KREATIVITAS
Disusun guna memenuhi tugas makalah mata kuliah Psikologi
Pendidikan
Dosen Pengampu : Nikmah Rochmawati
Disusun Oleh:
Vira Aulia Rahmah (1607016078)
Khuswatun
Nur Khasanah (1607016082)
PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang selalu melimpahkan segala Rahmat, Taufiq, dan Hidayah, serta
inayahNya kepada kita semua. Sholawat serta salam juga kami haturkan kepada junjungan
kita Nabi agung Muhammad SAW, sehingga pada kesempatan ini kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Psikologi Pendidikan.
Ucapan terima kasih tidak lupa
kamihaturkan kepada Ibu Nikmah Rochmawati selaku dosen pengampu mata kuliah
Psikologi Pendidikan dan teman-teman yang membantu dalam penyusunan makalah
ini. Kami menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi
tata bahasa maupun dalam hal lain.
Oleh karena itu, kami meminta maaf atas
ketidaksempurnaannya dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa
lebih baik lagi dalam membuat makalah ini. Harapan kami mudah-mudahan apa yang
kami susun memberikan manfaat untuk diri sendiri, teman-teman, serta orang
lain.
Semarang,
22 November 2017
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang 1
1.2 Rumusan
Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kreativitas....... 2
2.2 Bentuk-bentuk Kreativitas............ 3
2.3 Mengembangkan Kreativitas.............................. 4
2.4 Lingkungan yang Mengembangkan Kreativitas 5
2.5 Kendala-kendal dalam Mengembangkan Kreativitas 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 11
Daftar Pustaka 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam masa sekarang
dengan kemajuan dan perubahan yang begitu cepat dalam bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan, pendidik tak mungkin dapat meramalkan dengan tepat macam
pengetahuan apa yang akan dibutuhkan seorang anak lewat sepuluh tahun atau
lebih untuk dapat menghadapi masalah-masalah kehidupan apabila ia dewasa. Apa
yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah mengembangkan sikap dan kemampuan
anak didiknya yang dapat membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan di masa
mendatang secara kreatif dan inventif. Menjejalkan bahan pengetahuan
semata-mata tak akan banyak menolong anak didik, karena belum tentu di masa
mendatang ia dapat menggunakan informasi tersebut. Namun apa yang kita amati
dalam masyarakat kita dewasa ini ialah, sebagai mana ditekankan oleh Parnes
(1963), kita menerima begitu banyak intruksi bagaimana melakukan sesuatu
disekolah, dirumah, dan di dalam pekerjaan sehingga kebanyakan dari kita
kehilangan hampir setiap kesmepatan untuk kreatif. Kemampuan kreatif seseorang
sering begitu ditekan oleh pendidikan dan pengalamannya sehingga ia tidak dapat
mengenali potensi sepenuhnya, apalagi mewujudkannya. Pendidikan dapat melakukan banyak untuk
memebantu seseorang mencapai perwujudan dari sepenuhnya, apapun tingkat
kapasitas pembawaannya.
1.2
Rumusan Masalah
1)
Apa
pengertian Kreativitas?
2)
Apa
saja bentuk-bentuk kreativitas itu?
3)
Bagaimana
cara mengembangkan kreativitas itu?
4)
Lingkungan
yang seperti apa yang menunjang perkembangan kreativitas?
5) Apa saja
kendala-kendala dalam mengembangkan kreativitas?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kreativitas
Semakin kita mencari definisi kreativitas, kita akan mengalami
kesulitan. Karena, bila orang kreatif
ditanya mengenai makna kreativitas, dia mampu mengemukakan pandangan kreatifnya
sendiri. Kemampuan kreatifnya atau kemanpuan berpikir kreatifnya itu, akan
menyebabkan individu kreatif itu mampu melahirkan idea atau gagasan baru atau
gagasan kreatif mengenai sesuatu hal yang tengah dibicarakannya itu sendiri.
