Sabtu, 09 Desember 2017

[PSI B] KECERDASAN EMOSI DAN MULTIPLE INTELEGENCE

KECERDASAN EMOSI DAN MULTIPLE INTELLIGENCE
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Nikmah Rahmawati, M. Si., Psi.

Disusun Oleh :
1.         Mukhammad Banari Aza         (1507016052)
2.         Nubaela Bahirotin Nur             (1607016068)
3.         Hajar Ummu Fatikh                (1607016071)



PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGOSEMARANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kecerdasan Emosi dan Multiple Intellegensi”  ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan Bu Rahma.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan materi-materi yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Psikologi Pendidikan, serta infomasi dari jurnal yang berhubungan dengan Kecerdasan Emosi dan Multiple Intellegensi, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Psikologi Pendidikan atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah ikut andil dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Kecerdasan Emosi dan Multiple Intellegensi, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Intelegensi merupakan satu konsep yang dipelajari dalam psikologi. Sebagian orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan. Di zaman modern saat ini, masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. Gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan di kelasnya. Bahkan Gambaran ini meluas pada citra fisik, yaitu citra anak yang wajahnya bersih, berpakaian rapi, matanya bersinar, atau berkacamata. Sebaliknya, gambaran anak yang berinteligensi rendah membawa citra seseorang yang lamban berfikir, sulit mengerti, prestasi belajarnya rendah, dan mulut lebih banyak menganga disertai tatapan mata bingung.
Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki  Intelligence Quotient   (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang  bagus. Akan tetapi kenyataannya  dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan prestasi belajar  siswa tidak  setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang  walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu - satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi.   Termasuk juga  dalam hal ini banyak di temukan  fenomena   bahwa  banyak  siswa  yang memiliki  intelegen si tinggi ketika duduk di bangku sekolah tidak bisa mempertahankan prestasi mereka (tidak sukses) ketika  telah berkecimpung dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan kesuksesan   mereka kalah  jika dibandingkan  dengan anak yang dahulunya memiliki  intelegensi sedang, atau bahkan  rendah atau  tidak memiliki pendidikan yang tinggi .
Ada faktor  tertentu   penyebab  terjadinya  fenomena  tersebut.  Menurut Goleman kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan- kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau  Emotional Quotient  (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosi?
2.      Bagaimana kecerdasan emosi dalam peningkatan prestasi belajar?
3.      Apa saja multiple intelligence itu?
4.      Apa saja faktor yang mempengaruhi intelegensi itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient)

1.                  Pengertian Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient)
Para ahli telah banyak yang mengungkapkan pengertian EQ (Emotional Quotient)  antara lain, menurut Salovey dan Mayer yang di kutip oleh Lawrence, mengatakan bahwa: EQ  (Emotional Quotient)  merupakan himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Sebenarnya pada tahun 1920, Thorndike meletakkan dasar- dasar teori EQ (Emotional Quotient), saat ia berbicara tentang teori kecerdasan sosial yang di definisikannya sebagai kemampuan untuk berperilaku bijaksana dalam berhubungan dengan sesama manusia. Namun istilah ini belum diteliti dan dikaji secara mendalam, sampai suatu saat Howardgardner tahun 1983 berbicara tentang apa yang di sebutnya sebagai kecerdasan majmuk. Tampaknya setelah itu, istilah kecerdasan Emosional  (Emotional Intelligence) dikenalkan kembali oleh Psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan Johan Mayer dari University of New Hampshire pada tahun 1990. Namun pengetahuan tentang kecerdasan emosional baru menyebar luas di masyarakat setelah terbitnya buku best seller karya Danial Goleman pada tahun 1995   yang mendefinisikan   Emotional Quotient sebagai kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih - lebihkan kesenagan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdo’a.
Istilah  Emotional Quotient  pada awalnya merupakan pengembangan dari kata emosi yang merujuk pada suatu kecerdasan dalam mengelola emosi secara tepat. Emosi berperan penting karena emosi adalah penyambung hidup bagi kesadaran diri dan kelangsungan diri yang secara mendalam menghubungkan kita dengan diri kita sendiri dan orang lain serta dengan alam dan kosmos.
Lebih jauh Goleman berpendapat bahwa  emosi merujuk pada suatu perasan dan pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak . Emosi juga dapat digambarkan sebagai suatu keadaan jiwa yang bereaksi terhadap lingkungannya ataupun terhadap kamauan internalnya (motivasi) yang diwujudkan dalam bentuk rasa persepsi dan tingkah laku yang tertentu.
Sehingga  dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional  (Emotional Quotient)  adalah kemampuan seseorang untuk mengenali perasaannya sendiri dan orang lain, kemampuan untuk beradaptasi pada situasi dan kondisi yang berbeda dan kemampuan untuk mengendalikan  atau menguasai emosi sendiri atau orang lain pada situasi dan kondisi tertentu serta mampu mengendalikan reaksi serta perilakunya.
Selanjutnya dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.[1]

