Sabtu, 09 Desember 2017

[PSI B] TEORI HUMANISTIK DAN MOTIVASI BELAJAR UNTUK MEMBANGUN INTERAKSI GURU-SISWA YANG HUMANIS

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Teori Humanistik dan Motivasi Belajar untuk Membangun
Interaksi Guru-Siswa yang Humanis
Dosen Pengampu : NIKMAH RAHMAWATI, M.Si.(psi)

Description: E:\ACHE\Logo 3D UIN Walisongo.png

NAMA KELOMPOK :
1.     Mafazah El Nailiyah R.               (1607016076)
2.     Diyaul Aola                                  (1607016077)


JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UIN WALISONGO
2017

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Belajar merupakan suatu proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia hidupdan bekerja menurut apa yang telah dipelajari untuk melakukan perubahan-perubahan diri sehingga tingkah lakunya dapat berkembang. Dikatakan dalam teori belajar humanistik bahwa manusia pada hakikatnya dapat belajar secara alamiah dan  mampu menyesuaikan diri terhadap segala perubahan yang ada atau yang terjadi disekitarnya. Oleh sebab itu, selaku pendidik yang merupakan eksekutor penting dalam proses pembelajaran harus memaknai posisinya sebagai orang tua yang bijaksana yang dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan siswa dalamkegiatan belajarnya, baik secara metodologis maupun berdasarkan materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Jika hal demikian ini dengan baik dipahami oleh guru, maka akan berdampak positif yang tidak hanya bagi guru akan tetapi bagi siswa itu sendiri. Kepada guru tentunya siswa akan bersimpati mengikuti kegiatan pembelajaran dari gurunya. Dan kepadasiswa, akan mudah memahami materi ajar dengan baik karena strategi guru maupun materi pelajaran sesuai dengan panggilan jiwanya. Apalagi pada aspek penerapannya, teori belajar humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta menumbuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajarnya.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian teori belajar humanistic?
2.      Apa pengertian pendidikan dan psikologi pendidikan?
3.      Bagaimana aplikasi teori humanistic dalam pendidikan?
4.      Bagaimana cara memotivasi belajar?


C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian teori belajar humanistic
2.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan dan psikologi pendidikan
3.      Untuk mengetahui aplikasi teori humanistic dalam pendidikan
4.      Untuk mengetahui cara memotivasi belajar





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori belajar Humanistik adalah proses memanusiakan manusia, dimana seorang individu diharapkan dapat mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggalai kemampuannya sendiri untuk diterapkan dalam lingkungan. Teori ini menekankan kognitif dan afektif memengaruhi proses.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.(Uno, 2006: 13)

