“DIMENSI BUDAYA DALAM KAJIAN
PSIKOLOGI KOMUNIKASI ”
Disusun Guna Memenuhi:
Mata Kuliah : Psikologi Komunikasi
Dosen Pengampu :
Disusun
oleh:
1.
Nur Maulidiyah ( 1607016014 )
2.
Afina Khoirunnisa ( 1607016020 )
3.
M. Rizky Fatkurrohman ( 1607016031
)
Psikologi 3A
Jurusan
Psikologi
Fakultas
Psikologi dan Kesehatan
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai makhluk sosial, manusia
senantiasa saling berhubungan satu sama lain. Untuk itulah peran komunikasi
dibutuhkan. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi
dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Oleh sebab itu,
menurut dokter Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi sudah
merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernapas.
Sepanjang manusia ingin hidup, maka mereka memerlukan komunikasi.
Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal
sangat heterogen dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa,
agama, bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Tidaklah asing bagi kita sebagai
warga Negara Indonesia dengan adanya perbedaan budaya di kalangan masyarakat
kita ,karena mengingat begitu luasnya wilayah indonesia.
Budaya merupakan suatu cara hidup
yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan
dari generasi ke generasi. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, disitulah dibuktikan bahwa sebenarnya budaya itu juga dipelajari.
Pada kenyataanya seringkali kita
tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan
perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, dan kita biasanya
akan mengalami kesulitan berinteraksi dengan mereka tanpa komunikasi yang padu.
RUMUSAN MASALAH
1.Apa definisi dimensi budaya dan komunikasi antarbudaya?
2.Bagaimana Hubungan antara Komunikasi dan Budaya?
3.Bagaimana faktor pendorong komunikasi antarbuday
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI DIMENSI BUDAYA
Geert Hofstede merupakan seorang sosiolog yang pada tahun 1967 -
1973. Menurut Hofstede, budaya merupakan suatu pemrograman kolektif dari
pikiran yang membedakan anggota suatu kelompok atau kategori orang, dengan yang
lain. Hofstede
menganalisis budaya dari beberapa bangsa dan mengelompokkannya ke dalam
beberapa dimensi. Dimensi budaya menurut Hofstede adalah: Perbandingan budaya
mengandaikan bahwa ada sesuatu yang harus dibandingkan, setiap budaya
sebenarnya tidak begitu unik, setiap
budaya yang paralel dengan kebudayaan lain tidak memiliki makna yang begitu
berarti. Berikut adalah dimensi budaya yang dibangun oleh Hofstede:
1)
Power
Distance (Jarak kekuasaan)
Jarak kekuasaan adalah
mengenai sejauh mana anggota
dalam organisasi serta lembaga tsb menerima kekuasaan dan berharap
penyamarataan dalam pendistribusian kekuasaan.
Orang-orang yang berada dalam small power distance membutuhkan
kesamaan kekuasaan, dan pembenaran untuk ketidaksejahteraan terhadap kekuasaan.
Sedangkan orang-orang dalam large power distance menerima perintah hirarki, dan
mereka telah berada dalam tempatnya masing-masing tanpa perlu adanya
pembenaran.
Contohnya, Indonesia merupakan negara yang menunjukkan jarak
kekuasaan tinggi/large power distance. Terlihat jelas perbedaan secara budaya
maupun politik antara penguasa dengan orang yang tidak punya kuasa. Austria
merupakan negara small power distance, yang di dalamnya terlihat kesamaan
kekuasaan antara penguasa dengan yang tidak punya kuasa.
Dalam masyarakat small power distance, mereka mudah menerima
tanggungjawab. Sementara pada masyarakat large power distance, maka orang lebih
disiplin karena rasa takut akankekuasaan.
2)
Uncertainty
Avoidance (Penghindaran ketidakpastian)
Dimensi ini terkait dengan masyarakat yang merasa tidak nyaman
untuk menghadapi masa depan yang tidak diketahui atau tidak ada kepastian dan
keragu-raguan. Inti pada dimensi ini adalah bagaimana reaksi sebuah masyarakat
terhadap fakta bahwa waktu hanya berjalan satu arah dan masa depan tidak
diketahui serta apakah akan mencoba untuk mengontrol masa depan atau
membiarkannya.
