Sabtu, 09 Desember 2017

[PSI B] TEORI KOGNITIF DAN INFORMATION PROCESSING SERTA PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN


Teori Kognitif dan Information Processing Serta Penerapannya dalam Pembelajaran
Diajukan guna memenuhi Tugas Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Nikmah Rachmawati, M. Si


Disusun Oleh :
Mega Silvia Melati                  (1607016046)
SemaKarunia                           (1607016047)
Raditya Krisna Alfarooq        (1607016084)


PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Psikologi kognitif merupakan bagaimana cara kita mempelajari sikap atau kejiwaan seseorang melalui proses berfikir. Kognitif sendiri berarti otak. Dan pendidikan merupakan proses berlajar. Jadi psikologi kognitif dalam pendidikan adalah bagaimana cara mempelajari karakter, watak, sifat, siswa dalam bidang pendidikan utamanya dalam proses berfikir siswa.
Didalam proses berfikir tentunya membutuhkan suatu memori. Memori sendiri terbagi menjadi tiga yakni, register sensori, STM, dan LTM. Tidak hanya itu saja, lupa juga merupakan faktor terbesar dalam proses kognitif siswa.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses berpikir dalam teori kognitif serta penerapannya dalam psikologi pendidikan ?
2.      Bagaimana proses memori dalam teori kognitif serta penerapannya dalam psikologi pendidikan ?
C.    Tujuan
Agar pembaca dapat memahami apa itu teori kognitif dalam psikologi pendidikan serta mengetahui proses berpikir dan proses memori.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori Kognitif
Teori muatan kognitif menyatakan bahwa hanya sedikit elemen informasi yang dapat diolah dalam memori kerja setiap saat. Terlalu banyak elemen bisa sangat membebani memori kerja sehingga menurunkan keefektifan pengolahan informasi. Jika penerima diharuskan untuk membagi perhatian mereka di antara, dan mengintegrasikan secara mental dua atau lebih sumber sumber informasi yang berkaitan (misalnya teks dan diagram) proses ini mungkin menempatkan suatu ketegangan yang tak perlu pada memori kerja yang terbatas dan menghambat pemerolehan informasi. Menyajikan sejumlah sumber informasi secara simultan, bahkan di dalam format yang terintegrasi (contoh: diagram dan teks yang diintegrasikan secara fisikal), tidak selalu bisa efektif, khususnya jika beberapa informasi yang akan diolah itu tidak diperlukan dan berlebihan. Jika informasi yang berlebihan itu diintegrasikan dengan informasi yang esensial, maka tidak ada pilihan lain selain memprosesnya (contoh: teks tak diperlukan yang menyertai diagram yang sudah komplit dan mudah dimengerti). Redundansi ini menimbulkan beban kognitif tambahan yang mengganggu proses pemahaman. Tambahan-tambahan elemen auditori yang berlebihan dapat melebihi kapasitas channel auditori sehingga elemen tambahan apa pun (termasuk kata-kata, efek-efek suara, dan ilustrasi musik) yang tidak diperlukan untuk membuat informasi mudah dimengerti atau yang tidak terintegrasi dengan materi-materi utama akan menurunkan kapasitas memori kerja yang efektif dan karenanya mempengaruhi proses pemahaman dari materi-materi terpenting. Karena materi terpenting yang diseleksi bagi pengolahan lebih lanjut menjadi lebih sedikit, maka hasilnya adalah performansi yang lebih buruk. Jadi, ketika penerima memfokuskan kapasitas pengolahan auditori mereka yang terbatas itu pada penerimaan materi auditori yang didapat, mereka memiliki sedikit sisa kapasitas untuk mengkonstruksi representasi-representasi yang lain sehingga akan terjadi performansi yang lebih jelek. Setiap memori kerja, visual maupun verbal, memiliki kapasitas yang terbatas. Karena itu ketika informasi visual dan verbal dalam bentuk teks ditampilkan ada kemungkinan memori kerja visual tidak dapat menampung semua informasi sehingga akan ada informasi yang hilang. Hal