B.      Pengertian Pendidikan dan Psikologi Pendidikan
1.      Pengertian Pendidikan
Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan ilmish (sciece) mengalami perkembangan terus menerus sebagiamana halnya dengan science. Demikian pula dengan definisi pendidikan juga mengalami perkembangan terus-menerus . sesuai perkembangannya terdapat 3 definisi penididkan yaitu:
a.       Definisi Tradisioanal
Definiisi pendiidkan dinyatakan sebagai “usaha kaum dewasa untuk mendewasakan anak yang belum dewasa” dikatakan sebagai definisi tradisional karena telah berjalan bertahun-tahun bahkan mungkin telah berabad-abad. Kehidupan dan kedewasaan anak ditentukan diarahkan oleh orangtua bahkan pasangan hiduppun ditentukan oleh orangtua. Dengan demikian kedewasaan anakpun ditentukan oleh orangtua. Anak diperssepsikan sebagai objek bukan sebagai subjek, maka pendiidkan yang dilakukan baik oleh orantua ataupun institusi pendiidkan pada hakikatnya merupakan usaha orang dewasa untuk mendewasakan anak yang belum dewasa.
b.      Definisi Transisi
Definisi pendidikan dinyatakan “bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa dalam rangka mencapai kedewasaannya”, dikatakan sebagai deifinisi transisi karena mulai disadari oleh orangtua, guru atuapun pendidik bahwa anak seharusnya diberi kebebasan untuk menentukan dan mengarahkan dirinya sendiri tentang tujaun hidupnya. Perubahan persepsi ahli atau apara filsuf yang terus –menerus menelaah dan meneliti siapa sebenarnya anak itu atau dengan kata lain siapa sebenarnya hakikat anak dan bagaimana sebenarnya hakikat pendidikan. Hasil telaah menunjukkan bahwa anak secara kodrati adalah manusia yang mempunyai kebebasan yang dapat menentukan sendiri arah dan tujuan hidupnya. Maka pendidikan hanylah bersifat bantuan agar arah dan tujuan hidup anak tidak salah atau melenceng  dari arah dan tujuan yang telah ditetapkan anak.
c.       Definisi Modern
Definisi pendidikan dinyatkan: “Proses penyadaran yang terjadi karena interaksi berbagai factor yang menyangkut manusia dan potensinya  serta alam lingkungan dan kemungkina-kemungkinan didalamnya. Didalam proses penyadaran tersebut anak menemukan dirinya dengan keampuhan dan kelemahannya dn menemukan alam lingkungannya dengan kemungkinan dan keterbatasan yang ada, dikatakan sebagai definisi modern karena setelah melalui penela’ahan dan penelitian yang mendalam ternyata anak mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan-kemampuan yang berguna untuk menghadapi tantangan dan maslah-masalah dalam hidupnya.[1]
2.      Pengertian Psikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikan adalah ilmu pengetahuan ilmiah yangmempelajari perilaku penyadaran sehingga terjadi interaksi berbagai factor yang terkait peserta diidk dengan potensinya serta alam lingkungan dengan kemungkinan-kemungkinannya. Dalam proses penyadaran tersebut peserta diidk menenmukan dirinya dengan kelebihan dan kelemahannya dan menemukan alam lingkungannya dengan kemungkinan dan keterbatasan yang ada.[2]
C.     Aplikasi Teori Humanistik dalam Pendidikan
1.      Open Education atau Pendidikan Terbuka
Pendidikan Terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pembimbing. Ciri utama dari proses ini adalah lingkungan fisik kelas yang berbeda dengan kelas tradisional, karena murid bekerja secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam proses ini mensyaratkan adanya pusat-pusat belajar atau pusat-pusat kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan murid mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran, topik-topik, ketrampilanketrampilanatau minat-minat tertentu. Pusat ini dapat memberikan petunjuk untuk mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan dapat mencatat partisipasi dan kemajuan murid untuk nantinya dibicarakan dengan guru (Rumini, 1993).
Adapun kriteria yang disyaratkan dengan model ini adalah sebagai berikut :
a. Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar, artinya berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar harus ada. Murid tidak dilarang untuk bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak dilarang bicara, tidak ada pengelompokan atas dasar tingkat kecerdasan.
b. Adanya suasana penuh kasih sayang, hangat, hormat dan terbuka. Guru menangani masalah-masalah perilaku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan murid yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
c. Adanya kesempatan bagi guru dan murid untuk bersamasama mendiagnosis peristiwa-peristiwa belajar, artinya murid memeriksa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
d.  Pengajaran yang bersifat individual, sehingga tidak ada tes ataupun buku kerja
e. Guru mempersepsi  dengan cara mengamat i  set iap proses yang dilalui murid dan membuat catatan dan penilaian secara individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
f. Adanya kesempatan untuk pertumbuhan professional bagi guru, dalam arti guru boleh menggunakan bantuan orang lain termasuk rekan sekerjanya.
g. Suasana kelas yang hangat dan ramah sehingga mendukung proses belajar yang membuagt murid nyaman dalam melakukan sesuatu.
Perlu untuk diketahui, bahwa penelitian tentang efektivitas model ini menunjukkan adanya perbedaan dengan proses pendidikan tradisional dalam hal kreativitas, dorongan berprestasi, kebebasan dan hasil-hasil yang bersifat afektif secara lebih baik. Akan tetapi dari segi pencapaian prestasi belajar akademik, pengajaran tradisional lebih berhasil dibandingkan poses pendidikan terbuka ini.[3]
2. Cooperative Learning  atau Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif memiliki tiga karakteristik :
a. Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4 – 6 orang anggota), dan komposisi ini tetap selama beberapa minggu.
b. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersi fat  akademik dan melakukannya secara berkelompok.
c. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
Adapun teknik-teknik dalam belajar koperatif ini ada 4 (empat)
macam, yakni :
a. Team games atau turnament
 Dalam teknik ini murid-murid yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda disatukan dalam tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Setelah guru menyajikan bahan pelajaran, lalu tim mengerjakan lembaran-lembaran kerja, saling mengajukan pertanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan menghadapi perlombaan atau turnamen yang diadakan sekali seminggu. Dalam turnamen penentuan anggota tim berdasarkan kemampuan pada minggu sebelumnya. Hasilnya, murid-murid yang berprestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki peluang yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai murid yang berprestasi paling tinggi. Adapun jalannya turnamen adalah para murid secara bergantian mengambil kartu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada kartu itu, yakni pertanyaan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari selama seminggu itu. Pada akhir turnamen, guru menyiapkan lembar berikut tentang tim-tim yang berhasil dan skor-skor tertinggi yang dicapai.
Meskipun keanggotaan tim tetap sama, tetapi tiga orang yang mewakili tim untuk bertanding dapat berubah-ubah atas dasar penampilan dan prestasi masing-masing anggota. Misalnya saat ini prestasi murid rendah dan ia bertanding dengan murid lain yang kemampuannya serupa maka minggu berikutnya ia bisa saja bertanding melawan murid-murid yang berprestasi tinggi manakala ia menjadi lebih baik.
b. Student teams – Achievement Divisions
 Teknik ini menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota, akan tetapi kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit, dimana pertanyaanpertanyaan yang diajukan terlebih dulu disusun oleh tim. Skorskor pertanyaan diubah menjadi skor-skor tim, skor-skor yang tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah, disamping itu juga ada skor perbaikan.
c. Jigsaw
 Murid dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen, kemudian tim diberi bahan pelajaran. Murid mempelajari bagian masing-masing bersama-sama dengan anggota tim lain yang mendapat bahan serupa. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mengajarkan bagian yang telah dipelajarinya bersama dengan anggota tim lain tersebut, kepada teman-teman dalam timnya sendiri. Akhirnya semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran. Adapun skor yang diperoleh murid dapat ditentukan melalui dua cara, yakni skor untuk masing-masing murid dan skor yang digunakan untuk membuat skor tim.
d. Group Investigation
 Disini para murid bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil untuk menanggapi  berbagai macam proyek kelas.  Setiap kelompok membagi tugas tersebut menjadi sub-sub topik yang dibebankan kepada setiap anggota kelompok untuk menelitinya dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Setelah itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas. Berdasarkan penelitian, teknik-teknik belajar kooperatif pada umumnya berefek positif terhadap prestasi akademik. Selain itu teknik ini juga meningkatkan perilaku kooperatif dan altruistic murid. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik ini merupakan teknik mengajar yang efektif untuk mencapai tujuan instruksional kelas.
3. Independent Learning  (Pembelajaran Mandiri)
Pembelajaran Mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut murid menjadi subjek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subjek maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar (murid), mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang harus mempelajari sesuatu hal, metode dan sumber apa saja yang akan digunakan, dan bagaimana cara mengukur keberhasilan upaya belajar yang telah dilaksanakan (Lowry, dalam Harsono, 2007). Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran di tingkat atau level perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian yang tinggi dari peserta didik. Di sini pendidik beralih fungsi menjadi fasilitator proses belajar, bukan sebagai penentu proses belajar. Meski demikian, pendidik harus siap untuk menjadi tempat bertanya dan bahkan diharapkan pendidik betul-betul ahli di bidang yang dipelajari peserta. Agar tidak terjadi kesenjangan hubungan antara peserta dan pendidik, perlu dilakukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan (Harsono, 2007). Perancangan pembelajaran ini merupakan alat fleksibel tetapi efektif untuk membantu peserta didik dalam penentuan tujuan belajar secara individual. Tanggung jawab peserta didik dan pengajar harus dibuat secara eksplisit dalam perancangan pembelajaran. Partisipasi para peserta didik dalam penentuan tujuan belajar akan membuat mereka lebih berkomitmen terhadap proses pembelajaran.
4. Student Centered Learning (Belajar yang Terpusat pada Siswa)
Student Centered Learning  atau disingkat SCL merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan peserta didik secara aktif dan mandiri, serta bertanggung jawab atas pembelajaran yang dilakukan. Dengan SCL peserta diharapkan mampu mengembangkan keterampilan berfikir secara kritis, mengembangkan sistem dukungan social untuk pembelajaran mereka, mampu memilih gaya belajar yang paling efektif dan diharapkan menjadi life-long learner dan memiliki jiwa entrepreneur. Sama seperti model sebelumnya, SCL banyak diterapkan dalam system pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi (Harsono, 2007). Dengan SCL mahasiswa memi l iki  keleluasaan untuk mengembangkan segenap potensinya (cipta, karsa dan rasa), mengeksplorasi bidang yang diminatinya, membangun pengetahuan dan mencapai kompetensinya secara aktif, mandiri dan bertanggung jawab melalui proses pembelajaran yang bersifat kolaboratif, kooperatif dan kontekstual.