2.                  Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient) Dalam Peningkatan Prestasi Belajar
Dalam kesehariannya emosi sangat berperan penting dalam kehidupan. Emosi memberi tahu kita tentang hal- hal yang paling utama bagi kehidupan kita, masyarakat, nilai - nilai, kegiatan dan kebutuhan yang memberi kita motivasi, semangat, kendali diri dan kegigihan. Kesadaran dan pengetahuan tentang emosi memungkinkan kita memulihkan kehidupan dan kesehatan kita, melindungi keluarga kita dan meraih keberhasilan dalam pekerjaan kita. Dengan melihat peranan penting emosi dalam kehidupan manusia, maka kemampuan untuk mengelola emosi sangat diperlukan.
Bertitik tolak dari acuan di atas maka emosi manusia adalah wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri tersembunyi dan sensasi emosi. Apabila dipercaya dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain disekitar kita. Kecerdasan emosional bukan merupakan lawan dari kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ, nama keduanya tergabung secara dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kecerdasan di sekolah, di tempat kerja dan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Kecerdasan emosional bukan hanya memunculkan pemikiran intelek yang jernih tetapi juga pekerjaan hati manusia lebih berfokus pada kemampuan menggunakan emosi secara efektif dalam mencapai tujuan.
Dalam proses  pembelajaran, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa pa rtisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan  rational intelligence  yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami  siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan  emotional intelligence siswa.
Secara global, penelitian-penelitian sekarang menemukan bahwa keterampilan sosial dan emosional mungkin lebih penting bagi keberhasilan hidup dari pada  kemampuan intelektual. Termasuk juga dalam hal ini keberhasilan peserta didik dan kesuksesan dalam mencapai prestasi belajarnya tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan intelektual yang tinggi, akan tetapi faktor emosional yang antara lain berupa motivasi  tinggi, empati, kemampuan pengendalian diri sangat menentukan kesuksesan dan prestasi anak didik dalam kehidupannya di masa yang akan datang. Dengan kata lain memiliki EQ (Emotional Quotient) tinggi mungkin lebih penting dalam mencapai keberhasilan dari pada IQ (Intelejency Quotient)  tinggi yang hanya diukur berdasarkan uji standar tehadap kecerdasan kognitif verbal dan non verbal.
Sebagaimana yang di jelaskan Pater Salovey  yang di kutip oleh Lawrence,  membagi aspek- aspek kecerdasan atau bentuk- bentuk perilaku yang mempengaruhi kecerdasan emosi ke dalam lima wilayah utama, dan ketika lima unsur kecerdasan emosional ini dihubungkan dengan pencapaian prestasi belajar siswa, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Kesadaran Diri (mengenali emosi diri)
Kesadaran diri adalah mengenal perasaan, kemampuan dan kelemahan maupun intuisi sendiri yang merupakan dasar dari kecerdasan emosional anak. Anak yang memiliki kesadaran diri akan memiliki tolak ukur dalam menentukan pertimbangan yang berkaitan dengan perbuatan- perbuatan yang berkaitan dengan kemampuan diri. Dengan kesadaran diri yang tinggi akan menuntun anak untuk bisa mengenali dirinya sendiri, mengerti potensi yang dimilikinya, tanpa harus bingung akan cobaan, dan berbagai macam pengaruh dari luar yang tidak sesuai dengan dirinya, sehingga hal ini akan menggiring anak untuk mampu meraih puncak prestasi sebagimana yang telah dia cita- citakan.