Kendati demikian,
demi kebutuhan kita memahami pengantar atau makna-makna dasar dari kreativitas,
kita dapat melihat, membaca, memperhatikan, atau merujuk pada pemahaman yang
sudah ada saat ini. Tanpa harus terpakau dengan definisi yang ada, kita dapat
memahami definisi-definisi dari para ahli bidang apa pun, untuk dijadikan
landasan dalam merumuskan pemaknaan kreatif sendiri.
Berdasarkan
pertimbangan itu, kita dapat melihat pemaknaan terhadap kreatifitas itu sangat
beragam. Tetapi, bila disederhanakan, dan ini pun, sesungguhnya tidak tepat
untuk dilakukan, kita dapat melihat kreatifitas itu ke dalam empat aspek.
Pertama, kreatifitas
dimaknai sebagai sebuah kekuatan atau energi (power) yang ada dalam diri
individu. Energi ini menjadi daya dorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu
dengan cara atau untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Dalam kaitan ini, kita
dapat merujuk ada salah satu pendapat mengenai kreatifitas. John Adlair
mengatakan bahwa “Creativity is the faculty of mind and spirit that enables
us to bring into existence, ostensibly out of nothing, something of use, order,
beauty or significance.”
Kedua, kreativitas
dimaknai sebagai sebuah proses. Kreativitas adalah proses mengelola informasi,
melakukan sesuatu atau membuat sesuatu. Kreativitas adalah proses.
Dalam kamus,
kreativitas diartikan “involving the use of skill and the imagination to
produce something new or a work of art”. Kreativitas yaitu melibatkan
penggunaan keterampilan dan imajinasi untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau
sebuah karya seni.
Ketiga, kreativitas
adalah sebuah produk. Penilaian orang lain, terhadap kreativitas seseorang,
akan dikaitkan dengan produknya. Maksud dari produk ini, bisa dalam pengertian produk
pemikiran (ide), karya tulis, atau produk dalam pengertian barang.
Keempat, kreatifitas
dimaknai sebagai person. Kreatif ini, tidak dialamatkan pada produknya, pada
prosesnya, atau pada energinya. Kreatifitas dimaknakan pada individunya.
Berdasarkan informasi itu, dapat disimpulkan bahwa kreativitas
adalah kecerdasan yang berkembang dalam diri individu, dalam bentuk sikap,
kebiasaan, dan tindakan dalam melahirkan sesuatu yang baru dan orisinal untuk
memecahkan masalah. Definisi ini, secara tidak langsung, ingin mengacunya pada
pendekatan system mengenai kreativitas.[1]
Secara etimologis, istilah kreatif berasal dari bahasa Latin. Kata
kreatif sering disinonimkan dengan fantasi, imajinasi, orisinal, inventif,
intuisi, estetis, dan lain sebagainya. Namun dalam perjalanan sejarah, semua
istilah tersebut mengalami pergeseran makna, sehingga kurang tepat untuk
menggambarkan penegertian dari kreatif.
Istilah kreatif,
sekalipun tidak terlepas dari berbagai efek negative dengan perkembangan
masyarakat yang cenderung rasionalis, tetap tidak cukup kuat untuk
menyingkirkan makna kreativitas yang sejati. Selain masih dinilai makna sinonim
dengan inventif yang kaya dengan perasaan, baik yang spontan maupun iluminatif,
istilah kreatif juga dipandang melampaui fantasi maupun imajinasi serta
mencakup seni maupun ilmu, tidak memusuhi rasio, tidak bertentangan dengan
estetik. Singkatnya, istilah kreatif masih bernilai serius dan agung.[2]
Ditinjau dari aspek kehidupan mana pun, kebutuhan
akan kreativitas sangatlah terasa. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa saat
ini kita semua terlibat dalam ancaman maut akan hidup. Kita menghadapi
macam-macam tantangan, baik dalam bidang ekonomi, kesehatan, politik, maupun
dalam bidang budaya sosial.[3]
2.2 Bentuk-bentuk Kreativitas
Meminjam pandangan Boden, kreativitas itu dapat lahir dalam
beberapa bentuk. Tetapi pada umumnya, bentuk kreativitas itu lahir dalam tiga
bentuk.
