Sabtu, 09 Desember 2017

[PSI B] MANAJEMEN KONFLIK



MANAJEMEN KONFLIK
Disusun guna memenuhi tugas makalah mata kuliah Psikologi Komunikasi
Dosen Pengampu : Nikmah Rochmawati, M.Si
logo uin.png
Disusun Oleh:
Istianadina Frita Y                              (1507016060)
Vira Aulia Rahmah                             (1607016078)
Siti Ainun Habibah                             (1607016082)



PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017

KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan segala Rahmat, Taufiq, dan Hidayah, serta inayahNya kepada kita semua. Sholawat serta salam juga kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW, sehingga pada kesempatan ini kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Psikologi Komunikasi.
Ucapan terima kasih tidak lupa kamihaturkan kepada Ibu Nikmah Rochmawati selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Komunikasi dan teman-teman yang membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal lain.
Oleh karena itu, kami meminta maaf atas ketidaksempurnaannya dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat makalah ini. Harapan kami mudah-mudahan apa yang kami susun memberikan manfaat untuk diri sendiri, teman-teman, serta orang lain.

Semarang, 15 November 2017

Tim Penyusun








DAFTAR ISI


Judul                                                                                                               i
Kata Pengantar                                                                                               ii
Daftar Isi                                                                                                         iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang                                                                                          1
1.2  Rumusan Masalah                                                                                     1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konflik............                                                                        1
2.2 Jenis-jenis Konflik.........................                                                            8
2.3 Pengaruh Konflik...............................................                                       9
2.4 Manajemen Konfllik..............                                                                   12
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan                                                                                               15
Daftar Pustaka                                                                                                            16











BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam kehidupannya, manusia memerlukan komunikasi, baik berkomunikasi dengan individu lain maupun dengan kelompok atau masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam suatu kelompok atau masyarakat. Muhammad (2005) menyatakan bahwa pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dimungkiri begitu pula halnya bagi suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil. Sebaliknya tidak adanya komunikasi akan menimbulkan konflik antara anggota organisasi dan dampaknya mengganggu komunikasi dalam organisasi tersebut. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan komunikasi, baik berkomunikasi dengan individu lain maupun dengan kelompok atau masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam suatu kelompok atau masyarakat. Muhammad (2005) menyatakan bahwa pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dimungkiri begitu pula halnya bagi suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil. Sebaliknya tidak adanya komunikasi akan menimbulkan konflik antara anggota organisasi dan dampaknya mengganggu komunikasi dalam organisasi tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa konflik itu?
2.      Apa saja jenis-jenis konflik itu?
3.      Apa saja pengaruh dari konflik itu?
4.      Apa manajemen konflik itu?