yang sama mungkin terjadi ketika sumber informasi verbal dalam bentuk auditorial ditampilkan berbarengan dengan bentuk teks visual. Tetapi jika informasi visual ditampilkan secara visual dan informasi verbal ditampilkan secara auditorial maka akan terbuka kesempatan memori kerja visual dan verbal bekerja bersama sehingga penerima lebih mudah menyusun kode-kode teks karena informasi ditangkap secara maksimal. Akibatnya, performansi penerima desain pesan yang terakhir ini akan lebih baik bila dibandingkan dengan penerima yang mengalami efek redundansi (periksa Sweller, van Merrienboer & Paas, 1998; Sweller, 1994; Kalyuga, Chandler & Sweller, 2000). Efek redundansi dapat terjadi di bawah kondisi-kondisi yang mensyaratkan penerima untuk memeriksa sesuatu sumber-sumber visual dan secara berbarengan membaca teks sekaligus mendengarkan penjelasan-penjelasan secara lisan mengenai sesuatu subjek spesifik. Dengan kata lain, efek redundansi muncul ketika sumber-sumber informasi yang berbeda muncul secara berbarengan, setiap sumber memberi informasi serupa tapi dalam bentuk berbeda. Jika sebuah paduan terintegrasi diagram dan narasi sudah cukup lengkap maka teks tambahan apa pun yang berusaha mengulang pesan secara naratif malah akan berlebihan dan karenanya mesti dihilangkan. Efek redundansi muncul pada saat penerima menerjemahkan dan mengkoordinasikan sumber-sumber ganda informasi yang sebenarnya tidak perlu karena aktivitas ini menuntut secara mental dan, bagi penerima yang dapat memahami suatu sumber informasi, penyajian yang disertai sumber-sumber lain akan menimbulkan muatan kognitif yang tak berhubungan. Informasi dengan format redundansi memicu terjadinya perhatian terbagi dan atau muatan kognitif yang berlebihan pada memori kerja penerima informasi, akibatnya performansinya akan lebih buruk, bahkan ketika materi-materi tambahan itu dimaksudkan untuk menjadi menarik atau menegaskan makna pesan.[1]
B.     Proses Berpikir
Berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita. Berpikir itu merupakan proses yang “dialektis” artinuya selama kita berpikir, pikiran kita dalam keadaan tanya jawab, untuk dapat meletakan hubungan pengetahuan kita (Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, 2004). Dalam berpikir kita memetlukan alat yaitu akal (ratio).[2]
1.         Elemen Kognisi
a.       Konsep adalah kategori mental yang mengelompokan objek, hubungan, aktivitas, abstraksi, atau kualitas berdasarkan karakteristik tertentu. Konsep dapat menyederhanakan serta merangkum informasi mengenai berbagai hal sehingga, kita bisa mengorganisasikan informasi-informasi tersebut dan mengambil keputusan dengan cepat dan efisien. Konsep merupakan potongan yang membangun pikiran kita, tetapi potongan-potongan tersebut tidak akan berguna bila kita menyimpan hanya secara mental.
b.      salah satu cara melakukan hal tersebut adalah melalui proses penyimpanan dan penggunaan Proposisi, yakni unit yang memiliki makna dan tercipta dari berbagai konsep serta menggambarkan suatu ide yang utuh atau dapat menggambarkan keyakinan.
c.       Nantinya, proposisi-proposisi tersebut akan saling terhubung di dalam sebuah jejaring pengetahuan, asosiasi, keyakinan, dan harapan. Jejaring tersebut oleh para ahli psikologi disebut sebagai skema kognitif yang berfungsi dalam mental kita sebagai model dari berbagai aspek di dunia.
d.      Namun elemen kognisi yang paling utama dan merupakan hal penting dalam proses berpikir serta proses konstruksi adalah kesan mental (mental image), yakni kesan visual, gambar yang terdapat dalam pikiran.[3]
2.         Tiga pandangan dasar tentang berfikir, yaitu :
a.       Berpikir adalah kognitif.
b.      Berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif.
c.       Berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi.[4]
C.    Proses Memori