Orang-orang yang memiliki dimensi budaya high uncertainty avoidance
cenderung lebih emosional. Mereka mencoba untuk meminimalkan terjadinya keadaan
yang tidak diketahui atau tidak biasa. Saat terjadi perubahan mereka
menjalaninya dengan hati-hati, langkah demi langkah dengan perencanaan dan
menerapkan hukum serta peraturan yang berlaku.
Sedangkan low uncertainty avoidance menerima dan merasa nyaman
dalam situasi yang tidak terstruktur atau lingkungan yang kerap kali mengalami
perubahan. Mereka mencoba untuk memiliki beberapa aturan dalam aktifitas
mereka. Orang-orang dalam dimensi budaya ini cenderung lebih pragmatis, mereka
jauh lebih toleran terhadap perubahan.
Indonesia bersama Kanada berada di urutan 41/42 dari 53 negara. Ini
berarti Indonesia termasuk dalam low uncertainty avoidance yang tidak takut
dengan perubahan dan lebih toleran terhadap perbedaan pendapat. Sedangkan
Singapura adalah negara yang paling bisa menerima ketidakpastian
1)
Individualism
vs Collectivism (Individualis vs Kolektivitas)
Individualis dan kolektivitas
mengacu pada sejauh mana individu diintegrasikan ke dalam kelompok kelompok
utama menyangkut ikatan di masyarakat.Dalam masyarakat yang individualism,
tekanan atau stres diletakkan dalam permasalahan pribadi, serta menuntut
hak-hak individu. Orang-orang diharapkan untuk membela diri sendiri dan
keluarga mereka. Sedangkan dalam masyarakat collectivism, individu bertindak
terutama sebagai anggota kelompok seumur hidup. Daya kohesifitas yang tinggi
tercipta di dalam kelompok mereka (kelompok di sini tidak mengacu kepada
politik atau negara). Orang-orang memiliki keluarga besar, yang dijadikan
sebagai perlindungan bagi dirinya sehingga loyalitasnya tidak
diragukan.Indonesia berada di urutan 47 dari 53 negara, yang menunjukkan orang
kita cenderung hidup secara berkelompok. Ini cocok dengan semboyan kita: gotong
royong. Sebagai perbandingan negara yang paling individual adalah Amerika
Serikat.
2)
Masculinity
vs Feminimity (Maskulin vs feminim)
Dimensi ini terkait dengan pembagian
dari peran emosi antara wanita dan laki-laki.Masculinity berkaitan dengan nilai
perbedaan gender dalam masyarakat, atau distribusi peran emosional antara
gender yang berbeda. Nilai-nilai dimensi maskulin (masculinity) terkandung
nilai daya saing, ketegasan, materialistik, ambisi dan kekuasaan. Dimensi
feminin (feminimity) menempatkan nilai yang lebih terhadap hubungan dan
kualitas hidup.Dalam dimensi maskulin, perbedaan antara peran gender nampak
lebih dramatis dan kurang fleksibel dibandingkan dengan dimensi feminin yang
melihat pria dan wanita memiliki nilai yang sama, menekankan kesederhanaan
serta kepedulian.Penggunaan terminologi feminin dan maskulin yang mengacu
terhadap perbedaan gender yang jelas tersirat melahirkan kontroversial.
Sehingga beberapa peneliti yang menggunakan perspektif Hofstede (2011) mengganti
terminologi tersebut, misalnya “Kuantitas Hidup” dengan “Kualitas
Hidup”.Indonesia bersama Afrika Barat ada di urutan 30 dan 31 dari 53 negara.
Ini menunjukkan Indonesia dalam posisi sedang-sedang saja. Sebagai perbandingan
yang paling maskulin adalah Jepang dan yang paling feminin adalah Swedia.
Pantaslah Swedia adalah negara dengan tingkat kekerasan terhadap perempuan yang
paling kecil di dunia.
3)
Long
Term vs Short Term Orientation (Orientasi jangka panjang vs Orientasi jangka
pendek).