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONFLIK
Pengertian Konflik
Istilah konflik berasal dari kata kerja bahasa Latin configure yang berarti saling memukul. Dari bahasa Latin diadopsi ke dalam bahasa Inggris, conflict yang kemudian diadopsi kedalam bahasa Indonesia, konflik.[1] Konflik adalah perjuangan yang diekspresikan antara sekurang kurangnya dua pihak yang saling bergantung, yang mempersepsi tujuan tujaun yang tidak sepadan, imbalan yang langka, dan gangguan dari pihak laun dalam mencapai tujuan mereka, perjuangan tersebut menggambarkan perbedaan diantara kedua pihak.(R. Wayne Pace, 2002: 369). Sedangkan menurut Mack & Synder (dalam Liliweri 2004 : 250), persengketaan antara dua atau lebih pihak untuk memperebutkan kelangkaan kedudukan atau kelangkaan sumber daya melalui perilaku dan tindakan merusak, melukai dan cara cara lain yang saling mengendalikan atau mengontrol yang mengakibatkan rusaknya relasi pihak pihak yang terlibat tersebut.[2]
Dapat disimpulkan bahwa konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Dari definisi tersebut ada sejumlah indikator yang memerlukan penjelasan.
1)      Proses. Konflik terjadi melalui suatu proses yang unik, artinya proses terjadinya suatu konflik berbeda dengan konflik lainnya. Setiap konflik mempunyai masukan, proses, dan keluaran konflik yang unik dan berbeda dengan konflik lainnya, misalnya proses konflik yang terjadi antara manajemen dan karyawan di PT Dirgantara Indonesia-proses konfliknya berbeda dengan konflik antara manjemen dan karyawan di perusahaan rokok.
2)      Dua pihak atau lebih. Kecuali konflik personal, koflik terjadi diantara dua pihak atau lebih. Pihak yang terlibat dalam konflik bisa antara individu dan individu lainnya, antara seorang individu dan suatu kelompok individu, antara suatu kelompok individu dan kelompok indidvidu lainnya, atau antara suatu organisasi dan organisasi lainnya.
3)      Saling tergantung. Pihak yang terlibat konflik saling tergantung atau interdependen satu sama lain. Artinya, pihak-pihak tersebut tidak bebas untuk melakukan sesuatu tanpa campur tangan atau bantuan, izin, dan merugikan atau mengurangi kebebasan pihak lainnya. Setiap tindakan atau tidak melakukan sesuatu dari salah satu pihak yang terlibat konflik akan berpengaruh pada pihak lainnya.
4)      Pertentangan mengenai objek konflik. Objek konflik adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya konflik. Pihak yang terlibat konflik mempunyai perbedaan pendapat, yaitu sikap atau kepercayaan mengenai objek konflik. Dalam konflik hubungan industrial, objek konflik dapat berupa upah, jaminan social, dan kondisi kerja. Objek konflik diantara para manajer dalam suatu perusahaan mungkin mengenai tujuan yang berbeda-beda juga tujuannya sama, tetapi caranya untuk mencapai tujuan yang berbeda.
5)      Diekspresikan. Pertentangan akan menjadi konflik jika diekspresikan. Jika pertentangan tidak atau belum diekspresikan, maka konflik bersifat laten atau tidak kelihatan. Ekspresi mengenai objek konflik, merupakan kejadian pemicu terjadinya konflik. Pengekspresian dapat menggunakan bahasa verbal, bahasa badan, atau bahasa tertulis.
6)      Pola perilaku. Saat konflik terjadi, pihak yang terlibat menggunakan pola perilaku tertentu. Pola perilaku adalah kecenderungan orang untuk berperilaku secara tertentu dalam menghadapi situasi konflik. Pola perilaku ini disebut juga sebagai gaya manajemen konflik dan taktik konflik.
7)      Interaksi konflik. Proses konflik menimbulkan interaksi konflik diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Interaksi bisa berupa saling menuduh, saling menyalahkan, saling mengumpat, mencari teman, menyelamatkan muka(face saving), saling melakukan agresi, melakukan negosiasi, atau meminta bantuan pihakn ketiga untuk menyelesaikan konflik.
8)      Keluaran konflik. Interaksi konflik diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik menghasilkan keluaran konflik yang unik, untuk masing-masing jenis konflik. Keluaran konflik bisa berupa ditemukannya solusi atas suatu konflik, seperti win & win solution, win & lose solution, serta lose & lose solution. Keluaran konflik juga bisa menciptakan suatu perubahan system social.[3] 
Penyebab Konflik
Konflik sering kali merupakan salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Jika tidak dapat dilakukan secara damai, perubahan diupayakan dengan menciptakan konflik. Pemimpin menggunakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik untuk menggerakkan perubahan.[4] Penyebab konflik meliputi ketakutan akan kesediaan sumber daya, bentuk kecurangan, ketidaknyamanan, penyerangan, kelelahan, emosi karyawan, bentuk hubungan yang terjalin, tingkat pemahaman dan pengalaman masa lalu (Zalabak, 2006:301).[5] Akan tetapi, konflik dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi objektif yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Berikut adalah kondisi objektif yang dapat menimbulkan konflik:
