Disusun guna memenuhi tugas makalah mata kuliah Psikologi
Komunikasi
Dosen Pengampu : Nikmah Rochmawati, M.Si
Disusun Oleh:
Istianadina Frita Y (1507016060)
Vira Aulia Rahmah (1607016078)
Siti Ainun Habibah (1607016082)
PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang selalu melimpahkan segala Rahmat, Taufiq, dan Hidayah, serta
inayahNya kepada kita semua. Sholawat serta salam juga kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW, sehingga pada kesempatan ini kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Psikologi Komunikasi.
Ucapan terima kasih tidak lupa
kamihaturkan kepada Ibu Nikmah Rochmawati selaku dosen pengampu mata kuliah
Psikologi Komunikasi dan teman-teman yang membantu dalam penyusunan makalah
ini. Kami menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi
tata bahasa maupun dalam hal lain.
Oleh karena itu, kami meminta maaf atas
ketidaksempurnaannya dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa
lebih baik lagi dalam membuat makalah ini. Harapan kami mudah-mudahan apa yang
kami susun memberikan manfaat untuk diri sendiri, teman-teman, serta orang
lain.
Semarang,
15 November 2017
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang 1
1.2 Rumusan
Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konflik............ 1
2.2 Jenis-jenis Konflik......................... 8
2.3 Pengaruh Konflik............................................... 9
2.4 Manajemen Konfllik.............. 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 15
Daftar Pustaka 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupannya, manusia memerlukan komunikasi, baik
berkomunikasi dengan individu lain maupun dengan kelompok atau masyarakat. Hal
ini menunjukkan bahwa manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan
sesama dalam suatu kelompok atau masyarakat. Muhammad (2005) menyatakan bahwa
pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dimungkiri begitu pula halnya
bagi suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi
dapat berjalan lancar dan berhasil. Sebaliknya tidak adanya komunikasi akan
menimbulkan konflik antara anggota organisasi dan dampaknya mengganggu
komunikasi dalam organisasi tersebut. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan
komunikasi, baik berkomunikasi dengan individu lain maupun dengan kelompok atau
masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa manusia terbentuk dari hasil integrasi
sosial dengan sesama dalam suatu kelompok atau masyarakat. Muhammad (2005)
menyatakan bahwa pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dimungkiri
begitu pula halnya bagi suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik
suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil. Sebaliknya tidak adanya
komunikasi akan menimbulkan konflik antara anggota organisasi dan dampaknya
mengganggu komunikasi dalam organisasi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
konflik itu?
2. Apa
saja jenis-jenis konflik itu?
3. Apa
saja pengaruh dari konflik itu?
4. Apa
manajemen konflik itu?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
KONFLIK
Pengertian
Konflik
Istilah konflik berasal dari kata
kerja bahasa Latin configure yang
berarti saling memukul. Dari bahasa Latin diadopsi ke dalam bahasa Inggris, conflict yang kemudian diadopsi kedalam
bahasa Indonesia, konflik.[1] Konflik
adalah perjuangan yang diekspresikan antara sekurang kurangnya dua pihak yang
saling bergantung, yang mempersepsi tujuan tujaun yang tidak sepadan, imbalan
yang langka, dan gangguan dari pihak laun dalam mencapai tujuan mereka,
perjuangan tersebut menggambarkan perbedaan diantara kedua pihak.(R. Wayne
Pace, 2002: 369). Sedangkan menurut Mack & Synder (dalam Liliweri 2004 :
250), persengketaan antara dua atau lebih pihak untuk memperebutkan kelangkaan kedudukan
atau kelangkaan sumber daya melalui perilaku dan tindakan merusak, melukai dan cara
cara lain yang saling mengendalikan atau mengontrol yang mengakibatkan rusaknya
relasi pihak pihak yang terlibat tersebut.[2]
Dapat disimpulkan bahwa konflik
adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih
yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan
interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Dari definisi tersebut
ada sejumlah indikator yang memerlukan penjelasan.
1) Proses.