Hal ini terkait kepada pilihan dari
fokus untuk usaha manusia: masa depan, saat ini, atau masa lalu. Orientasi
jangka panjang dan orientasi jangka pendek menggambarkan fokus dan nilai-nilai
budaya yang menyangkut pola pikir masyarakat.Masyarakat yang berorientasi jangka
panjang (long term orientation) lebih mementingkan masa depan. Mereka mendorong
nilai-nilai pragmatis berorientasi pada penghargaan, status, sikap hemat,
termasuk ketekunan, tabungan dan kapasitas adaptasi.Masyarakat yang memiliki
dimensi orientasi hubungan jangka pendek (short term orientation), terkait
dengan masa lalu dan sekarang, termasuk kestabilan, menghormati tradisi,
menjaga selalu penampilan di muka umum, dan memenuhi kewajiban - kewajiban
sosial.Kebanyakan negara-negara di Asia seperti Cina dan Jepang cenderung
memiliki orientasi jangka panjang, sementara bangsa-bangsa barat cenderung pada
jangka pendek. Dan negara yang sangat tertinggal juga cenderung memiliki
orientasi jangka pendek. (Hofstede G.,2011)[1]
B.
DEFINISI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Kata atau istilah komunikasi dari
bahasa Inggris “communication”. Secara etimologis atau menurut asal katanya
adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata
communis. Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik
bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan
makna.
Kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak
dari kata buddhi, yang berarti
“budi” atau “kaal”. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai “ hal-hal yang
berkaitan dengan budi atau akal”. Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia
Ada dua konsep utama yang mewarnai
komunikasi antarbudaya (interculture
communication), yaitu konsep kebudayaan dan konsep komunikasi. Hubungan
antara keduanya sangat kompleks. Budaya mempengaruhi komunikasi dan pada
gilirannya komunikasi turut menentukan, menciptakan dan memelihara realitas
budaya dari sebuah komunitas/kelompok budaya. Dengan kata lain, komunikasi dan
budaya ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling mempengaruhi
satu sama lain. Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa,
tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut
menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan
kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.
Komunikasi antarbudaya terjadi bila
produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota
suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian,kita segera di hadapkan kepada
masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan di sandi dalam
suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain. Seperti yang telah di
ketahui,budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab
atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap
orang.
Sebenarnya seluruh perbendaharaan
perilaku manusia sangat bergantung pada budaya tempat manusia tersebut
dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya
beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses
budaya. Artinya komunikasi yang ditujukan pada orang atau kelompok lain tak
lain adalah sebuah pertukaran kebudayaan. Misalnya ketika kita berkomunikasi dengan suku Aborigin Australia,
secara tidak langsung kita sedang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu
milik kita untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan lain.
Ø Fungsi komunikasi antar budaya
Fungsi komunikasi antar budaya sendiri dibagi menjadi dua, yaitu
fungsi pribadi dan fungsi sosial.
1.
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi
yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang
individu.
a. Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya
terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan
identitas sosial.
Perilaku
itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa
baik secara verbal
dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri
maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul sukubangsa,
agama,
maupun tingkat pendidikan seseorang.
b. Menyatakan Integrasi Sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah
menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi,
antarkelompok
namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Salah
satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna
yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus
komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator
dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan
prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: “saya
memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan
sebagaimana yang saya kehendaki”. Dengan demikian komunikator dan komunikan
dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.
c. Menambah Pengetahuan
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun
antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan
masing-masing. Sehingga kita tidak hanya mengetahui satu
budaya tetapi kita juga dapat mengetahui budaya lain.
d. Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan
orang lain untuk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang
kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu berfungsi menciptakan hubungan yang
komplementer dan hubungan yang simetris.
2.
Fungsi Sosial
a. Pengawasan
Praktek komunikasi antarbudaya di antara
komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan berfungsi saling mengawasi.
Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan
"perkembangan" tentang lingkungan.
Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa
yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar
kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang
berbeda.
b. Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka
fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu
merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi
menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan,
keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga
menghasilkan makna yang sama.
c. Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi
merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan
suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
d. Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam
proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian
hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di depan Honolulu
Zaw, Honolulu,
Hawai.
Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.
1.
Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi atau yang juga
dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi
penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Contoh dari hambatan komunikasi
antarbudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan
kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang
anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa
orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya
maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat kita lalui.