1)      Keterbatasan sumber. Manusia selalu mengalami keterbatasan sumber yang diperlukannya untuk mendukung kehidupannya. Keterbatasan itu menimbulkan terjadinya kompetisi di antara manusia untuk mendapatkan sumber yang diperlukannya dan hal ini sering kali menimbulkan konflik.
2)      Tujuan yang berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Hocker dan Wilmot(1978), konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik mempunyai tujuan yang berbeda. Konflik bisa juga terjadi karena tujuan pihak yang terlibat konflik sama, tetapi cara untuk mencapainya berbeda.
3)      Saling tergantung atau interdependensi tugas. Konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki tugas yang tergantung satu sama lain. Jika saling ketergantungan tinggi, maka biaya resolusi konflik akan tinggi. Jika saling ketergantungan rendah, maka biaya resolusi konflik akan rendah. Jika tidak ada saling ketergantungan, maka konflik tidak akan terjadi.
4)      Diferensiasi organisasi. Salah satu penyebab terjadinya konflik dalam organisasi adalah pembagian tugas dalam birokrasi organisasi dan spesialisasi tenaga kerja pelaksanaannya. Berbagai unit kerja dalam birokrasi organisasi berbeda formalitas strukturnya (formalitas tinggi versus formalitas rendah); ada unit yang berorientasi pada tugas dan ada yang berorientasi pada hubungan; dan orientasi pada waktu penyelesaian tugas (jangka pendek dan jangka panjang). Perbedaan itu dapat menimbulkan konflik karena perbedaan pola pikir, perbedaan perilaku, dan perbedaan pendapat mengenai sesuatu.
5)      Ambiguitas yurisdiksi. Pembagian tugas yang tidak definitif akan menimbulkan ketidakjelasan cakupan tugas dan wewenang unit kerja dalam organisasi. Dalam waktu yang bersamaan, ada kecenderungan pada unit kerja untuk menambah dan memperluas tugas dan wewenangnya. Keadaan ini sering menimbulkan konflik antarunit kerja atau antar pejabat unit kerja. Konflik jenis ini banyak terjadi pada organisasi yang baru terbentuk, dimana struktur organisasi dan pembagian tugas belum jelas.
6)      Sistem imbalan yang tidak layak. Di perusahaan, konflik antara karyawan dan manajemen perusahaan sering terjadi, dimana manajemen perusahaan menggunakan system imblan yang dianggap tidak adil atau tida layak oleh karyawan. Hal ini memicu konflik dalam bentuk pemogokan yang merugikan keryawan (tidak mendapatkan upah), merugikan perusahaan (tidak melakukan produksi), merugikan konsumen (tidak mendapatkan produk yang diperlukan), dan merugikan pemerintah (tidak mendapatkan pajak).
7)      Komunikasi yang tidak baik. Komunikasi yang tidak baik sering kali menimbulkan konflik dalam organisasi. Factor komunikasi yang menyebabkan konflik, misalnya distorsi, informasi yangbtidak tersedia dengan bebas, dan penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang melakukan komunikasi. Demikian juga, perilaku komunikasi yang berbeda seringkali menyinggung orang lain, baik disengaja maupun tidak disengaja-dan bisa menjadi penyebab timbulnya konflik.
8)      Konflik juga terjadi karena perlakuan yang tidak manusiawi, melanggar hak asasi manusia dan melanggar hukum. Perlakuan yang tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia dimasyarakat dan organisasi menimbulkan perlawanan dari pihak yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi.
9)      Beragam karakteristik system sosial. Di Indonesia, konflik dalam masyarakat sering terjadi karena anggotanya mempunyai karakteristik yang beragam: suku, agama, dan ideology. Karakteristik ini sering diikuti dengan pola hidup yang eksklusif satu sama lain yang sering menimbulkan konflik. Sebagai contoh, konflik yang terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura di Kalimantan pada awal tahun 2002 berlatar belakang perbedaan etnis dan pola kehidupan. Konflik ini juga berlatar belakang kecemburuan ekonomi dan perilaku yang eksklusif.
10)  Pribadi orang. Ada orang yang memiliki sifat kepribadian yang mudah menimbulkan konflik, seperti selalu curiga dan berpikir negatif  kepada orang lain, egois, sombong, merasa selalu benar, kurang dapat mengendalikan emosinya, dan ingin menang sendiri. Sifat-sifat seperti ini mudah untuk menyulut konflik jika berinteraksi dengan orang lain.