Konflik terjadi melalui suatu proses yang unik, artinya proses terjadinya suatu
konflik berbeda dengan konflik lainnya. Setiap konflik mempunyai masukan, proses,
dan keluaran konflik yang unik dan berbeda dengan konflik lainnya, misalnya
proses konflik yang terjadi antara manajemen dan karyawan di PT Dirgantara
Indonesia-proses konfliknya berbeda dengan konflik antara manjemen dan karyawan
di perusahaan rokok.
2) Dua pihak atau
lebih. Kecuali konflik personal, koflik terjadi diantara
dua pihak atau lebih. Pihak yang terlibat dalam konflik bisa antara individu
dan individu lainnya, antara seorang individu dan suatu kelompok individu,
antara suatu kelompok individu dan kelompok indidvidu lainnya, atau antara
suatu organisasi dan organisasi lainnya.
3) Saling
tergantung. Pihak yang terlibat konflik saling
tergantung atau interdependen satu sama lain. Artinya, pihak-pihak tersebut
tidak bebas untuk melakukan sesuatu tanpa campur tangan atau bantuan, izin, dan
merugikan atau mengurangi kebebasan pihak lainnya. Setiap tindakan atau tidak
melakukan sesuatu dari salah satu pihak yang terlibat konflik akan berpengaruh
pada pihak lainnya.
4) Pertentangan
mengenai objek konflik. Objek konflik adalah sesuatu yang
menyebabkan terjadinya konflik. Pihak yang terlibat konflik mempunyai perbedaan
pendapat, yaitu sikap atau kepercayaan mengenai objek konflik. Dalam konflik
hubungan industrial, objek konflik dapat berupa upah, jaminan social, dan
kondisi kerja. Objek konflik diantara para manajer dalam suatu perusahaan
mungkin mengenai tujuan yang berbeda-beda juga tujuannya sama, tetapi caranya
untuk mencapai tujuan yang berbeda.
5) Diekspresikan.
Pertentangan akan menjadi konflik jika diekspresikan. Jika pertentangan tidak
atau belum diekspresikan, maka konflik bersifat laten atau tidak kelihatan.
Ekspresi mengenai objek konflik, merupakan kejadian pemicu terjadinya konflik.
Pengekspresian dapat menggunakan bahasa verbal, bahasa badan, atau bahasa
tertulis.
6) Pola perilaku.
Saat konflik terjadi, pihak yang terlibat menggunakan pola perilaku tertentu.
Pola perilaku adalah kecenderungan orang untuk berperilaku secara tertentu
dalam menghadapi situasi konflik. Pola perilaku ini disebut juga sebagai gaya
manajemen konflik dan taktik konflik.
7) Interaksi
konflik. Proses konflik menimbulkan interaksi konflik
diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Interaksi bisa berupa saling
menuduh, saling menyalahkan, saling mengumpat, mencari teman, menyelamatkan
muka(face saving), saling melakukan agresi, melakukan negosiasi, atau meminta
bantuan pihakn ketiga untuk menyelesaikan konflik.
8) Keluaran
konflik. Interaksi konflik diantara pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik menghasilkan keluaran konflik yang unik, untuk
masing-masing jenis konflik. Keluaran konflik bisa berupa ditemukannya solusi
atas suatu konflik, seperti win & win
solution, win & lose solution, serta lose & lose solution. Keluaran konflik juga bisa menciptakan
suatu perubahan system social.[3]
Penyebab
Konflik
Konflik sering kali merupakan salah
satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Jika tidak dapat
dilakukan secara damai, perubahan diupayakan dengan menciptakan konflik.
Pemimpin menggunakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik untuk
menggerakkan perubahan.[4]
Penyebab konflik meliputi ketakutan akan kesediaan sumber daya, bentuk
kecurangan, ketidaknyamanan, penyerangan, kelelahan, emosi karyawan, bentuk
hubungan yang terjalin, tingkat pemahaman dan pengalaman masa lalu (Zalabak,
2006:301).[5]
Akan tetapi, konflik dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi objektif
yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Berikut adalah kondisi objektif yang
dapat menimbulkan konflik:
1) Keterbatasan
sumber. Manusia selalu mengalami keterbatasan sumber yang
diperlukannya untuk mendukung kehidupannya. Keterbatasan itu menimbulkan
terjadinya kompetisi di antara manusia untuk mendapatkan sumber yang
diperlukannya dan hal ini sering kali menimbulkan konflik.