Hambatan-hambatan tersebut adalah:
1)
Fisik (Physical)
Hambatan komunikasi semacam ini
berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
2) Budaya
(Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik
yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu
dengan yang lainnya.
3) Persepsi
(Perceptual)
Jenis hambatan ini muncul
dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu
hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran
yang berbeda-beda.
4) Motivasi
(Motivational)
Hambatan semacam ini berkaitan
dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang
menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut
sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan
komunikasi.
5)
Pengalaman (Experiantial)
Experiental adalah jenis hambatan
yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama
sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda
dalam melihat sesuatu.
6) Emosi
(Emotional)
Hal ini berkaitan dengan emosi atau
perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka
hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
7) Bahasa
(Linguistic)
Hambatan komunikasi yang berikut
ini terjadi apabila pengirim pesan (sender)dan penerima pesan (receiver)
menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti
oleh penerima pesan.
8)
Nonverbal
Hambatan nonverbal adalah hambatan
komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan
komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan
(receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah
yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja
pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada
penerima pesan.
9)
Kompetisi (Competition)
Hambatan semacam ini muncul apabila
penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya
adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua)
kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang
disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal. [2]
C.
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI DAN BUDAYA.
Mari kita periksa konsep budaya
beserta hubungannya dengan komunikasi secara lebih rinci: Pertama, adalah
sangat membantu untuk mengingatkan kita sendiri bahwa semua sistem
sosial-hubungan, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat berkembang dan
memelihara budaya (Lee Thayer, 1908;47).
Proses yang sama muncul dalam sekelompok maupun organisasi, meski
jumlah orang yang terlibat lebih besar. Saat jaringan komunikasi muncul dan
berubah, pola dan kenyataan yang dibagi pun berkembang. Dalam setiap kejadian
ini, sebagaimana kita telah mengerti, kata-kata khusus, atau frasa-frasa
tertentu, pendekatan kepemimpinan, norma perilaku, atau kesepakatan berpakaian,
muncul sebagai hasil dari komunikasi dan adaptasi mutualistik diantara para
anggota.
Didalam masyarakat, seperti didalam sistem sosial lainnya
komunikasi adalah sarana melalui mana individu-individu menciptakakan, berbagi
dan melanggengkan budaya. Pola komunikasi verbal dan nonverbal yang sama,
orientasi keagamaan, politik, gender, perkawinan, membesarkan anak, suku, dan
sisi kehidupan sosial lainnya adalah juga menjadi bagian dari budaya di setiap
masyarakat.
Budaya yang terdapat pada hubungan, kelompok, organisasi, atau
masyarakat, melayani, fungsi yang sama terkait komunikasi:
·
Menghubungkan
individu satu sama lain
·
Menciptakan
konteks untuk interaksi dan negosiasi antaranggota
·
Memberikan
dasar bagi identitas bersama.
Sebagaimana ditampakkan oleh ketiga aspek diatas, hubungan antara
budaya komunikasi adalah kompleks. Budaya adalah hasil-tambahan dari
kegiatan-kegiatan komunikasi yang berlangsung didalam hubungan, kelompok
organisasi, dan masyarakat. Tentunya, jika tidak karena kapasitas bahasa
simbolis manusia kita tidak akan bisa mengembangkan sebuah budaya bersama. Dan,
tanpa komunikasi besertaa teknologinya, menjadi tidak mungkin untuk
menyampaikan unsur-unsur budaya dari satu tempat ke tempat lain, atau dari satu
generasi ke generasi berikutnya, pada waktu bersamaan, pilihan, pola, dan
perilaku komunikasi perseorangan kita berkembang saat kita beradaptasi kepada
tuntutan[3]
D.
FAKTOR PENDORONG KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Komunikasi
antarbudaya semakin menempati peran yang sangat penting di masa kini karena
terkait dengan sejumlah faktor pendorong. Menurut Samovar et al. (2010: 2),
terdapat sejumlah faktor yang membuat kajian komunikasi antarbudaya semakin
penting, antara lain: 1) globalisasi, 2) konflik inernasional dan masalah
keamanan, 3) kompetisi terhadap sumber daya alam, 4) masalah lingkungan hidup,
5) masalah isu
1.