Disamping penyebab konflik tersebut diatas, ada factor psikologi orang yang mendorong terjadinya konflik. Pertama, persepsi orang mengenai factor-faktor penyebab konflik. Orang bisa mempunyai persepsi yang sama mengenai sesuatu, tetapi juga bisa mempunyai persepsi yang berbeda. Orang dapat salah persepsi mengenai sesuatu yang baik, mungkin karena mempunyai sifat “prasangka” (prejudice) atau mempunyai informasi yang tidak benar mengenai hal tersebut. Perbedaan perseppsi mengenai sesuatu sering kali merupakan pemicu terjadinya konflik. [6]
Faktor-faktor yang Memengaruhi Konflik
1)      Emosi. Emosi mempunyai hubungan yang erat dengan terjadinya konflik dan proses interaksi konflik. Emosi dapat menyebabkan terjadinya konflik dan memengaruhi proses interaksi konflik. Emosi merupakan perasaan kompleks, bisa berupa perasaan senang, tidak senang, atau netral (perasaan yang biasa-biasa saja). Perasaan tersebut merupakan perasaan subjektif sebagai reaksi atas suatu pengalaman yang dihadapi seseorang. Orang yang emosional akan menilai segala sesuatu yang dihadapinya berdasarkan persepsinya dan tidak/kurang memperhatikan persepsi orang lain. Orang yang emosional sering irasional dan logika berpikirnya di pengaruhi oleh emosinya. Ia menjadi egosebtris dan egois. Keadaan ini menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat atau konflik dengan orang yang berinteraksi dengan dirinya. Emosi juga bisa memengaruhi interaksi konflik. Seseorang yang emosional dalam terlibat konflik menjadi irasional atau ilogikal. Oleh karena terobesesi oleh ego dalam mencapai tujuannya, ia berupaya menenangkan konflik dengan menghancurkan lawan konfliknya.
2)      Marah. Dalam menghadapi situasi konflik, tujuan yang tidak tercapai karena terhalang oleh lawan konfliknya akan menyebabkan pihak yang terlibat bisa marah. Kemarahan bukan saja mengubah sikap dan perilaku pihak yang terlibat konflik, tetapi mengubah proses interaksi konflik. Pihak yang terlibat konflik dan marah bisa sangat emosional sehinnga menjadi tidak rasional. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya dan berpikiran jernih untuk menghadapi lawan konfliknya. Jika lawan konfliknya orang yang tenang dan tidak pemarah, lawan konfliknya bisa mengendalikan dan menggiringnya-orang yang marah-ke arah yang menguntungkan.
3)      Agresi. Pada proses interaksi konflik, sering kali terjadi agresi. Agresi bisa dilakukan oleh salah satu pihak kepada lawan konfliknya atau pihak-pihak yang terlibat konflik saling melakukan agresi satu sama lain. Agresi adalah perilaku kekerasan bukan perilaku interaksi social biasa. Perilaku kekerasan merupakan perilaku yang negatif. Agresi juga perilaku kekerasan yang bisa menimbulkan kerugian fisik dan kekrugian kejiwaan. Tidak semua perilaku kekerasan bisa disebut agresi.
4)      Muka-menyelamatkan muka. Menyelamatkan mukan (face saving) merupakan fenomena yang sering timbul dalam situasi konflik. Istilah lainnya yang berkaitan dengan muka adalah kehilangan muka yang artinya dipermalukan, kehilangan kepercayaan, kehilangan nama baik, atau kehilanagan reputasi. Menyelamatkan muka merupakan upaya mempertahankan citra diri. Seseorang yang menghadapi situasi konflik dan mengetahui kesalahannya, tapi tidak mau mengakui bahwa ia salah. Hal ini ia lakukan karena tidak ingin lawan konfliknya mengetahui bahwa ia salah, ia tidak ingin malu dan kelihatan buruk. Menyelamatkan muka merupakan upaya dari pihak yang terlibat konflik untuk melindungi atau memperbaiki citranya karena potensi kerusakan sebagai akibat interaksi konflik dengan lawan konflliknya.[7]
2.2 Jenis-jenis Konflik
Menurut Stoner dan Wankel (1993) terdapat lima jenis konflik, yaitu:
1. Konflik Intrapersonal.
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu:
a. Konflik pendekatan-pendekatan (approach to approach conflict). Konflik yang terjadi karena harus memilih dua alternatif yang berbeda, tetapi sama-sama menarik atau sama baik kualitasnya. Sebagai contoh, seorang lulusan SMA yang akan melanjutkan sekolah harus memilih dua Universitas Negri yang sama kualitasnya.
b. Konflik pendekatan – penghindaran (avoidance to avoidance conflict). Konflik yang terjadi karena harus memilih alternatif yang sama-sama harus dihindari. Sebagai contoh seseorang harus memilih apakah harus menjual mobil untuk melanjutkan sekolah atau tidak menjual mobil tapi tidak melanjutkan sekolah.
c. Konflik penghindaran-penghindaran (approach to avoidance conflict). Konflik yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan positif dan negatif terhadap sesuatu yang sama. Sebagai contoh, Amin mengambil telepon untuk menyatakan cintanya kepada Aminah. Akan tetapi, ia takut cintanya ditolak. Oleh karena itu, ia tutup kembali teleponnya.
Konflik personal juga bisa terjadi pada diri seseorang yang mempunyai kepribadian ganda. Ia adalah seseorang yang munafik dan melakukan segala sesuatu yang berbeda antara perkataan dan perbuatan.[8]