2) Tujuan yang
berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Hocker dan
Wilmot(1978), konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik
mempunyai tujuan yang berbeda. Konflik bisa juga terjadi karena tujuan pihak
yang terlibat konflik sama, tetapi cara untuk mencapainya berbeda.
3) Saling tergantung
atau interdependensi tugas. Konflik terjadi karena pihak-pihak
yang terlibat konflik memiliki tugas yang tergantung satu sama lain. Jika
saling ketergantungan tinggi, maka biaya resolusi konflik akan tinggi. Jika
saling ketergantungan rendah, maka biaya resolusi konflik akan rendah. Jika
tidak ada saling ketergantungan, maka konflik tidak akan terjadi.
4) Diferensiasi
organisasi. Salah satu penyebab terjadinya konflik
dalam organisasi adalah pembagian tugas dalam birokrasi organisasi dan
spesialisasi tenaga kerja pelaksanaannya. Berbagai unit kerja dalam birokrasi
organisasi berbeda formalitas strukturnya (formalitas tinggi versus formalitas
rendah); ada unit yang berorientasi pada tugas dan ada yang berorientasi pada
hubungan; dan orientasi pada waktu penyelesaian tugas (jangka pendek dan jangka
panjang). Perbedaan itu dapat menimbulkan konflik karena perbedaan pola pikir,
perbedaan perilaku, dan perbedaan pendapat mengenai sesuatu.
5) Ambiguitas
yurisdiksi. Pembagian tugas yang tidak definitif
akan menimbulkan ketidakjelasan cakupan tugas dan wewenang unit kerja dalam
organisasi. Dalam waktu yang bersamaan, ada kecenderungan pada unit kerja untuk
menambah dan memperluas tugas dan wewenangnya. Keadaan ini sering menimbulkan
konflik antarunit kerja atau antar pejabat unit kerja. Konflik jenis ini banyak
terjadi pada organisasi yang baru terbentuk, dimana struktur organisasi dan
pembagian tugas belum jelas.
6) Sistem imbalan
yang tidak layak. Di perusahaan, konflik antara karyawan
dan manajemen perusahaan sering terjadi, dimana manajemen perusahaan
menggunakan system imblan yang dianggap tidak adil atau tida layak oleh
karyawan. Hal ini memicu konflik dalam bentuk pemogokan yang merugikan keryawan
(tidak mendapatkan upah), merugikan perusahaan (tidak melakukan produksi),
merugikan konsumen (tidak mendapatkan produk yang diperlukan), dan merugikan
pemerintah (tidak mendapatkan pajak).
7) Komunikasi yang
tidak baik. Komunikasi yang tidak baik sering kali
menimbulkan konflik dalam organisasi. Factor komunikasi yang menyebabkan
konflik, misalnya distorsi, informasi yangbtidak tersedia dengan bebas, dan
penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang melakukan
komunikasi. Demikian juga, perilaku komunikasi yang berbeda seringkali
menyinggung orang lain, baik disengaja maupun tidak disengaja-dan bisa menjadi
penyebab timbulnya konflik.
8) Konflik juga
terjadi karena perlakuan yang tidak manusiawi, melanggar hak asasi manusia dan
melanggar hukum. Perlakuan yang tidak manusiawi dan
melanggar hak asasi manusia dimasyarakat dan organisasi menimbulkan perlawanan
dari pihak yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi.
9) Beragam
karakteristik system sosial. Di Indonesia, konflik
dalam masyarakat sering terjadi karena anggotanya mempunyai karakteristik yang
beragam: suku, agama, dan ideology. Karakteristik ini sering diikuti dengan
pola hidup yang eksklusif satu sama lain yang sering menimbulkan konflik.
Sebagai contoh, konflik yang terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura di
Kalimantan pada awal tahun 2002 berlatar belakang perbedaan etnis dan pola
kehidupan. Konflik ini juga berlatar belakang kecemburuan ekonomi dan perilaku
yang eksklusif.
10) Pribadi orang.