Pertama, kreativitas
lahir dalam bentuk kombinasi. Orang kreatif adalah mengombinasikan bahan-bahan
dasar yang sudah ada, baik itu ide, gagasan atau produk, sehingga kemudian
melahirkan hal yang baru (novelty).
Kedua, kreativitas
lahir dalam bentuk eksplorasi. Bentuk ini, berupaya melahirkan sesuatu yang
baru, dari sesuatu yang belum tampak sebelumnya. Seperti halnya, Thomas A.
Edison menemukan listrik, atau Newton menemukan teori gravitasi. Mereka itu,
dikategorikan kreatif karena mampu mengeksplorasi hal-hal baru.
Ketiga, yaitu
transformasional. Mengubah dari gagasan kepada sebuah tindakan praktis, atau
dari kultur pada struktur, dari struktur pada kultur, dari fase pada fase
lainnya. Kreativitas lahir, karena mampu menduplikasi atau mentransformasi
pemikiran ke dalam bentuk yang baru.[4]
2.3 Mengembangkan Kreativitas
Lingkungan yang membimbing kondisi kreatif, dapat muncul ketika
individu merasa bebas dari tekanan, aman dan positif (Claxton, 1998). Iklim
tersebut sangat berpengaruh pada perancangan pembelajaran. Perancang
pembelajaran akan menjadi kreatif terutama ketika tugas mereka cukup menarik,
memotivasi dan menantang dan disertai dengan hadirnya perasaan aman. Iklim yang
ada juga harus memberi kesempatan pendidik untuk mengeksplorasi kreativitas,
dalam membentuk cara mengatasi penghalang, menghasilkan gagasan,
mengidentifikasi peluang, membuat penilaian, eksperimen, menggunakan trial and
error. Semua hal tersebut jelas melatih kreativitas, karena sebagai human
being, kita sebenarnya adalah creative being. Ketika kita tidak menciptakan,
kita tidak tumbuh dan belajar. Terdapat sejumlah aspek yang berbeda, dalam
perancangan pembelajaran :
1. Inovasi pribadi sebagai tindakan kreatif. Inovasi bukan hanya
merupakan sesuatu yang secara umum diketahui sebagai hal baru, tetapi sesuatu
yang baru bagi individu, atau tentang transfer dan adaptasi gagasan dari satu
konteks ke konteks lainnya.
2. Kreativitas sebagai kerja yang mampu melewati batasan-batasan
kemampuan menerima di dalam konteks khusus: Termasuk di dalamnya mengambil
resiko.
3. Kreativitas sebagai disain yang mempromosikan gagasan menyeluruh
dari keberhasilan. Kemampuan untuk menghubungkan dan untuk melakukan sesuatu
dengan segala sesuatu yang telah dipelajari, serta menggunakan pengetahuan
tersebut dalam situasi yang lain.
4. Kreativitas sebagai jalan akal keluar dari kompleksitas.
5. McGoldrick (2002), dari penelitiannya, mengemukakan bahwa ada
kondisi-kondisi tertentu yang merangsang kreativitas di dalam proses
perancangan, yaitu, pengetahuan tentang disiplin tertentu, gairah terhadap disiplin
tersebut, minat pada siswa dan pembelajaran, serta masalah-masalah yang ada.
Sejak 1993, Torrance menyatakan bahwa kreativitas adalah salah satu
unsur penting yang akan memungkinkan perubahan institusi pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, Freire dan Macedo menyatakan bahwa sebagai bagian
eksklusif dimensi sosial, politis dan budaya dari pembelajaran dan praktek,
akan timbul ideologi reproduksi kultural yang menghasilkan guru tidak terampil
dan tidak kritis, tanpa banyak pikiran mandiri (Freire& Macedo, 1998). Jika
pendidikan berfungsi untuk mempromosikan kreativitas, maka harus mencerminkan
kenyataan tentang para siswanya, mendiskusikan bagaimana kenyataan ini dapat
digunakan untuk meningkatkan kreativitas, seperti halnya terlibat dalam
aktivitas yang mendorong kreativitas. Anderson (1990) mengeksplorasi lebih
lanjut pentingnya kreativitas dalam pendidikan, dengan mendukung bahwa
pengalaman siswa seharusnya meliputi kesempatan untuk menemukan potensi
seseorang dan mencapai tingkat yang lebih tinggi dari ekspresi kreatif. Hal
tersebut dapat terjadi tergantung pada perancangan pembelajaran dan komitmen
staff akademis untuk memelihara pengembangannya di dalam ruang kelas.[5]
2.4 Lingkungan yang Mendukung Perkembangan
Kreativitas
Dalam membantu anak mewujudkan kreativitasnya, anak
perlu di latih dalam ketrampilan tertentu sesuai dengan minat pribadinya dan di
beri kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta mereka. Pendidik
terutama orang tua perlu menciptakan iklim yang merangsang pemikiran dan
ketrampilan kreatif anak serta sarana prasarana. Tetapi itu tidak cukup.