2. Konflik Interpersonal.
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan memengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok.
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama.
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
5. Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan. Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.[9]
2.3 Pengaruh Konflik
Pengaruh Positf
Konflik mempunyai pengaruh positif terhadap kehidupan umat manusia. Berikut adalah beberapa gambaran pengaruh positif dari konflik.
1)      Menciptakan perubahan. Konflik berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Konflik dapat mengubah dan mengembangkan kehidupan umat manusia. Seperti contoh, konflik antara penjajah dan bangsa yang dijajah menghasilkan kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah. Sepanjang abad ke-20, konflik antara penjajah dan bangsa-bangsa yang terjajah menghasilkan kemerdekaan dan menciptakan Negara-negara merdeka baru.
2)      Membawa objek konflik ke permukaan. Tanpa terjadinya konflik, objek konflik-pokok masalah yang terpendam-diantara pihak-pihak yang terlibat konflik tidak muncul ke permukaan. Tanpa munculnya objek konflik, masalah tersebut tidak mungkin di selesaikan.
3)      Memahami orang lain lebih baik. Konflik membuat orang memahami adanya orang lain-lawan konflik-yang berbeda pendapat, berbeda pola pikir, dan berbeda karakter. Perbedaan tersebut perlu dimanajemeni dengan hati-hati agar menghasilkan solusi yang menguntungkan dirinya atau kedua belah pihak.
4)      Menstimulus cara berpikir yang kritis dan meningkatkan kreativitas. Konflik akan menstimuli orang untuk berpikir kritis terhadap posisi lawan konfliknya dan posisi dirinya sendiri. Orang harus memahami mengapa lawan konfliknya mempunyai pendapat yang berbeda dan mempertahankan pendapatnya. Kreativitasnya meningkat yang digunakan dalam menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi konflik tersebut.
5)      Manajemen konflik dalam menciptakan solusi terbaik. Jika dimanajemeni dengan baik, konflik dapat menghasilkan solusi yang memuaskan kedua belah pihak yang terlibat konflik. Solusi yang memuaskan kedua belah pihak akan menghilangkan perbedaan mengenai objek konflik. Hilangnya perbedaan membawa keduanya kembali dalam interaksi social yang harmonis.
6)      Konflik menciptakan revitalisasi norma. Norma yang berlaku dan mengatur kehidupan masyarakat berkembang lebih lambat daripada perkembangan mayoritas anggota masyarakatnya. Perubahan norma sering dimulai dengan tejadinya perbedaan pendapat mengenai norma yang berlaku antara pihak yang ingin mempertahankannya dan anggota masyarakan yang ingin mengubahnya.