Di era ini, yakni era audiovisual orang cenderung menganalogikan memori seperti alat perekam suara atau kamera film, yang secara otomatis merekam setiap momen kehidupan manusia. Memori bersifat selektif : jika tidak, pikiran kita akan dipenuhi oleh berbagai informasi yang tidak berguna. Lebih jauh lagi, proses memanggil memori itu seperti menonton beberapa frame yang tidak berurutan, dan kemudian mengira-ngira seperti apa scene yang terbentuk.
Salah satu ilmuwan yag pertama kali meneliti memori adalah Sir Frederic Bartlet (1932), seorang psikolog Inggris. Bartlet mengatakan bahwa memori merupakan proses rekontruksi yang sangat besar. Bartlet berpendapat bahwa kita mungkin saja dapat mereproduksi beberapa jenis informasi sederhana namun, saat kita mengingat informasi yang kompleks kita cenderung mengubah informasi tersebut menjadi lebih masuk akal, berdasarkan pengetahuan yang kita milik.
Saat melakukan rekonstruksi memori, orang akan melengkapi gambaran yang mereka miliki melalui berbagai sumber. Jadi, kita mengambil potongan-potongan informasi tersebut, menyatukan dan mengintegrasikannya, dan akhirnya kita mungkin tidak dapat membedakan lagi mana ingatan yang sesungguhnya dengan informasi-informasi yang kita dapatkan dari berbagai sumber lain. Fenomena ini dikenal dengan source misatribution (nisatribusi sumber) atau disebut kebingungan asal-muasal.
1.      Mengukur memori
Pemanggilan kembali informasi terkait suatu peristiwa atau suatu objek secara sadar disebut sebagai memori eksplisit, yang dapat diukur melalui dua metode.
a.       Recall, yakni kemampuan menggali kembali dan memproduksi informasi yang telah dimiliki sebelumnya. Contoh : soal ujian esai dan isian singkat.
b.      Recognition (pengenalan), yakni kemampuan mengenali informasi yang telah diobservasi, dibaca, atau didengar sebelumnya. Contoh : soal ujian pilihan ganda atau soal ujian benar-salah.[5]
Terkadang juga, informasi yang kita dapatkan pada masa lampau mempengaruhi pikiran kita dan tindakan kita sekalipun kita tidak berusaha mengingatnya secara sadar, fenomena ini disebut memori implisit. Untuk mengukur ini menggunakan dua metode.
a.       Priming (memancing), meminta anda membaca atau mendengarkan suatu informasi dan kemudian menguji apakah informasi tersebut akan mempengaruhi kinerja anda dalam tugas lain. Contoh : melengkapi potongan kata
b.      Metode pembelajaran ulang, meminta kita mempelajari ulang informasi atau tugas yang sudah kita pelajari sebelumnya.[6]
2.      Model Memori
a.         Register sensorik menyimpan informasi selama satu atau dua detik, hingga informasi tersebut dapat diproses lebih lanjut. Register sensorik, gerbang masuk memori. Selain itu, ia berperan sebagai ember penampung, menahan informasi dengan tingkat akurasi yang tinggi, hingga kita memilih informasi yang ingin kita perhatikan dari sekian banyak informasi yang menghujani kita. Register sensorik memberi kita kesempatan untuk memutuskan apakah suatu informasi perlu diperhatikan atau tidak.
b.         Short-term memory menyimpan informasi dalam jumlah terbatas untuk jangka waktu yang lebih lama, kira-kira 30 detik. Dalam memori jangka pendek, informasi tidak lagi berbentuk kesan sensorik harfiah, melainkan diubah menjadi suatu bentuk penyandian, seperti dalam bentuk kata atau frase. Materi ini kemudian dikirim ke memori jangka panjang, atau-jika tidak dikirim-memori ini akan menghilang untuk selamanya. Dengan kata lain, memori jangka pendek berfungsi seperti lembaran coret-coretan saat kita berusaha memecahkan masalah tertentu atau mengerjakan tugas lainnya. Sebagai contoh, kita sedang menghafal sebuah nomor telefon lalu ada hal yang mengalihkan perhatian kita selama beberapa saat. Ketika perhatian kita kembali, nomor telepon tersebut sudah menghilang dari pikiran kita. Atau bisa juga memori jangka pendek dianalogikan sebagai ember bocor, karena memori jangka pendek hanya dapat menampung informasi dalam jumlah terbatas.