Globalisai dan Komunikasi AntarBudaya
tidak ada negara di dunia saat ini yang mampu melepaskan diri dari
pengaruh globalisasi, bhakan negara deengan siistem sosial politik tertutup
seklaipun seperti Korea Utara. Fenomena globalisasi dalam konteks politik,
ekonomi, dan budaya saat ini menjadi suatu keniscayaan yang harus dihadapi
setiap negara. Noris dan Inglehart (2009: 6) mendefinisikan globalisasi sebagai
sebuah proses perluasan jaringan yang menciptakan saling ketergantungan
mencakup baatas-batas negara yang kemudian diikuti terjadinya peningkatan arus
ide, modal, barang, layanan, ekologi, dan orang melintasi batas-batas wilayah
suatu negara. Globalisasi disini dipahami bersifat multi dimensi, yang meliputi aspek ekonomi, aspek sosial,
dan dimensi politik seperti penyatuan kerja sama organisasi baik dalam kawasan
regional aupun internasional.
2.
Konflik Internasional dan Masalah Keamanan
Neuliep (2011: 2) menyimpulkan bahwa hanya dengan kemampuan
komunikasi antar budaya-lah sejumlah konflik sosial tersebut dapat dikurangi,
dan hanya dengan kompetensi antarbudaya serta membangun hubungan sosial secara
damai dengan orang lain yang berbeda budaya. Pada titik inilah, dengan bellajar
dimensi-dimensi budaya dan pengaruhnya pada perilaku komunikasi manusia menjadi
sangat penting.
3.
Kompetisi Terkait Kelangkaan Sumber Daya Alam
Kompetensi komunikasi antarbudaya yang memadai dibutuhkan untuk
melakukan proses lobi dan negosiasi di negara-negara yang memiliki latar
belakang budaya yang jauh berbeda. Tanpa memahami nilai budaya setempat, proses
lobi dan negosiasi akan menemui jalan buntu. Pada titik inilah,birokrat
pemerintah maupun pengusaha swasta harus membekali dirinya dengan kompetensi
budaya.
4.
Tantangan Isu Lingkungan
Setiap komunitas budaya selalu memiliki cara pandang yang berbeda
terhadap alam sekitarnya. memahami cara pandang budaya terhadap lingkungan
merupakan kajian ekologi budaya. Thomas menyatakan ekologi budaya menggambarkan
perubahan hubungan antarbudaya dan lingkungan atau jaringan keseluruhan dari
kehidupan manusia melalui adaptasi lingkungan. Ekologi budaya sebagai sebuah
wacana, dapat digunakan untuk apresiasi dialektis dan gerakan bahwa penelitian
antar budaya modern yang bertujuan untuk memahami bagaimana budaya berinteraksi
dengan lingkungan berkaitan dengan bagaimana masyarakat menghadapi dan
memecahkan masalah umum eksistensi manusia.
Identitas budaya tidak selalu menentukan status kesehataan
masyarakat secara langsung, tetapi dapat memengaruhi keputusan mereka tentang
terlibat dalam perilaku yang memengaruhi
status kesehatan mereka, karena identitas budaya membentuk pemahaman masyarakat
terhadap dunia fisik dan sosial dan peran mereka didalamnya, identitas budaya
juga membentuk keyakinan masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, termasuk
kriteria untuk pelabelan diri sebagai sehat atau sakit, tindakan yang diambil
untuk menghindari penyakit, keputusan untuk mencari deteksi dini penyakit. [4]
E. RAGAM DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Secara garis besar ada beberapa ragam dalam
komunikasi yang sangat penting,yang merupakan pijakan dalam komunikasi antar
budaya, yaitu sebagai berikut (Wiryanto,2004:52):
1. Komunikasi intrapribadi (Intrapersonal communication) yaitu
komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang yang berupa proses pengolahan
informasi melalui pancaindra dan system syaraf manusia.
2. Komunikasi antarpribadi (Interpersonal communication) yaitu
kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak
komunikasi nya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil
komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai unik.
Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bias lebih
dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi.