Pengaruh Negatif
Disamping dapat mengakibatkan timbulnya sesuatu yang positif, konflik dapat menciptakan pengaruh negative. Berikut adalah beberapa gambaran pengaruh negatif dari konflik.
1)      Biaya konflik. Konflik memerlukan biaya untuk melakukan transaksi interaksi konflik dalam bentuk sumber-sumber, seperti energi fisik, energy psikologi, uang, waktu, dan peralatan. Makin tinggi intensitas konflik, makin tinggi sumber yang akan digunakan.
2)      Merusak hubungan dan  komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Konflik, terutama konflik destruktif menurunkan kulaitas dan intensitas hubungan di antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Konflik dapat menimbulkan perasaan tidak senang, marah, benci, dan agresi kepada lawan konflik. Keadaan ini merusak hubungan diantara pihak-pihak yang terlibat konflik dan komunikasi diantara mereka.
3)      Merusak system organisasi. System organisasi yang harmonis menciptkana sinergi positif, produksi subsistem-subsistem yang bekerja dalam kesatuan system, hasilnya lebih besar daripada jumlah produksi masing-masing subsistem. Konflik merusak system dan menciptakan sinergi negatif, produksi subsistem-subsistem yang bekerja dalam kesatuan system lebih kecil daripada jumlah produksi masing-masing subsistem. Keadaan ini menimbulkan ketidakpastian pencapaian tujuan organisasi.
4)      Menurunkan mutu pengambilan keputusan. Konflik yang konstruktif atau sehat membantu dalam pengambilan keputusan dengan menyediakan alternate yang diperlukan. Akan tetapi, jika konflik berkembang menjadi konflk destruktif dan tidak sehat akan menghasilkan kebuntutan diskusi, fitnah, agresi dan sabotase, serta sikap saling percaya. Situasi seperti ini tidak mungkin mengembangkan sumber alternative dalam pengambilan keputusan.
5)      Kehilangan waktu kerja. Jika konflik berkembang menjadi konflik destruktif, 10-30% waktu manajer dan bawahannya digunakan untuk menyelesaikan konflik. Hal itu mengurangi waktu untuk berproduksi dan menurunkan produktivitas organisasi.
6)      Sikap dan perilaku negatif. Konflik akan menurunkan motivasi kerja, komitmen berorganisasi, absentisme, kepuasan kerja, rasa saling percaya, serta sabotase dan pencurian.
7)      Kesehatan. Konflik menyebabkan  pihak yang terlibat konflik marah, stress, kecewa, emosional, dan irasional. Keadaan ini meningkatkan kemungkinan tekanan darah seseorang meningkat, terkena strukm serangan jantung, dan sebagainya.[10]
2.4 Manajemen Konflik
Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen berasal dari kata manage( bahasa latinnya: manus) yang berarti memimpin, menangani, mengatur atau membimbing. George R. Terry (1972), mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses yang khas, dan terdiri dari tindakan-tindakan seperti perencanaan, pengorganisasian, pengaktifan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah di tetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.[11]
Apabila timbul persaingan bahkan permusuhan yang seharusnya tidak perlu terjadi, maka pimpinan harus dapat memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh anggota organisasinya serta mencoba mengatasi konflik yang muncul tanpa merugikan organisasi itu sendiri. Dengan kata lain manajemen harus mampu memfasilitasi berbagai kegiatan di dalam organisasi agar menghasilkan kinerja yang baik dengan tingkat konflik intern minimal.[12]
Manajemen konflik adalah proses pihak yang terlibat atau pihak ketiga dalam menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan.
Untuk menciptakan suasana kerja menjadi lebih kondusif diperlukan suatu strategi dalam mengelola konflik. Kaushal dan Kwantes (2006) mendefenisikan bahwa strategi merupakan rencana kerja suatu perusahaan yang bertujuan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Strategi dapat dipandang sebagai suatu alat yang dapat menentukan langkah organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa strategi sebagai serangkaian aktivitas yang mempertimbangkan aspek tujuan strategis organisasi dengan menggunakan metode yang tepat sasaran dan tepat guna khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia sebagai elemen utama yang memiliki peran penting bagi keberlangsungan kinerja organisasi. Strategi pada manajemen konflik diperlukan bagi individu dan kelompok sebagai upaya untuk suatu proses perbaikan hubungan personal yang berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan.[13]
Proses Manajemen Konflik
Ada beberapa cara untuk memanajemeni konflik, diantaranya adalah:
1)      Pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga. Dalam menghadapi konflik, pihak yang terlibat konflik berupaya mengelola konflik untuk menciptakan solusi yang menguntungkan dengan menggunakan berbagai sumber sekecil atau seefisien mungkin. Manajemen konflik juga bisa dilakukan oleh pihak ketiga, mediator, arbiter, yang mendapat tugas dari pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan konflik.
2)      Strategi konflik. Manajemen konflik merupakan proses penyusunan strategi konflik sebagai rencana untuk memanajemeni konflik. Jika tidak dikendalikan, konflik bisa berkembang menjadi konflik destruktif, dimana masing-masing pihak akan memfokuskan perhatian, tenaga, dan pikiran serta sumber-sumber organisasi bukan untuk mengembangkan produktivitas, tetapi utnuk merusak dan menghancurkan lawan konfliknya.
3)      Mengendalikan konflik. Bagi pihak-pihak yang terlibat konflik, manajemen konflik merupakan aktifitas untuk mengendalikan dan mengubah konflik demi menciptakan keluaran konflik yang menguntungkannya (minimal tidak merugikannya). Bagi pihak ketiga, manajemen konflik merupakan upaya untuk mengarahkan konflik dari konflik destruktiof menjadi konflik konstruktif.
4)      Resolusi konflik. Jika manajemen konflik di lakukan oleh pihak yang terlibat konflik itu sendiri, ini bertujuan untuk menentukan solusi yang menguntungkan baginya. Jika di lakukan oleh pihak ketiga, ini bertujuan untuk memberikan solusi yang bisa di terima oleh pihak-pihak yang terlibat konflik.
5)      Kemampuan beradaptasi. Organisasi yang sehat mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal maupun internalnya.
6)      Memfokuskan pada tujuan. Aktivitas dan anggota organisasi yang sehat akan memfokuskan diri pada pencapaian tujuan yang rasional dan visibel. Dalam keadaan krisis di lingkungan organisasi, jika diperlukan harus mampu mengubah tujuannya dan mengarahkan aktivitas anggotanya untuk mencapai tujuan tersebut. [14]
 ( Jefri Herdinianyah. 2014) terdapat lima langkah dalam meredakan konflik:
1)      Pengenalan kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya,
2)      Diagnosis, menguji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Memperhatikan masalah utama yang terjadi,
3)      Menyepakati suatu solusi, mengumpulkan masukan untuk mencari solusi atau jalan keluar dan menyaring penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis,
4)       Pelaksanaan, dengan konsekuensi adanya keuntungan dan kerugian,
5)       Evaluasi, jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.[15]