2.      Pengaturan Diri (Mengelola Emosi)
Mengelola emosi, atau pengaturan diri adalah kemampuan untuk mengelola kemampuan, kondisi dan sifat diri sendiri, dimana dalam keadaan ini orang yang mampu mengelola emosinya dapat menempatkan emosinya secara proporsional, seperti menghibur diri saat sedih , tidak tergesa- gesa, tidak mudah bosan dan berusaha menghindarkan dirinya dari perilaku yang buruk. Kemampuan dalam mengelola emosi inilah yang harus dimiliki oleh siswa guna mencapai prestasi belajarnya. Siswa yang memiliki intelegensi yang baik, akan te tapi lemah dalam pengelolaan emosinya, dipastikan tidak akan mampu memperoleh prestasi yang tertinggi, karena dia akan mudah bosan ketika terbentur dengan sedikit saja kegagalan, dia juga akan mudah stres dengan berbagaimacam problematika hidup yang berwar na- warni.
3.      Memotivasi Diri
Orang yang term otivasi mempunyai keinginan dan kemauan untuk menghadapi dan mengatasi rintangan- rintangan. Perkembangan kemampuan anak memotivasi diri searah dengan kemampuan anak dalam memecahkan masalah. Dengan memberi pengalaman memecahkan berbagai masalah, anak akan  mempunyai pengalaman yang berguna sebagai problem solving ketika menghadapi maslah berikutnya dan hal ini berlanjut terus menerus. Termasuk dalam hal ini, motivasi untuk terus maju, berkembang, dan mencapai puncak prestasi mutlak dimiliki oleh setiap siswa. Karena tanpa ada motivasi dari dalam diri mereka sendiri, mereka tidak akan menjadi maju dan berubah menuju arah yang lebih baik.
4.      Empati (mengenali emosi orang lain)
Empati adalah kebutuhan emosional anak yang bergantung pada kesadaran emosinya dalam keterampilan bergaul. Siswa yang empatik lebih mampu (peka) menangkap sinyal- sinyal sosial yang tersembunyi dan mengisyaratkan apa- apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Siswa yang empatik lebih mampu dekat dan mengambil hati gurunya daripada siswa yang hanya memiliki keunggulan kecerdasan otaknya saja. Kemampuan empati ini sangatlah di perlukan, karena dengan mengenali emosi orang lain, mampu mengambil hati orang lain, merupkan salah satu langkah untuk memperoleh kesuksesan dan prestasi. Hal ini karena masnusia adalah makhluk sosial, mereka tidak akan mampu hidup sendiri, oleh karena itu untuk menuju kesuksesan hidupnya manusia harus menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.
5.      Keterampilan Sosial (membina hubungan)
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan hasil dari kemampuannya mengelola emosi diri dan emosi orang lain, dan hal ini haruslah di ajarkan kepada peserta didik, karena dengan kemampuannya membina hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya, mualai dari sesama teman belajarnya, dengan gurunya, dengan semua stakeholder yang ada di sekolah maupun dengan orang tua dan masyarakat disekitarnya, maka akan menghantarkan mereka menuju kesuksesan dan pencapaian prestasi baik ketika masih di bangku sekolah maupun ketika sudah hidup di masyarakat nanti.
Banyak kejadian yang ada di masyarakat bahwa anak- anak yang memiliki kwalitas akademik baik, akan tetapi mereka tidak berguna dan seakan- akan ilmunya tidak bermanfaat untuk masyarakat, hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki ketrampilan dalam membina hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya. Mereka hanya sibuk sendiri dengan ilmunya, dan profesinya, tanpa mau mengerti akan orang lain dan lingkungan sosial yang mereka tempati.[2]
 