Adapun metode-metode SCL antara lain :
a. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)
Prinsip metode ini adalah mahasiswa belajar dari dan dengan teman-temannya untuk mencapai suatu tujuan belajar dengan secara penuh bertanggung jawab atas hasil pembelajaran yang dicapai (Afiatin, 2007). Disini dosen membagi otoritas bersama mahasiswa. Secara detail prosedur yang dilakukan dalam metode ini adalah :
- Dosen menjelaskan topik yang akan dipelajari
- Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 5 – 7 orang
- Dosen membagi sub-sub topik kepada masing-masing kelompok, disertai dengan pertanyaan atau tugas-tugas yang berkaitan dengan masing-masing sub topik
- Dosen meminta masing-masing kelompok mendiskusikan, menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas pada masing-masing sub topik
- Dosen meminta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi atau pekerjaannya dalam kelompok
- Dosen memfasilitasi pembahasan topik secara menyeluruh dalam kelas
b. Collaborative Learning  (Pembelajaran Kolaboratif)
Prinsip dari Pembelajaran Kolaboratif adalah bahwa pembelajaran merupakan proses yang aktif. Mahasiswa mengasimilasi informasi dan menghubungkannya dengan pengetahuan baru melalui kerangka acuan pengetahuan sebelumnya. Pembelajaran memerlukan suatu tantangan yang akan membuka wawasan para mahasiswa untuk secara aktif berinteraksi dengan temannya. Disini mahasiswa akan mendapatkan keuntungan lebih jika mereka saling berbagi pandangan yang berbeda dengan temannya (Afiatin, 2007). Pembelajaran terjadi dalam lingkungan sosial yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan saling bertukar informasi, yang akan memudahkan mahasiswa menciptakan kerangka pemikiran dan pemaknaan terhadap hal yang dipelajari. Mahasiswa ditantang baik secara sosial maupun emosional ketika menghadapi perbedaan perspektif dan memerlukan suatu kemampuan untuk dapat mempertahankan ide idenya. Dengan demikian melalui proses ini mahasiswa belajar menciptakan keunikan kerangka konseptual masing-masing dan secara aktif terlibat dalam proses membentuk pengetahuan.
 Adapun prosedur pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut :
- Dosen menjelaskan topik yang akan dipelajari
- Dosen membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang
- Dosen membagi lembar kasus yang terkait dengan topik yang dipelajari
- Mahasiswa diminta membaca kasus dan mengerjakan tugas yang terkait dengan persepsi dan solusi terhadap kasus
- Mahasiswa diminta mendiskusikan hasil pekerjaannya dalam kelompok kecil masing-masing dan mendiskusikan kesepakatan kelompok
- Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dalam kelas dan meminta kelompok lain untuk memberikan tanggapan.
c. Competitive Learning  (Pembelajaran Kompetitif)
Prinsip pembelajaran ini adalah memfasilitasi mahasiswa saling berkompetisi dengan temannya untuk mencapai hasil terbaik. Kompetisi dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Kompetisi individual berarti mahasiswa berkompetisi dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan pencapaian prestasi sebelumnya. Kompetisi kelompok dilakukan dengan membangun kerjasama kelompok untuk dapat mencapai prestasi tertinggi.
Prosedur proses pembelajaran kompetitif adalah sebagai berikut :
- Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran
- Dosen membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dengan jumlah     anggota 5 – 7 orang
- Dosen menjelaskan prosedur tugas yang akan dikompetisikan dan standar penilaiannya
- Dosen memfasilitasi kelompok untuk dapat mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya
- Masing-masing kelompok menunjukkan kinerjanya
- Dosen memberikan penilaian terhadap kinerja kelompok berdasar standar kinerja yang telah disepakati
d. Case Based Learning  (Pembelajaran Berdasar Kasus)
Prinsip dasar dari metode ini adalah memfasilitasi mahasiswa untuk menguasai konsep dan menerapkannya dalam praktek nyata. Dalam hal ini analisis kasus yang dikuasai tidak hanya berdasarkan common sense  melainkan dengan bekal materi yang telah dipelajari. Pada akhirnya metode ini memfasilitasi mahasiswa untuk berkomunikasi dan berargumentasi terhadap analisis suatu kasus (Afiatin 2007).
Prosedur yang dilakukan dalam metode ini adalah :
- Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang akan digunakan
- Dosen meminta mahasiswa mempelajari konsep dasar yang berkaitan  dengan tujuan pembelajaran, dengan cara membaca buku teks yang membahas materi tersebut.
- Dosen membagikan lembar kasus yang telah dipersiapkan, dimana kasus ini haruslah relevan dengan tujuan dan materi pembelajaran
- Dosen membagikan lembar pertanyaan yang harus dijawab oleh mahasiswa berkaitan dengan pembahasan kasus tersebut. Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga menjadi panduan mahasiswa untuk dapat menganalisis kasus berdasarkan konsep dasar yang telah dipelajari
- Dosen meminta masing-masing mahasiswa mempresentasikan hasil analisis kasusnya. Mahasiswa dan dosen dapat memberikan tanggapan terhadap presentasi yang disajikan. Pada intinya, pembelajaran dengan SCL sangat bertentangan dengan proses pembelajaran konvensional yang cenderung Teacher Centered Instruction, yakni proses pembelajaran yang mengandalkan guru atau dosen sebagai sentralnya. Di sini nampak aplikasi dari aliran humanistik, yang sangat ‘memanusiakan’ peserta didik.[4]