c.         Long-term memory memiliki kekuatan penyimpanan yang lebih tahan lama-dari beberapa menit hingga beberapa dekade. Isi memori jangka panjang terbagi menjadi dua. Pertama, memori prosedural merupakan memori mengenai cara melakukan sesuatu--seperti, bagaimana cara menjahit baju, berenang, menulis, dsb—banyak peneliti menyatakan bahwa memori prosedural merupakan memori implisit, karena begitu suatu kemampuan atau kebiasaan dikuasai oleh seseorang, kemampuan atau kebiasaan tersebut tidak lagi memerlukan pemrosesan secara sadar. Kedua, memori deklaratif melibatkan pengetahuan bahwa sesuatu adala benar—seperti mengetahui bahwa Obama merupakan presiden berkulit hitam pertama di AS—para peneliti menganggap memori deklaratif sebagai memori eksplisit. Memori deklaratif terbagi menjadi dua jenis, yakni memori semantik (pengetahuan umum) dan memori episodik (ingatan personal).[7]
Objek-objek yang berada dibagian awal daftar dapat diingat dengan mudah karena memori jangka pendek relatif masih kosong saat informasi-informasi baru tersebut masuk. Dan, item-item yng berada dibagian akhir daftar dapat kita ingat dengan lebih mudah karena alasan yang berbeda: saat proses recall, objek-objek yang terdapat pada bagian akhir daftar masih berada dalam memori jangka pendek. Sedangkan, objek dibagian tengah tidak diolah dengan baik karena sudah tertumpuk oleh objek bagian awal dan akhir. Alhasil, objek bagian tengah hilang dari memori jangka pendek sebelum dipindahkan kememori jangka panjang. Sedangkan dalam proses perkembangan anak memiliki model lebih sederhana/ cara belajar anak :
a.       Pola (scemas), paket-paket informasi yang tiap-tiapnya berhubungan dengan satu aspek dunia, termasuk objek, aksi, dan konsep abstrak. Contoh, ketika guru membentak muridnya saat murid tidak bisa menjawab maka akan ada kecenderungan murid takut untuk menjawab apapun itu pertanyaannya.
b.      Operasi, atau aturan-aturan dalam pembelajaran. Contoh, secara bertahap sesuai dengan umur atau tingkatan kelas.[8]
Fase-fase dalam proses belajar terdiri dari beberapa tahap, yakni :
a.         Fase 1: fase persiapan, belum termasuk dalam langkah pengolahan
b.        Fase 2: bahan pelajaran mulai dihadapi; bahan itu dapat dipandang sebagai informasi yang masuk. Informasi itu dihadapi dengan penuh konsentrasi; didalam informasi itu ada beberapa unsur yang harus diperhatikan secara khusus karena merupakan unsur yang relevan.
c.         Fase 3: unsur-unsur yang relevan masuk kedalam STM untuk diolah. Informasi verbal yang sudah dimiliki digali kembali dari LTM dan dihubungkan dengan informasi baru yang sedang diolah.
d.        Fase 4: informasi yang sudah diolah tadi disimpan dalam LTM dalam bentuk organisasi yang digunakan selama siolah dalam STM.
e.         Fase 5: dalam rangka melanjutkan proses belajar yang sedang berlansung; ada bagian bahan yang sudah diolah, ada bagian yang belum (resitasi). Lain ialah dalam rangka mengulang kembali bahan pelajaran setelah proses belajar selesai.
f.         Fase 6: mengadakan generalisasi atau transfer. Hasil belajar dimanfaatkan dalam mempelajari sesuatu diluar lingkup mata pelajaran yang bersangkutan.
g.        Fase 7: memberikan prestasi dari hasil belajar.
h.        Fase 8: fase penutup. Siswa mengetahui apakah prestasi belajar yang diberikannya tepat atau tidak.[9]
D.    Alasan Kita Lupa ?
Para psikolog mengajukan lima mekanisme yang menyebabkan manusia melupakan sesuatu, yakni kemunduran (decay), terhapusnya memori lama oleh memori baru, interferensi, kelupaan akibat ketiadaan informasi pengingat (cue-dependent forgetting), dan amnesia psikologis yang disebabkan oleh represi terhadap suatu memori tertentu.