B.     MULTIPLE INTELLIGENCE
Sejumlah pakar psikologi berpandangan bahwa intelegensi tidak dapat diukur melalui pengukuran kemampuan skolastik saja (kemampuan yang diajarkan di sekolah).Adapun satuan angka yang mereka peroleh atas hasil pengukuran tersebut tersaji dalam satuan IQ (Intelligence Quotient) yang menunjukkan taraf kemampuan seseorang.[3]
Gardner (1983), menjelaskan bahwa intelegensi bukan merupakan suatu konstruk unit tunggal, namun merupakan konstruk sejumlah kemampuan yang masing-masing dapatberdiri sendiri. Menurutnya ada 10 bentuk intelegensi yakni :
1)      Intelligensi bahasa (linguistic) : kemampuan memanipulasi kata-kata dalam bentuk tlisan maupun lisan. Contohnya dalam pembuatan puisi.
2)      Intelligensi logika-matematika (logic-mathematical) : kemampuan dalam segi bentuk angka-angka dan konsep menurut logika.
3)      Intelligensi keruangan (spatial).  Contohnya : pelaut, insinyur dan dokter bedah.
4)      Intelligensi musikal. Contohnya pada intonasi, irama dan harmoni.
5)      Intelligensi kinestetik (bodily kinesthetic). Contoh penari dan atlet.
6)      Intelligensi interpersonal. Contohnya ahli sufi dan agamawan.
7)      Intelligensi intrapersonal (Kemampuan memahami orang lain).
8)      Text Box: 3 ini merupakan tambahan dari GardnerIntelligensi naturalis
9)      Intelligensi spiritual
10)  Intelligensi eksistensial