D.    Cara Guru Memotivasi Siswa Untuk Belajar
Disini ada dua cara guru memotivasi siswa untuk belajar yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Yang di maksud dengan Motivasi Intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu diransang dari luar, karena dalam diri setiap individu suadah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai Contoh seseorang yang senang membaca, tidak perlu ada yang menyuruh atau mendorongnya, karena ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. 
Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan untuk menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan, ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah dengan belajar, tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak mungkin menjadi ahli. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi memang motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol atau seremonial. 
            Motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan  berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar. Sebagai Contoh seseorang itu belajar karena tahu besok paginya akan ada ujian dengan harapan akan mendapat nilai yang baik, sehingga ia akan dipuji oleh pacarnya, atau temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung berhubungan dengan esensi apa yang dilakukannya itu.  Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar di mulai dan di teruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak  berkaitan dengan aktifitas belajar.

1.      Cara guru meningkatkan motivasi  intrinsic
Guru harus mengupayakan siswa mereka tertarik dengan bahan yang mereka sajikan dan kemudian menyajikannya dengan memikat yang memuaskan maupun meningkatkan keingin tahuan siswa tetntang bahan itu sendiri . pembahasan tentang beberapa saran untuk melakukan hal-hal ini adalah :
A.    Membangkitkan ketertarikan
Penting sekali meyakinkan siswa tentang pentingnya dan kadar daya tarik bahan yang akan disajikan, untk memperlihatkan (jika mungkin) betapa pengetahuan yang akan di peroleh bagi siswa akan bermanfaat, cara lain meningkatkan daya tarik intrinsik siswa ialah memberi mereka pilihan tentang apa yang akan mereka pelajari atau cara mereka akan mempelajarinya, pilihan tidak perlu tidak terbatas untuk membangkitkan motivasi. Misalnya siswa dapat diberi pilihan bekerja sendiri atau berpasangan.
B.     Mempertahankan keingintahuan
Guru yang mahir akan menggunakan berbagai sarana untuk membangkitkan lebih jauh atau memperthankan keingintahuan terhadap serangkaian pelajaran misalnya guru sering menggunakan peragaan yang mengejutkan dan dibuat se dramatis mungkin.
C.     Mengguakan cara berbagai penyajian yang menarik
Motivasi intrisnsik untuk memepelajari sesuatu akan meningkatkan melalui penggunaan bahan yang menarik dan juga berbagai jenis cara penyajian. Mislanya, guru dapat memeprtahankan  ketertarikan siswa terhadap suaru mata pelajaran dengan menyelang-nyelingi penggunaan film , pengajar tamu dan peragaan dan seterusnya walaupun penggunaan masing-masing sumber daya harus direncanakan dengan seksama untuk memastikan hal itu terfokus pada tujuan pelajaran dan melengkapi kegiatan lain, penggunaan komputer dapat meningkatakan motivasi intrinsik pada siswa. Salah satu sarana yang sangat baik untuk meningkatkan ketertarikan terhadap suatu mata pelajaran ialah menggunakan permainan.
D.    Membantu siswa menentukan sasaran mereka sendiri
Salah satu prinsip mendasar motivasi ialah bahwa orang bekerja lebih keras demi sasaran yang mereka tentukan sendiri daripada sasaran yang ditentukan orang lain, misalnya siswa dapat saja menentukan jumlah minimal buku yang ida harapkan untuk dibaca dirumah atau nilai yang dia harapkan akan diperoleh dalam ujian yang akan datang. Selama ini guru dapat membantu menentukan sasaran yang ambisius tetapi realistis dan akan memuji mereka karena menentukan dan kemudian meraih sasaran mereka.
2.      Cara  guru meningkatkan motivasi ekstrinsik
Guru harus selalu mencoba meningkatkan motivasi intrinsik pada siswa namun pada saat yang sama guru juga harus memberikan perhatian pada insentif ekstrinsik untuk belajar yaitu dengan cara:
A.    Mengungkapkan garapan yang jelas
Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa permintaan yang perlu mereka lakukan bagaimana mereka akan di evaluasi, dan apa saja konsekuensi keberhasilannnya. Sering kegagalan seorang siswa dalam tugas tertentu berasal dari kebingungan tentang apa yang diminta untuk mereka lakukan
B.     Memberikan umpan balik yang jelas
Guru harus memberikan umpan balik yang jelas terhadap siswa atas kinerja bagus atau informasi yang diperoleh guru terhadap pengajaran mereka. Umpan balik tersebut memberitahukan kepada siswa apa yang mereka kerjakan adalah benar sehingga merka tahu apa yang akan mereka kerjakan pada masa mendatang
C.     Memberikan umpan balik dengan segara dan sering
Memberikan umpan balik dengan segera dan sering  juga sangat berperan penting,  umpan balik yang diberikan guru dengan segera dan sering berupa pujian atas apa yang siswa kerjakan itu benar akan menambah semangat dan memotivasi siswa agar giat dalam belajar.[5]
Teori humanistik tentang kebutuhan menurut maslow dalam perspektif psikologi pendidikan
Abraham Maslow adalah salah satu tokoh penting dalam psikologi humanistic. Karirnya dimulai sebagai ahli teori perilaku, tetapi setelah kelahiran putrid pertamanya, dia menolak gagasan bahwa misteri perkembangan anak bisa dijelaskan lewat proses belajar sederhana. Maslow mengembangkan teori motivasi manusia yang tujuannya menjelaskan segala jenis kebutuhan manusia, dan maslow membedakan deficiency needs seperti kebutuhan akan rasa aman, serta being needs seperti keinginan untuk memnuhi potensi diri atau aktualisasi diri.[6] Teori Kebutuhan Maslow, termasuk konsep aktualisasi diri yang ia definisikan sebagai keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau “keinginan untuk menjadi apapun yang seseorang mampu untuk mencapainya.”.Aktualisasi diri ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan, hubungan dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas, humoris, dan mandiri—pada dasarnya, memiliki kesehatan mental yang bagus atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini berarti bahwa pencapaian dari kebutuhan paling penting ini bergantung pada pemenuhan seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk memenuhi kebutuhan ini di akui oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 1 persen orang dewasa yang mencapai aktualisasi diri.
Implikasi Teori Maslow dalam Pendidikannya untuk Belajar
Pentingnya teori kebutuhan maslow dalam pendidikan terletak dalam hubungan antara kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Jelas bahwa siswa yang sangat lapar atau yang dicekam bahaya akan memiliki energi psikologis yang kecil yang dapat dikerahkan. Dengan kata lain ia hampir tidak memiliki motivasi belajar. Sekolah dan lembaga pemerintahan menyadari bahwa apabila kebutuhan dasar siswa tidak dipenuhi, belajar akan terganggu. Dalam kondisi seperti ini, sekolah atau pemerintah dapat mengatasinya dengan menyediakan program makan pagi dan makan siang gratis.

