapkan dapat memicu semangat belajar bagi para peserta didik.

B.  KRITIK DAN SARkAN
Demikian makalah mengenaiteori humanistik dan motivasi belajar untuk membangun interaksi guru-siswa yang humanis yang dapat pemakalah paparkan.. Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya, pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini memeberikan manfaat bagi pembaca dan juga pemakalah khususnya.












DAFTAR PUSTAKA

-            Supriyadi Ende. (2011). Pendidikan dengan Pendekatan Humanistik. Cianjur: TP.
-            Sukardjo .M. (2009), Landasan Pendidikan Konsep & Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
-            Prawira, PurwaAtmaja. (2013). Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru. Jogjakarta: Ar-Ruzz media.
-            Maslow Abraham. (1993). Motivation  and  Personality,  terj.  Nurul  Iman, Motivasi dan Kepribadian. Bandung: Remaja Rosda Karya.
-            Poerwati Endang, Widodo Nur. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
-            Irawan dkk. (1996) Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar. Jakarta:Universitas Terbuka.
-            Syifa’a Rachmahana Ratna. (2008) Psikologi Humanistik dan Aplikasianya dalam Pendidikan. Vol 1. No. 1.





[1] Ende Supriyadi, Pendidikan dengan Pendekatan Humanistik, (Cianjur: TP, 2011), hlm. 3
[2] M. Sukardjo, Landasan Pendidikan Konsep & Aplikasinya.( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009),hlm. 56
[3] Ibid. Hlm. 59
[4] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Prespektif Baru, (Yogyakarta:Ar-ruzz Media, 2013) hlm. 320
[5] Abraham  Maslow,  Motivation  and  Personality,  terj.  Nurul  Iman, Motivasi dan Kepribadian 1, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm. 43.

[6] Endang Poerwati dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002), hlm. 14.
[7] Irawan dkk., Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar,(Jakarta:Universitas Terbuka,   1996), hlm. 45.
[8] Ratna Syifa’a Rachmahana. Psikologi Humanistik dan Aplikanya dalam Pendidikan. 2008 Vol 1. No. 1. hlm 108
[9] Ibid. hlm 113

Download file di sini

0 komentar:

Posting Komentar

Populer

[PSI B] SENSASI DAN PERSEPSI

BAB I                                                            PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adal...