Hal utama untuk meningkatkan inteligensi adalah dengan menigkatkan kesejahteraan hidup.Hal ini sangat membantu mempengaruhi perkembangan anak dalam suatu keluarga. Karena perkembangan intelligensi bukan sekedar akibat pengaruh aspek genetik yakni hal ynag tidak bisa dipaksakan perkembangan dan pertumbuhannya, maka hal yang bukan genetik masih bisa ditangani dengan caraseperti disebutkan diatas. Untuk membentuk anak yang baik, kondisi kesehatan dan kesejahteraan ibu saat hamil pun bisa berpengaruh pada tingkat intelligensi anak.Namun perlu diperhatikan, meskipun potensi intelligensi seseorag itu tinggi, jika tidak diasah maka tidak akan muncul dengan optimal.[4]

Linguistik
Kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik lisan (misalnya, sebagai seorang orator, pendongeng, atau politisi) maupun tulisan (misalnya, sebagai penyair, penulis naskah drama, editor atau jurnalis). Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk memanipulasi sintaks atau struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, dan dimensi pragmatis atau kegunaan praktis dari bahasa. Beberapa manfaatnya termasuk retorika (menggunakan bahasa untuk meyakinkan orang lain melakukan aksi tertentu), mnemonik (menggunakan bahasa untuk mengingat informasi), penjelasan (menggunakan bahasa untuk menginformasikan), dan metabahasa (mengunakan bahasa untuk membicarakan tentang bahasa itu sendiri).
Logis-matematis
Kemampuan menggunakan angka secara efektif (misalnya, sebagai ahli matematika, akuntan pajak, atau ahli statistik) dan untuk alasan yang baik (misalnya, sebagai seoran ilmuwan, pemrogram komputer, atau ahli logika). Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap pola-pola dan hubungan-hubungan yang logis, pernyataan dan dalil (jika-maka, sebab-akibat), fungsi, dan abstraksi terkait lainnya. Jenis-jenis proses yang digunakan dalam pelayanan kecerdasan logis-matematis mencakup kategorisasi, klasifikasi, kesimpulan, generalisasi, perhitungan dan pengujian hipotesis.
Spasial
Kemampuan untuk memahami dunia visual-spasial secara akurat (misalnya, sebagai pemburu, pramuka, atau pemandu) dan melakukan perubahan-perubahan pada persepsi tersebut (misalnya, sebagai dekorator interior, arsitek, seniman, atau penemu). Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan-hubungan yang ada di antara unsur-unsur ini. Hal ini mencakup kemampuan untuk memvisualisasikan, mewakili ide-ide visual atau spasial secara grafis, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam sebuah matriks spasial.
Kinestetik-tubuh
Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan (misalnya, sebagai aktor, pemain pantomim, atlet, atau penari) dan kelincahan dalam menggunakan tangan seseorang untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya, sebagai seorang perajin, pematung, mekanik, atau ahli bedah). Kecerdasan ini meliputi keterampilan fisik tertentu seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, fleksibilitas, dan kecepatan, serta kapasitas-kapasitas proprioseptif, taktil, dan haptic.
Musikal
Kemampuan untuk merasakan (misalnya, sebagai penikmat musik), membedakan (misalnya, sebagai kritikus musik), mengggubah (misalnya, sebagai komposer), dan mengekspresikan (misalnya, sebagai seorang performer atau pemain musik) bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, nada atau melodi, dan timbre atau warna nada dalam sepotong musik. Seseorang dapat memiliki pemahaman musik yang figural atau “dari atas ke bawah” (global, intuitif), pemahaman musik yang formal atau “dari bawah ke atas” (analitis, teknis), atau keduanya.
Interpersonal
Kemampuan untuk memahami dan membuat perbedaan-perbedaan pada suasana hati, maksud, motivasi, dan perasaan terhadap orang lain. Hal ini dapat mencakup kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, dan gerak tubuh; kemampuan untuk membedakan berbagai jenis isyarat interpersonal; dan kemampuan untuk merespons secara efektif isyarat-isyarat tersebut dalam beberapa cara pragmatis (misalnya, untuk mempengaruhi sekelompok orang agar mengikuti jalur tertentu dari suatu tindakan).


Intrapersonal
Pengetahuan diri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan kemampuan itu. Kecerdasan ini termasuk memiliki gambaran yang akurat tentang diri sendiri (kekuatan dan keterbatasan seseorang); kesadaran terhadap suasana hati dan batin, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan; serta kemampuan untuk mendisiplinkan diri, pemahaman diri dan harga diri.
Naturalis
Keahlian dalam mengenali dan mengklasifikasikan berbagai spesies flora dan fauna, dari sebuah lingkungan individu. Hal ini juga mencakup kepekaan terhadap fenomena alam lainnya (misalnya, formasi-formasi awan, gunung, dll) dan, dalam kasus yang tumbuh di lingkungan perkotaan, kemampuan untuk membedakan benda-benda mati seperti mobil, sepatu, dan sampul CD.
Faktor yang mempengaruhi inteligensi
1.      Faktor pembawaan
Faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir.
2.      Faktor minat dan pembawaan yang khas
Faktor ini merupakan dorongan atau motif bagi perbuatan itu sendiri. Misalnya, seseorang mempunyai minat untuk belajar sesuatu, maka apa yang ia minati itu dapat memberikan motivasi untuk berbuat lebih baik dan lebih giat.
3.      Faktor pembentukan
Faktor ini adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelligensi. Ada dua bentuk pembentukan yakni : sengaja, seperti yang dilakukan disekolah dan pembentukan tidak sengaja misalnya pengaruh alam sekitarnya.
4.      Faktor kematangan
Seperti yang kita ketahui, bahwa manusia seiring berjalannya waktu akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Organ dan jiwa manusia dikatakan telah matang jika telah mampu mengoperasikan fungsinya masing-masing.Kematangan berhubungan denga umur.
5.      Faktor kebebasan
Artinya manusia bebas memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi juga memilih masalah yang dibutuhkannya.[5]