Di sekolah, kebutuhan dasar paling penting adalah kebutuhan akan kasih sayang dan harga diri. Siswa yang tidak memiliki perasaan bahwa mereka dicintai dan mereka mampu, kecil kemungkinannya memiliki motivasi belajar yang kuat untuk mencapai perkembangan ke tingkatnya yang lebih tinggi. Sebagai misal, pencarian pengetahuan dan pemahaman atas upaya mereka sendiri atau kreativitas dan keterbukaan untuk ide-ide baru yang merupakan karakteristik orang-orang yang mencapai aktualisasi diri. Siswa yang tidak yakin bahwa mereka dapat dicintai atau tidak yakin dengan kemampuannya sendiri akan cenderung untuk membuat pilihan yang aman. Guru yang berhasil membuat siswa merasa senang dan membuat mereka merasa diterima dan dihormati sebagai individu, lebih besar peluangnya untuk membantu mereka menjadi bersemangat untuk belajar demi pembelajaran dan kesediaan berkorban untuk menjadi kreatif dan terbuka terhadap ide-ide baru. Apabila siswa dikehendaki menjadi pelajar yang mandiri, mereka harus yakin bahwa guru akan merespon secara adil dan konsisten kepada mereka dan bahwa mereka tidak akan ditertawakan atau dihukum karena murni berbuat kekeliruan.