Ada orang yang memiliki sifat kepribadian yang mudah menimbulkan konflik,
seperti selalu curiga dan berpikir negatif
kepada orang lain, egois, sombong, merasa selalu benar, kurang dapat
mengendalikan emosinya, dan ingin menang sendiri. Sifat-sifat seperti ini mudah
untuk menyulut konflik jika berinteraksi dengan orang lain.
Disamping penyebab konflik tersebut
diatas, ada factor psikologi orang yang mendorong terjadinya konflik. Pertama,
persepsi orang mengenai factor-faktor penyebab konflik. Orang bisa mempunyai
persepsi yang sama mengenai sesuatu, tetapi juga bisa mempunyai persepsi yang
berbeda. Orang dapat salah persepsi mengenai sesuatu yang baik, mungkin karena
mempunyai sifat “prasangka” (prejudice) atau mempunyai informasi yang tidak
benar mengenai hal tersebut. Perbedaan perseppsi mengenai sesuatu sering kali
merupakan pemicu terjadinya konflik. [6]
Faktor-faktor
yang Memengaruhi Konflik
1) Emosi. Emosi
mempunyai hubungan yang erat dengan terjadinya konflik dan proses interaksi
konflik. Emosi dapat menyebabkan terjadinya konflik dan memengaruhi proses
interaksi konflik. Emosi merupakan perasaan kompleks, bisa berupa perasaan
senang, tidak senang, atau netral (perasaan yang biasa-biasa saja). Perasaan
tersebut merupakan perasaan subjektif sebagai reaksi atas suatu pengalaman yang
dihadapi seseorang. Orang yang emosional akan menilai segala sesuatu yang
dihadapinya berdasarkan persepsinya dan tidak/kurang memperhatikan persepsi
orang lain. Orang yang emosional sering irasional dan logika berpikirnya di
pengaruhi oleh emosinya. Ia menjadi egosebtris dan egois. Keadaan ini menyebabkan
terjadinya perbedaan pendapat atau konflik dengan orang yang berinteraksi
dengan dirinya. Emosi juga bisa memengaruhi interaksi konflik. Seseorang yang
emosional dalam terlibat konflik menjadi irasional atau ilogikal. Oleh karena
terobesesi oleh ego dalam mencapai tujuannya, ia berupaya menenangkan konflik
dengan menghancurkan lawan konfliknya.
2) Marah.
Dalam menghadapi situasi konflik, tujuan yang tidak tercapai karena terhalang
oleh lawan konfliknya akan menyebabkan pihak yang terlibat bisa marah. Kemarahan
bukan saja mengubah sikap dan perilaku pihak yang terlibat konflik, tetapi
mengubah proses interaksi konflik. Pihak yang terlibat konflik dan marah bisa
sangat emosional sehinnga menjadi tidak rasional. Ia tidak bisa mengendalikan
dirinya dan berpikiran jernih untuk menghadapi lawan konfliknya. Jika lawan
konfliknya orang yang tenang dan tidak pemarah, lawan konfliknya bisa
mengendalikan dan menggiringnya-orang yang marah-ke arah yang menguntungkan.
3) Agresi.
Pada proses interaksi konflik, sering kali terjadi agresi. Agresi bisa
dilakukan oleh salah satu pihak kepada lawan konfliknya atau pihak-pihak yang
terlibat konflik saling melakukan agresi satu sama lain. Agresi adalah perilaku
kekerasan bukan perilaku interaksi social biasa. Perilaku kekerasan merupakan
perilaku yang negatif. Agresi juga perilaku kekerasan yang bisa menimbulkan
kerugian fisik dan kekrugian kejiwaan. Tidak semua perilaku kekerasan bisa
disebut agresi.
4) Muka-menyelamatkan
muka. Menyelamatkan mukan (face saving) merupakan fenomena
yang sering timbul dalam situasi konflik. Istilah lainnya yang berkaitan dengan
muka adalah kehilangan muka yang artinya dipermalukan, kehilangan kepercayaan,
kehilangan nama baik, atau kehilanagan reputasi. Menyelamatkan muka merupakan
upaya mempertahankan citra diri. Seseorang yang menghadapi situasi konflik dan
mengetahui kesalahannya, tapi tidak mau mengakui bahwa ia salah. Hal ini ia
lakukan karena tidak ingin lawan konfliknya mengetahui bahwa ia salah, ia tidak
ingin malu dan kelihatan buruk. Menyelamatkan muka merupakan upaya dari pihak
yang terlibat konflik untuk melindungi atau memperbaiki citranya karena potensi
kerusakan sebagai akibat interaksi konflik dengan lawan konflliknya.[7]
2.2
Jenis-jenis Konflik
Menurut
Stoner dan Wankel (1993) terdapat lima jenis konflik, yaitu:
1.