1.             Decay menyatakan bahwa dengan berlalunya waktu, jejak ingatan akan mengalami penurunan, sampai akhirnya lenyap selamanya. Kemunduran terjadi pada memori sensorik dan jangka pendek, kecuali kita tetap mengulang-ngulang suatu materi. Namun, teori ini tidak dapat menjelaskan mengenai hilangnya memori jangka panjang. Contoh, saat usia 10th kita belajar berenang dan kita tidak melakukan aktivitas berenang selama 5th namun, saat usia 15th kita masuk kekolam renang dan masih bisa berenang.
2.             Replacement tergantinya dengan informasi baru. Misalnya, saat anak-anak menerima pelajaran sejarah mengenai asal muasal candi Prambanan dan dihari selanjutnya ia menerima pelajaran sejarah mengenai Pertempuran Lima Hari kota Semarang. Maka anak tersebut akan lupa mengenai materi sebelumnya.
3.             Interferensi merupakan objek yang memiliki kemiripan. Informasi tersebut sudah masuk dan menetap dalam memori kita, namun mengalami kesulitan untuk membedakan informasi tersebut dengan informasi lainnya. Interferensi terbagi menjadi dua, interferensi retroaktif (hilangnya memori lama secara sementara, contoh nama orang kedua menginterferensi nama orang pertama) dan interferensi proaktif I(informasi lama dapat menginterferensi kemampuan mengingat informasi baru, contoh saat SMA mempelajari bahasa Spanyol dan saat kuliah mempelajari bahasa Perancis karena ada kemiripan sehingga anda lebih mudah mempelajarinya).
4.             Cue dependent forgetting kekurangan petunjuk untuk memanggil kembali informasi lama seolah-olah tersesat dalam perpustakaan pikiran lama hal ini terjadi, pada memori jangka panjang. Contoh, saat ulangan fisika kita lupa rumus karena tidak adanya petunjuk yang mengingatkan akan rumus soal tersebut.
5.             Amnesia hilangnya ingatan mengenai informasi pribadi yang penting diakibatkan oleh kondisi organik seperti cindera otak, dan umumnya bersifat sementara. Namun, pada amnesia psikogenik terjadi karena kondisi psikologis dimana ia berusaha menghilangkan persaan yang tidak ia inginkan. Contoh, saat anak mengalami kekerasan yang dilakukan oleh gurunya maka ia berusaha untuk menghilangkan trauma tersebut. Masalah sebagian besar seseorang yang mengalami trauma akibat pengalaman buruk bukanlah ketidakmampuan mengingat melainkan ketidakmampuan melupakan pengalaman buruk tersebut. Selain itu amnesia pada anak terjadi karena : 1) Belum berkembangnya konsep diri, 2) Terbatasnya kosakata dan kemampuan berbahasa pada anak, 3) Fokus anak hanya pada rutinitasnya setiap hari, dan 4) cara pandang anak terhadap lingkungan yang masih menekankan pada imajinasi atau animisme dan dinamisme, belum bisa berfikir abstrak.[10]
Dan berikut ini ada dua alasan kita lupa sesuatu dari ingatan jangka panjang : ketergantungan petunjuk dan penahanan ingatan.
E.     Cara Mengingat dan Bantuan Guru
1.  Beri perhatian khusus
2.  Berikan penyandian terhadap informasi dalam beberapa cara
3.  Tambahkan makna dalam setiap informasi
4.  Istirahat dalam proses belajar
5.  Ambilah time out
6.  Mempelajari ulang
7.  Memonitor hasil pembelajaran
Sedangkan usaha guru membantu siswa agar tidak lupa
1.    Langkah 1-2: membangkitkan intensi untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan memberikan tujuan/hasil yang harus dicapai dalam belajar.
2.    Langkah 3: membuat siswa fokus dalam belajar dan belajar secara relevan.
3.    Langkah 4-5: membuat siswa menggali LTM
4.    Langkah 6: membantu siswa menggali ingatan dengan pertanyaan terarah dan memberikan petunjuk mengenai cara mengadakan review terhadap unit-unit bahan yang telah dipelajari setelah keseluruhan proses belajar selesai.
5.    Langkah 7: mengupayakan supaya siswa mengadakan transfer.
6.    Langkah 8: memberikan tes obyektif, relearning, mengajarkan kembali bahan ajaran yang pernah.[11]