Faktor pembawaan ataupun lingkungan masih menjadi kontroversi. Namun sekarang ini kita lebih kepada konsep heritabilitas (heritability), yaitu konsep mengenai sejauh mana sifat dapat diwariskan. Dengan itu dapat diperoleh variasi suatu sifat yang disebabkan oleh faktor keturunan(herediter) dan sekaligus diketahui besarnya porposi sifat tersebut yang ditentukan oleh lingkungan. Suatu gen disebut dominan ketika ia mengalahkan gen lain, dan gen resesif merupakan gen yang ditekan atau dikalahkan oleh gen lain. Faktor lingkungan sendiri berpengaruh pada individu, proses yang paling dominan yaitu belajar. Apa yang dipelajarinya akan menentukan reaksi terhadap stimulus yang di hadapinya.[6]
Bagi pendidik ada 6 cara untuk menilai kecerdasan multiple siswa, yaitu:
1.      Mengumpulkan dokumen
2.      Melihat catatan-catatan sekolah
3.      Berbicaralah dengan guru lainnya
4.      Berbicaralah dengan orang tua
5.      Bertanya kepada siswa
6.      Mempersiapkan aktivitas-aktivitas khusus[7]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kecerdasan emosional  (Emotional Quotient)  adalah kemampuan seseorang untuk mengenali perasaannya sendiri dan orang lain, kemampuan untuk beradaptasi pada situasi dan kondisi yang berbeda dan kemampuan untuk mengendalikan  atau menguasai emosi sendiri atau orang lain pada situasi dan kondisi tertentu serta mampu mengendalikan reaksi serta perilakunya.
Gardner menjelaskan bahwa intelegensi bukan merupakan suatu konstruk unit tunggal, namun merupakan konstruk sejumlah kemampuan yang masing-masing dapat berdiri sendiri. Jadi, kecerdasan inilah yang juga disebut sebagai multiple intelligence. Yang diantaranya terdiri dari Intelegensi Linguistik, Logis-matematis, Spasial, Kinestetik-tubuh, Musikal, Interpersonal, Intrapersonal dan Naturalis.  
SARAN
Kami berharap, makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Namun, makalah ini sangatlah jauh dari kata sempurna, dan masih sangat perlu diperbaiki karena masih banyak kekurangannya.Oleh sebab itu penyusun dengan senang hati menerima kritik dan saran dari para pembaca untuk memperbaiki makalah ini agar lebih baik lagi.







DAFTAR PUSTAKA
Azwar, MA, Saifuddin, Psikologi Inteligensi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Ed.1. 2002.
Sahadarma,Monty P., Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, Jakarta : Pustaka Populer Obor, 2003.
Armstrong, Thomas. Kecerdasan Multipel di Dalam Kelas Edisi Ketiga. (USA: Published by the Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD). 2009.
Jurnal “KECERDASAN EMOSIONAL (EMOTIONAL QUOTIENT) DALAM
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR” oleh Asna Andriani. STAI Muhammadiyah Tulungagung. Dipublikasi Juni 2014.
http://jimmyandrio.blogspot.com/2013/09/makalah-psiologi-pendidikan.html. Diakses pada 13 November 2017 pukul 16.00 WIB.





[1] Jurnal “KECERDASAN EMOSIONAL (EMOTIONAL QUOTIENT) DALAM
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR” oleh Asna Andriani. STAI Muhammadiyah Tulungagung. Dipublikasi Juni 2014.
[2] Jurnal “KECERDASAN EMOSIONAL (EMOTIONAL QUOTIENT) DALAM
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR” oleh Asna Andriani. STAI Muhammadiyah Tulungagung. Dipublikasi Juni 2014.
[3] Monty P. Sahadarma, Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, Jakarta : Pustaka Populer Obor, 2003, hal 3 & 5.
[4] Ibid, hal 22-23
[5]http://jimmyandrio.blogspot.com/2013/09/makalah-psiologi-pendidikan.html. Diakses pada tanggal 13 November 2017 pukul 16.00 WIB.  
[6] Drs. Saifuddin Azwar, MA, Psikologi Inteligensi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Ed.1, 1996), hlm. 72-73.
[7] Thomas Armstrong, Kecerdasan Multipel di Dalam Kelas Edisi Ketiga, (USA: Published by the Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD), 2009) hlm. 6-7

Download file di sini

0 komentar:

Posting Komentar

Populer

[PSI B] SENSASI DAN PERSEPSI

BAB I                                                            PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adal...