Konflik Intrapersonal.
Konflik
intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi
bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin
dipenuhi sekaligus. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang
tidak menyenangkan. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu:
a. Konflik pendekatan-pendekatan (approach to approach conflict). Konflik yang terjadi karena harus
memilih dua alternatif yang berbeda, tetapi sama-sama menarik atau sama baik
kualitasnya. Sebagai contoh, seorang lulusan SMA yang akan melanjutkan sekolah
harus memilih dua Universitas Negri yang sama kualitasnya.
b. Konflik pendekatan –
penghindaran (avoidance to avoidance
conflict). Konflik yang terjadi karena harus memilih alternatif yang
sama-sama harus dihindari. Sebagai contoh seseorang harus memilih apakah harus
menjual mobil untuk melanjutkan sekolah atau tidak menjual mobil tapi tidak
melanjutkan sekolah.
c. Konflik penghindaran-penghindaran (approach to avoidance conflict). Konflik
yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan positif dan negatif terhadap
sesuatu yang sama. Sebagai contoh, Amin mengambil telepon untuk menyatakan
cintanya kepada Aminah. Akan tetapi, ia takut cintanya ditolak. Oleh karena
itu, ia tutup kembali teleponnya.
Konflik personal juga bisa
terjadi pada diri seseorang yang mempunyai kepribadian ganda. Ia adalah
seseorang yang munafik dan melakukan segala sesuatu yang berbeda antara
perkataan dan perbuatan.[8]
2.
Konflik Interpersonal.
Konflik
Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua
orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik
interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku
organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari
beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan memengaruhi proses
pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3.
Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok.
Hal
ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan
untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum
oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas
kelompok dimana ia berada.
4.
Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama.
Konflik
ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua
macam bidang konflik antar kelompok.
5.
Konflik antara organisasi
Contoh
seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain
dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan
persaingan. Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan
timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru,
harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.[9]
2.3 Pengaruh Konflik
Pengaruh Positf
Konflik
mempunyai pengaruh positif terhadap kehidupan umat manusia. Berikut adalah
beberapa gambaran pengaruh positif dari konflik.
1)
Menciptakan
perubahan. Konflik
berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Konflik dapat mengubah dan
mengembangkan kehidupan umat manusia. Seperti contoh, konflik antara penjajah
dan bangsa yang dijajah menghasilkan kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah.
Sepanjang abad ke-20, konflik antara penjajah dan bangsa-bangsa yang terjajah
menghasilkan kemerdekaan dan menciptakan Negara-negara merdeka baru.
2)
Membawa objek
konflik ke permukaan. Tanpa terjadinya konflik, objek konflik-pokok masalah yang
terpendam-diantara pihak-pihak yang terlibat konflik tidak muncul ke permukaan.
Tanpa munculnya objek konflik, masalah tersebut tidak mungkin di selesaikan.
3)
Memahami orang
lain lebih baik. Konflik membuat orang memahami adanya orang lain-lawan konflik-yang
berbeda pendapat, berbeda pola pikir, dan berbeda karakter. Perbedaan tersebut
perlu dimanajemeni dengan hati-hati agar menghasilkan solusi yang menguntungkan
dirinya atau kedua belah pihak.
4)
Menstimulus
cara berpikir yang kritis dan meningkatkan kreativitas. Konflik akan menstimuli orang
untuk berpikir kritis terhadap posisi lawan konfliknya dan posisi dirinya
sendiri. Orang harus memahami mengapa lawan konfliknya mempunyai pendapat yang
berbeda dan mempertahankan pendapatnya. Kreativitasnya meningkat yang digunakan
dalam menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi konflik tersebut.