Disamping perhatian, dorongan dan pelatihan dari lingkungan, perlu ada motivasi
intrinsik pada anak. Minat anak untuk melakukan sesuatu harus tumbuh dari dalam
dirinya sendiri, atas keinginannya sendiri.[6]
1.
Lingkungan
Keluarga
Banyak anak yang
mempunyai potensi intelektual dan kreativitas tinggi tidak berprestasi sesuai
dengan potensi unggulnya karena kurang motivasi untuk belajar. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dan di upayakan adalah:
a.
Ajarkan
anak untuk mengharapkan keberhasilan. Jika orangtua mengharapkan lebih banyak
dari anak, anak juga akan mengharapkan lebih banyak dari dirinya sendiri.
b.
Sesuaikan
pendidikan anak dengan minat dan gaya belajarnya. Anak tidak termotivasi untuk
belajar jika tidak ada hubungan antara bahan pelajaran dan masalah-masalah yang
mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Bahan pelajaran baru benar-benar
dipelajari jika siswa mengalaminya sebagai sesuatu yang berarti.
c.
Anak
harus belajar bahwa diperlukan keuletan untuk mencapai tujuan. Anak harus
belajar tidak hanya untuk melakukan hal-hal yang mudah dan yang disukai, tetapi
juga kegiatan yang memaksa mereka bekerja sekuat tenaga. Anak harus belajar
untuk tekun melanjutkan meskipun sulit.
Dengan demikian mereka sebagai orang dewasa dapat bertahan dari rasa frustasi
dan pekerjaan yang mungkin kurang menantang.
d. Anak harus belajar
menghadapi kegagalan. Keberhasilan akan dicapai anak jika ia belajar menerima
kegagalan sebagai tntangan untuk terus melanjutkan. Jona Salk sebelum menemukan
vaksin untuk polio menghabiskan 98% ari waktunya untuk melakukan tes yang tidak
berhasil, namun ia pantang mundur. Kegagalan menyebabkan perasaan sedih, takut,
dan marah, tetapu untuk dapat berprestasi baik anak harus belajar menerima
perasaan-perasaan itu, dan tetap berusaha sampai akhirnya berhasil.
Dalam
lingkungan keluarga, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
kreativitas seorang anak, diantaranya adalah:
a.
Kebebasan.
Orangtua yang percaya untuk memberikan kebebasan anak cenderung mempunyai anak
kreatif. Mereka tidak otoriter, tidak selalu mengawasi anak, dan mereka tidak
terlalu membatasi kegiatan anak. Mereka juga tidak terlalu cemas mengenai anak
mereka.
b.
Respek.
Anak yang kreatif biasanya mempunyai orangtua yang menghormati mereka sebagai
individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan anak. Anak-anak
ini secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan
sesuatu yang orisinil.
c.
Kedekatan
emosi yang sedang. Kreativitas anak dapat dihambat dengan suasana emosi yang
mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau rasa terpisah. Tetapi keterikatan
emosi yang berlebih juga tidak menunjang pengembangan kreativitas anak, mungkin
karena kurang memberikan kebebasan kepada anak untuk tidak bergantung kepada
orang lain dalam menentukan pendapat atau minat. Anak perlu merasa bahwa ia
diterima dan disayangi tetapi tetap tidak terlalu bergantung pada orang tuanya.
d.