3. Komunikasi kelompok (Group communication) yaitu komunikasi yang
berlangsung diantara anggota suatu kelompok. Menurut Michael Burgoon dan
Michael Ruffner dalam Sendjaja, (1994) sebagaimana di kutip oleh Wiryanto
(2004:52) memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari
tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki
seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga
semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan
akurat.
4. Komunikasi organisasi (Organization communication) yaitu
pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi dalam kelompok formal
maupun informal dari suatu organisasi.
5. Komunikasi massa (Mass communication) yaitu komunikasi massa
dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah audien yang tersebar, heterogen, anonim melalui media massa cetak atau
elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
6. Komunikasi Publik, bentuk komunikasi public ini merupakan bentuk
tambahan yang diambil dari buku ilmu komunikasi : suatu pengantar karya Deddy Mulyana
yang mendefinisikan komunikasi public sebagai komunikasi antara seorang
pembicara dengan sejumlah besar orang (Khalayak). Yang tidak bias dikenali satu
persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato,ceramah atau kuliah
(umum) bebrapa pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi kelompok besar
(large grup communication) untuk komunikasi ini (Mulyana,2005:74)[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Geert Hofstede merupakan seorang sosiolog yang pada tahun 1967 -
1973. Menurut Hofstede, budaya merupakan suatu pemrograman kolektif dari
pikiran yang membedakan anggota suatu kelompok atau kategori orang, dengan yang
lain.
Ada dua konsep utama yang mewarnai
komunikasi antarbudaya (interculture
communication), yaitu konsep kebudayaan dan konsep komunikasi. Hubungan
antara keduanya sangat kompleks. Budaya mempengaruhi komunikasi dan pada
gilirannya komunikasi turut menentukan, menciptakan dan memelihara realitas
budaya dari sebuah komunitas/kelompok budaya.
Dimensi budaya yang dibangun oleh Hofstede diantaranya Power
Distance (Jarak kekuasaan), Uncertainty Avoidance (Penghindaran
ketidakpastian), Individualism vs Collectivism (Individualis vs Kolektivitas),
Masculinity vs Feminimity (Maskulin vs feminim), Long Term vs Short Term
Orientation (Orientasi jangka panjang vs Orientasi jangka pendek)
Hubungan budaya
terkait dengan komunikasi antara lain menghubungkan
individu satu sama lain, menciptakan konteks untuk interaksi dan negosiasi antaranggota, dan memberikan
dasar bagi identitas bersama.
faktorpendorong komunikasi antarbudaya semakin
penting, antara lain: 1) globalisasi, 2) konflik inernasional dan masalah
keamanan, 3) kompetisi terhadap sumber daya alam, 4) masalah lingkungan hidup,
5) masalah isu
DAFTAR PUSTAKA
Deddy,Mulyana dan Rakhmat Jalaluddin. 2003. Komunikasi antarbudaya (panduan berkomunikasi dengan orang-orang
berbeda budaya). Bandung: PT remaja rosdakarya.
Hutagalung,
Inge. 2015. Teori-teori Komunikasi dalam Pengaruh Psikologi.Jakarta: PT.
Indeks.
Kurnia Syah,
Dedi. 2016. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: PT:Remaja Rosdakarya.
journal.stainkudus.ac.id/index.php/komunikasi/article/download/1650/1486
diakses tanggal 5 desember 2017 jam 14.45
https://petrusandung.wordpress.com/2013/04/01/hubungan-antara-komunikasi-dan-budaya diakses tanggal 5 desember 2017 jam 15.00
[1]Inge Hutagalung. Teori-teori
Komunikasi dalam Pengaruh Psikologi.Jakarta: PT. Indeks. 2015. hlm. 105
[2]
Mulyana Deddy, Rakhmat Jalaluddin. Komunikasi
antarbudaya (panduan berkomunikasi dengan orang-orang berbeda budaya). Bandung:
PT remaja rosdakarya, 2003. Hlm. 21-26
[3]https://petrusandung.wordpress.com/2013/04/01/hubungan-antara-komunikasi-dan-budaya
diakses tanggal 5 desember 2017 jam 14.45
[4]Dedi Kurnia Syah. Komunikasi
Lintas Budaya. Bandung: PT:Remaja Rosdakarya. 2016
0 komentar:
Posting Komentar