5)
Manajemen
konflik dalam menciptakan solusi terbaik. Jika dimanajemeni dengan baik, konflik dapat
menghasilkan solusi yang memuaskan kedua belah pihak yang terlibat konflik.
Solusi yang memuaskan kedua belah pihak akan menghilangkan perbedaan mengenai
objek konflik. Hilangnya perbedaan membawa keduanya kembali dalam interaksi
social yang harmonis.
6)
Konflik
menciptakan revitalisasi norma. Norma yang berlaku dan mengatur kehidupan masyarakat
berkembang lebih lambat daripada perkembangan mayoritas anggota masyarakatnya.
Perubahan norma sering dimulai dengan tejadinya perbedaan pendapat mengenai
norma yang berlaku antara pihak yang ingin mempertahankannya dan anggota
masyarakan yang ingin mengubahnya.
Pengaruh Negatif
Disamping
dapat mengakibatkan timbulnya sesuatu yang positif, konflik dapat menciptakan
pengaruh negative. Berikut adalah beberapa gambaran pengaruh negatif dari
konflik.
1)
Biaya konflik.
Konflik
memerlukan biaya untuk melakukan transaksi interaksi konflik dalam bentuk
sumber-sumber, seperti energi fisik, energy psikologi, uang, waktu, dan
peralatan. Makin tinggi intensitas konflik, makin tinggi sumber yang akan
digunakan.
2)
Merusak
hubungan dan komunikasi di antara
pihak-pihak yang terlibat konflik. Konflik, terutama konflik destruktif menurunkan
kulaitas dan intensitas hubungan di antara pihak-pihak yang terlibat konflik.
Konflik dapat menimbulkan perasaan tidak senang, marah, benci, dan agresi
kepada lawan konflik. Keadaan ini merusak hubungan diantara pihak-pihak yang
terlibat konflik dan komunikasi diantara mereka.
3)
Merusak system
organisasi.
System organisasi yang harmonis menciptkana sinergi positif, produksi
subsistem-subsistem yang bekerja dalam kesatuan system, hasilnya lebih besar
daripada jumlah produksi masing-masing subsistem. Konflik merusak system dan
menciptakan sinergi negatif, produksi subsistem-subsistem yang bekerja dalam
kesatuan system lebih kecil daripada jumlah produksi masing-masing subsistem.
Keadaan ini menimbulkan ketidakpastian pencapaian tujuan organisasi.
4)
Menurunkan
mutu pengambilan keputusan. Konflik yang konstruktif atau sehat membantu dalam
pengambilan keputusan dengan menyediakan alternate yang diperlukan. Akan
tetapi, jika konflik berkembang menjadi konflk destruktif dan tidak sehat akan
menghasilkan kebuntutan diskusi, fitnah, agresi dan sabotase, serta sikap
saling percaya. Situasi seperti ini tidak mungkin mengembangkan sumber
alternative dalam pengambilan keputusan.
5)
Kehilangan
waktu kerja.
Jika konflik berkembang menjadi konflik destruktif, 10-30% waktu manajer dan
bawahannya digunakan untuk menyelesaikan konflik. Hal itu mengurangi waktu
untuk berproduksi dan menurunkan produktivitas organisasi.
6)
Sikap dan
perilaku negatif. Konflik akan menurunkan motivasi kerja, komitmen berorganisasi,
absentisme, kepuasan kerja, rasa saling percaya, serta sabotase dan pencurian.
7)
Kesehatan. Konflik menyebabkan pihak yang terlibat konflik marah, stress,
kecewa, emosional, dan irasional. Keadaan ini meningkatkan kemungkinan tekanan
darah seseorang meningkat, terkena strukm serangan jantung, dan sebagainya.[10]
2.4 Manajemen Konflik
Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen
berasal dari kata manage( bahasa latinnya:
manus) yang berarti memimpin, menangani, mengatur atau membimbing. George R. Terry
(1972), mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses yang khas, dan terdiri dari
tindakan-tindakan seperti perencanaan, pengorganisasian, pengaktifan, dan pengawasan
yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah di tetapkan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.[11]
Apabila timbul persaingan bahkan permusuhan yang
seharusnya tidak perlu terjadi, maka pimpinan harus dapat memahami apa yang
sebenarnya diinginkan oleh anggota organisasinya serta mencoba mengatasi
konflik yang muncul tanpa merugikan organisasi itu sendiri. Dengan kata lain
manajemen harus mampu memfasilitasi berbagai kegiatan di dalam organisasi agar
menghasilkan kinerja yang baik dengan tingkat konflik intern minimal.[12]
Manajemen
konflik adalah proses pihak yang terlibat atau pihak ketiga dalam menyusun strategi
konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi
yang diinginkan.