Prestasi,
bukan angka. Orangtua anak kreatif menghargai prestasi anak, mereka mendorong
anak untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karya-karya yang baik.
e.
Orangtua
aktif dan mandiri. Orang tua anak yang kretaif merasa aman dan yakin tentang
diri sendiri, tidak mempedulikan status sosial, dan tidak terlalu terpengaruhi
oleh tuntutan sosial. Mereka juga amat kompeten dan mempunyai banyak minat,
baik di dalam maupun di luar rumah.
f.
Menghargai
kreativitas. Anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orang tua untuk
melakukan hal-hal yang kreatif. [7]
2.
Lingkungan
Sekolah
Semua anak
disekolah memerlukan guru yang baik, tidak hanya siswa berbakat. Guru
menentukan tujuan dan sasaran belajar, membantu pembentukan nilai moral, nilai
sosial memilihkan pengalaman belajar, menentukan metode atau strategi mengajar,
dan yang paling penting menjadi model perilaku bagi ssiswa. Guru mempunyai
dampak yang besar tidak hanya pada prestasi pendidikan anak tetapi juga pada
sikap anak terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Guru dapat
melumpuhkan rasa ingin tahu alamiah, merusak motivasi, harga diri, dan
kreativitas anak. Bahkan guru-guru yang sangat baik dapat mempengaruhi anak
lebihi kuat daripada orang tua karena guru punya lebih banyak kesempatan untuk
merangsang atau menghambat kreativitas anak daripada orangtua. Cara yang paling
baik guru untuk mengembangkan kreativitas siswa adalah dengan mendorong
motivasi intrinsik. Semua anak harus belajar semua bidang ketrampilan di
sekolah, dan banyak anak memperoleh ketrampilan kreati melalui model-model
perpikir dan bekerja kreatif. Motivasi intrinsik akan tumbuh jika guru
memungkinkan anak untuk bisa otonom sampai batas tertentu di kelas. Seorang
guru yang mendorong otonomi anak menggunakan pendekatan memberi gagasan, saran,
dan bimbingan, tetapi tidak memberikan jawaban dan petunju eksplisit dan
hasilnya anak akan menjadi sangat kreatif. Guru memberikan banyak materi dan
dorongan kepada anak untuk bekerja sama bila mungkin dan perlu, tetapi
menekankan bahwa setiap anak mempunyai bakat dan kekuatannya sendiri-sendiri.
Pada umumnya, kelas
yang terbuka mempunyai struktur yang tidak kaku, kurang ada tekanan terhadap
siswa, dan lebih banyak perhatian individual. Pembelajaran yang diindividualkan
didasarkan paa minat dan pengaaman unik siswa. Disamping itu, ruang kelas
hendaknya merangsang secara visual, tanpa mengganggu perhatian, misalnya diisi
dengan berbagai hasil karya siswa, misalnya lukisan, foto, kenangan, patung,
dan karya-karya lain.[8]
2.5 Kendala-kendala dalam mengembangkan kreativitas
Sumber kendala itu dapat bersifat internal, yaitu
berasal dari individu itu sendiri, dan dapat bersifat eksternal, yaitu terletak
pada llingkungan individu baik lingkungan makro (kebuayaan masyarakat) maupun
lingkungan mikro (keluarga, sekolah, teman sebaya).
Kendala atau rintangan dalam menggunakan potensi
kreatif dapat digolongkan menjadi kendala historis, biologis, fisiologis, dan
sosiologis (Shallcross,1985).
1.
Kendala
historis
Ditinjau secara historis ada kurun waktu tertentu
yang merupakan puncak kejayaan kreativitas. Sebaliknya dikenal pula kurun waktu
yang tidak menunjang bahkan menghambat pengembangan kreativitas perorangan
maupun kelompok. Shallcross mencontohkan bahwa di dunia Barat kehidupan pada
zaman Victoria tidak memberikan banyak kebebasan berperilaku, termasuk
pemikiran anggota masyarakatnya.
2.