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi psikologi kognitif dalam pendidikan adalah bagaimana cara mempelajari karakter, watak, sifat, siswa dalam bidang pendidikan utamanya dalam proses berfikir siswa. Serta muatan kognitifpun menyatakan bahwa hanya sedikit elemen informasi yang dapat diolah dalam memori kerja setiap saat. Maka dari itu, Kognitif dan Information sangat berperan peting untuk mensukseskan suatu pemblajaran dalam penerapannya di pendidikan. Suatu informasi adalah pusat dari timbulnya pemikiran-pemikiran para pengajar yang nantinya berguna untuk merubah kognitif indifidu-indifidu agar sesuai dengan apa yang pengajar harapkan.




DAFTAR PUSTAKA
Jarvis, Matt. 2000. Teori-teori Psikologi. Bandung: Penerbit Nusa Media
Tavris, Carole dan Carole Wade. 2007. Psikologi. Jakarta:Penerbit Erlangga
Wahab, Rohmalina. 2016. Psikologi Belajar. Depok: PT Rajagrafindo Persada
Winkel, W.S. 1986. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta:PT Gramedia
Pranata, Moeljadi. 2004. EFEK REDUNDANSI: DESAIN PESAN MULTIMEDIA DAN TEORI PEMROSESAN INFORMASI. Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/design/.




[1] Moeljadi Pranata, EFEK REDUNDANSI: DESAIN PESAN MULTIMEDIA DAN TEORI PEMROSESAN INFORMASI, (Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/design/,2004)
[2] Rohmalina Wahab, Psikologi Belajar, (Depok:PT Rajagrafindo Persada, 2016), hal.147
[3] Carole Wade dan Carol Tavris, Psikologi,( Jakarta:Penerbit Erlangga, 2007), hal.4-6
[4]Loc.cit , hal. 147
[5] Carole Wade dan Carol Tavris, Psikologi,( Jakarta:Penerbit Erlangga, 2007), hal.65-67
[6] Ibid
[7] Ibid, hal. 67-76
[8] Matt Jarvis, Teori-teori Psikologi. (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2000), hal. 142-143
[9] W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. (Jakarta:PT Gramedia, 1986), hal.87-89
[10] Loc.cit, hal.84-94
[11] W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. (Jakarta:PT Gramedia, 1986), hal.93-94

Download file di sini

0 komentar:

Posting Komentar

Populer

[PSI B] SENSASI DAN PERSEPSI

BAB I                                                            PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adal...