Untuk
menciptakan suasana kerja menjadi lebih kondusif diperlukan suatu strategi
dalam mengelola konflik. Kaushal dan Kwantes (2006) mendefenisikan bahwa
strategi merupakan rencana kerja suatu perusahaan yang bertujuan untuk
menciptakan keunggulan bersaing. Strategi dapat dipandang sebagai suatu alat
yang dapat menentukan langkah organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa strategi sebagai
serangkaian aktivitas yang mempertimbangkan aspek tujuan strategis organisasi
dengan menggunakan metode yang tepat sasaran dan tepat guna khususnya dalam
pengelolaan sumber daya manusia sebagai elemen utama yang memiliki peran
penting bagi keberlangsungan kinerja organisasi. Strategi pada manajemen
konflik diperlukan bagi individu dan kelompok sebagai upaya untuk suatu proses
perbaikan hubungan personal yang berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan.[13]
Proses
Manajemen Konflik
Ada
beberapa cara untuk memanajemeni konflik, diantaranya adalah:
1) Pihak yang
terlibat konflik atau pihak ketiga. Dalam menghadapi
konflik, pihak yang terlibat konflik berupaya mengelola konflik untuk
menciptakan solusi yang menguntungkan dengan menggunakan berbagai sumber
sekecil atau seefisien mungkin. Manajemen konflik juga bisa dilakukan oleh
pihak ketiga, mediator, arbiter, yang mendapat tugas dari pihak-pihak yang
terlibat konflik untuk menyelesaikan konflik.
2) Strategi konflik.
Manajemen konflik merupakan proses penyusunan strategi konflik sebagai rencana
untuk memanajemeni konflik. Jika tidak dikendalikan, konflik bisa berkembang
menjadi konflik destruktif, dimana masing-masing pihak akan memfokuskan
perhatian, tenaga, dan pikiran serta sumber-sumber organisasi bukan untuk
mengembangkan produktivitas, tetapi utnuk merusak dan menghancurkan lawan
konfliknya.
3) Mengendalikan
konflik. Bagi pihak-pihak yang terlibat konflik, manajemen
konflik merupakan aktifitas untuk mengendalikan dan mengubah konflik demi
menciptakan keluaran konflik yang menguntungkannya (minimal tidak
merugikannya). Bagi pihak ketiga, manajemen konflik merupakan upaya untuk
mengarahkan konflik dari konflik destruktiof menjadi konflik konstruktif.
4) Resolusi konflik.
Jika manajemen konflik di lakukan oleh pihak yang terlibat konflik itu sendiri,
ini bertujuan untuk menentukan solusi yang menguntungkan baginya. Jika di
lakukan oleh pihak ketiga, ini bertujuan untuk memberikan solusi yang bisa di
terima oleh pihak-pihak yang terlibat konflik.
5) Kemampuan
beradaptasi. Organisasi yang sehat mampu
beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal maupun internalnya.
6) Memfokuskan pada
tujuan. Aktivitas dan anggota organisasi yang sehat akan
memfokuskan diri pada pencapaian tujuan yang rasional dan visibel. Dalam
keadaan krisis di lingkungan organisasi, jika diperlukan harus mampu mengubah
tujuannya dan mengarahkan aktivitas anggotanya untuk mencapai tujuan tersebut. [14]
( Jefri Herdinianyah. 2014) terdapat lima
langkah dalam meredakan konflik:
1) Pengenalan kesenjangan
antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya,
2) Diagnosis, menguji
mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna.