Kendala
Biologis
Dari sudut tinjau biologis, beberapa pakar
menekankan bahwa kemampuan kreatif merupakan ciri herediter, sementara pakar
lainnya percaya bahwa lingkunganlah menjadi faktor penentu utama. Harus diakui
bahwa gen yang diwarisi berperan dalam menentukan batas-batas intelegensi dan
kreativitas. Faktor pembawaan dapat di ilustrasikan dengan kendi yang formatnya
bermacam-macam, mulai dari yang kecil sampai dengan yang besar. Format kendi
merupakan potensi individu. Ada yang dilahirkan dengan potensi intelegensi dan
kreativitas yang terbatas (kendi kecil), sebagian besar orang memiliki potensi
rata-rata (kendi sedang), dan ada sebagian orang yang mewarisi potensi luar
biasa (kendi besar)
3.
Kendala
Fisiologis
Seseorang dapat mengalami kendala faali karena
terjadi kerusakan otak yang disebabkan penyakit atau kecelakaan. Kemungkikan
lain seseorang menyandang salah satu kelainan fisik yang menghambatnya untuk
mengungkapkan kreativitas.
4.
Kendala
Sosiologis
Lingkungan sosial memiliki dampak terhadap ungkapan
kreatif kita. Setiap masyarakat mempunyai nilai, norma, dan tradisi tertentu,
kegiatan, minat, dan perilaku kolektif. Lingkungan sosial merupakan faktor
utama yang menentuka kemampuan kita untuk menggunakan potensi kreatif dan untuk
mengungkapkan keunikan kita. Ungkapan kreatif melinatkan resiko pribadi. Sering
seseorang mundur dari pernyataan pikiran atau pendapat agar saling diterima.
5.
Kendala
Psikologis
Kendala yang paling utama dan penting mendapat
perhatian pendidik adalah kendala psikologis terhadap perilaku kreatif. Kendala
dapat dirumuskan sebagai faktor atau keadaan yang membatasi, menghalangi atau
mencegah pencapaian sasaran, yang dalam hal ini menghambat perilaku kreatif.
6.
Kendala
Diri Sendiri
Faktor-faktor internal yang dapat menghambat
perilaku kreatif diantaranya adalah pengaruh kebiasaan atau pembiasaan,
perkiraan harapan orang lain, kurangnya usaha dan kemalasan mental, menentukan
sendiri batas-batas yang dalam kenyataan tidak ada dan yang menghambat kinerja
kreatif kita, dan kekauan dan ketidaklenturan dalam berpikir.
Disamping itu, kendala
lainnya adalah bahwa dalam upaya membantu anak merealisasikan potensinya,
sering kita menggunakan cara paksaan agar mereka belajar, penggunaan paksaan
atau kekerasan tidak saja berarti bahwa kita mengancam dengan hukuman atau
memaksakan aturan, tetapi juga bila kita memberikan hadiah atau pujian secara
berlebihan.[9]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Munandar, Utami. 2009.
Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Munandar, Utami. 1999.
Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tabrani, Primadi. 2006.
Kreativitas dan Humanitas. Yogyakarta: Jalasutra.
Momon Sudarman. 2013. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif.
Jakarta: Rajawali Pers.
Imam Setyawan. Jurnal Volume 3 No.2.
Pembelajaran Pendidikan Tinggi dan Pengembangan Kreativitas. Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro.
[1]
Momon Sudarman. 2013. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta:
Rajawali Pers. Hlm: 17
[2]
Primadi Tabrani. 2006. Kreativitas dan Humanitas.Yogyakarta: Jalasutra.
Hlm: 15
[3]
Utami Munandar.2009. Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:Rineka Cipta. Hal.6
[4]
Momon Sudarman. 2013. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta:
Rajawali Pers. Hlm: 25
[5]
Imam Setyawan. Jurnal Pembelajaran Pendidikan Tinggi dan Pengembangan
Kreativitas. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Semarang:2006
[6]
Utami Munandar.1999. Kreativitas dan
Keberbakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.110
[7]
Utami Munandar. 1999. Kreativitas dan
Keberbakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.132.134
[8]
Utami Munandar. 1999. Kreativitas dan
Keberbakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.144-160
0 komentar:
Posting Komentar