BAB III
PENUTUP
3.1 Keimpulan
Konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Penyebab konflik meliputi ketakutan akan kesediaan sumber daya, bentuk kecurangan, ketidaknyamanan, penyerangan, kelelahan, emosi karyawan, bentuk hubungan yang terjalin, tingkat pemahaman dan pengalaman masa lalu (Zalabak, 2006:301). Akan tetapi, konflik dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi objektif yang dapat menimbulkan terjadinya konflik.Biasanya konflik terjadi karena beberapa faktor seperti emosi, marah, agresi dan muka menyelamatkan muka. Konflik juga memiliki pengaruh ada pengaruh positif dan negatif, jika pengaruh itu positif maka akan menciptakan perubahan yang besar dan kearah yang lebih baik. Sedangkan, jika pengaruh itu negatif konflik bisa membuat hubungan dan komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Manajemen konflik adalah proses pihak yang terlibat atau pihak ketiga dalam menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan.Untuk menciptakan suasana kerja menjadi lebih kondusif diperlukan suatu strategi dalam mengelola konflik. Dalam menghadapi konflik, pihak yang terlibat konflik berupaya mengelola konflik untuk menciptakan solusi yang menguntungkan dengan menggunakan berbagai sumber sekecil atau seefisien mungkin.Bagi pihak-pihak yang terlibat konflik, manajemen konflik merupakan aktifitas untuk mengendalikan dan mengubah konflik demi menciptakan keluaran konflik yang menguntungkannya (minimal tidak merugikannya).Jika di lakukan oleh pihak ketiga, ini bertujuan untuk memberikan solusi yang bisa di terima oleh pihak-pihak yang terlibat konflik