5.       

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Psikologi humanistik sangat relevan dengan dunia pendidikan, karena aliran ini selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang  ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah.  Dengan adanya perubahan dalam strategi pendidikan dari waktu ke waktu, humanistik memberikan arahan yang signifikan dalam pencapai tujuan yang ingin dicapainya.





DAFTAR PUSTAKA
Syifa’a Rachmahana, Ratna. Jurnal Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Volume 1. No. 1
Alauddin. Jurnal Prinsip dan Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran. Volume 3. No. 1
Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: Permata Puri Media
Mulyadi, Seto, A. M. Heru Basuki dan wahyu Rahardjo. 2016. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Teori-Teori Baru dalam Psikologi. Depok: PT Rajakrafindo Persada
Jarvis, Matt. 2000. Teori-Teori Psikologi. Bandung: Nusa Media



[1] Seto Mulyadi, A. M. Heru Basuki, Wahyu Rahardjo, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Teori-Teori Baru dalam Psikologi (PT Rajagrafindo Persada: 20016) hlm. 1
[2] Ibid hlm.7
[3] Ratna Syifa’a Rachmahana. Psikologi Humanistik dan Aplikanya dalam Pendidikan. Vol 1. No. 1. hlm 108
[4] Ibid hlm 113
[5] Robert E, Slavin. 2011. Psikologi Penndidikan Teori dan Praktik (Jakarta: Permata Puri Media) hlm. 120-124
[6] Matt, Jarvis. 2000. Teori-Teori Psikologi (Bandung: Nusa Media) hlm. 93

Download file di sini

0 komentar:

Posting Komentar

Populer

[PSI B] SENSASI DAN PERSEPSI

BAB I                                                            PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adal...