Memperhatikan masalah utama yang terjadi,
3) Menyepakati suatu
solusi, mengumpulkan masukan untuk mencari solusi atau jalan keluar dan
menyaring penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis,
4) Pelaksanaan, dengan konsekuensi adanya
keuntungan dan kerugian,
5) Evaluasi, jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil,
kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.[15]
BAB III
PENUTUP
3.1
Keimpulan
Konflik
adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih
yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan
interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Penyebab konflik meliputi
ketakutan akan kesediaan sumber daya, bentuk kecurangan, ketidaknyamanan,
penyerangan, kelelahan, emosi karyawan, bentuk hubungan yang terjalin, tingkat
pemahaman dan pengalaman masa lalu (Zalabak, 2006:301). Akan tetapi, konflik
dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi objektif yang dapat
menimbulkan terjadinya konflik.Biasanya konflik terjadi karena beberapa faktor
seperti emosi, marah, agresi dan muka menyelamatkan muka. Konflik juga memiliki
pengaruh ada pengaruh positif dan negatif, jika pengaruh itu positif maka akan
menciptakan perubahan yang besar dan kearah yang lebih baik. Sedangkan, jika
pengaruh itu negatif konflik bisa membuat hubungan dan komunikasi diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Manajemen
konflik adalah proses pihak yang terlibat atau pihak ketiga dalam menyusun
strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar
menghasilkan resolusi yang diinginkan.Untuk
menciptakan suasana kerja menjadi lebih kondusif diperlukan suatu strategi
dalam mengelola konflik. Dalam menghadapi
konflik, pihak yang terlibat konflik berupaya mengelola konflik untuk
menciptakan solusi yang menguntungkan dengan menggunakan berbagai sumber
sekecil atau seefisien mungkin.Bagi pihak-pihak yang terlibat konflik,
manajemen konflik merupakan aktifitas untuk mengendalikan dan mengubah konflik
demi menciptakan keluaran konflik yang menguntungkannya (minimal tidak
merugikannya).Jika di lakukan oleh pihak ketiga, ini bertujuan untuk memberikan
solusi yang bisa di terima oleh pihak-pihak yang terlibat konflik
DAFTAR PUSTAKA
Choerul
Anwar. Jurnal Volume 4, No.7, 148-157. Manajemen Konflik untuk Menciptakan
Komunikasi yang Efektif. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Diponegoro.
Wirawan.
2010. Konflik dan Manajemen Konflik. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Ruslan,
Rosyadi. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Lina
Nur Hidayati. Jurnal Komunikasi Organisasi dan Manajemen Konflik.
Sri Wartini. Jurnal Volume 6, No.1. Strategi Manajemen Konflik
sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan. Fakultas
Ekonomi Universitas Negri Semarang
[1]
Wirawan.Konflik dan Manajemen Konflik: Penerbit Salemba Humanika. 2010. Hal. 4
[2]
Choirul Anwar, Jurnal Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang
Efektif. Universitas Diponegoro Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Semarang:2015
[3]
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba Humanika.2010.Hal.5-6
[4]
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba Humanika.2010.Hal.7
[5] Choirul Anwar, Jurnal Manajemen Konflik untuk
Menciptakan Komunikasi yang Efektif. Universitas Diponegoro Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik, Semarang:2015
[6]
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba Humanika.2010.Hal.8-13
[7]
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba
Humanika.2010.Hal.150-165
[8]
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik: Penerbit Salemba Humanika. 2010. Hal.55
[9]
Lina Nur Hidayati.____. Jurnal Komunikasi Organisasi dan Manajemen
Konflik._______
[10]
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik: Penerbit Salemba Humanika. 2010. Hal.55
[11]
Rosady Ruslan. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. 2008.
Hal.106-108
[12]
Jurnal Volume 6, No.1 Hal.66 Strategi Manajemen Konflik sebagai Upaya
Meningkatkan Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan. Fakultas Ekonomi Universitas
Negri Semarang
[13]
Jurnal Volume 6, No.1 Hal.66-67 Strategi Manajemen Konflik sebagai Upaya
Meningkatkan Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan. Fakultas Ekonomi Universitas
Negri Semarang
[14]
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik:Penerbit Salemba
Humanika.2010.Hal.129-130
0 komentar:
Posting Komentar