DAFTAR PUSTAKA

Choerul Anwar. Jurnal Volume 4, No.7, 148-157. Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang Efektif. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro.
Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Ruslan, Rosyadi. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lina Nur Hidayati. Jurnal Komunikasi Organisasi dan Manajemen Konflik.
Sri Wartini. Jurnal Volume 6, No.1. Strategi Manajemen Konflik sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan. Fakultas Ekonomi Universitas Negri Semarang






[1] Wirawan.Konflik dan Manajemen Konflik: Penerbit Salemba Humanika. 2010. Hal. 4
[2] Choirul Anwar, Jurnal Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang Efektif. Universitas Diponegoro Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Semarang:2015
[3] Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba Humanika.2010.Hal.5-6
[4] Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba Humanika.2010.Hal.7
[5]  Choirul Anwar, Jurnal Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang Efektif. Universitas Diponegoro Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Semarang:2015

[6] Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba Humanika.2010.Hal.8-13
[7] Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba Humanika.2010.Hal.150-165
[8] Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik: Penerbit Salemba Humanika. 2010. Hal.55
[9] Lina Nur Hidayati.­­____. Jurnal Komunikasi Organisasi dan Manajemen Konflik._______
[10] Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik: Penerbit Salemba Humanika. 2010. Hal.55
[11] Rosady Ruslan. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. 2008. Hal.106-108
[12] Jurnal Volume 6, No.1 Hal.66 Strategi Manajemen Konflik sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan. Fakultas Ekonomi Universitas Negri Semarang
[13] Jurnal Volume 6, No.1 Hal.66-67 Strategi Manajemen Konflik sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan. Fakultas Ekonomi Universitas Negri Semarang
[14] Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba Humanika.2010.Hal.129-130
[15] Choirul Anwar, Jurnal Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang Efektif. Universitas Diponegoro Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Semarang:2015

Doenload file di sini

0 komentar:

Posting Komentar

Populer

[PSI B] SENSASI DAN PERSEPSI

BAB I                                                            PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adal...