Teori Kognitif dan Information Processing Serta
Penerapannya dalam Pembelajaran
Diajukan
guna memenuhi Tugas Psikologi Pendidikan
Dosen
Pengampu: Nikmah Rachmawati, M. Si
Disusun Oleh
:
Mega
Silvia Melati (1607016046)
SemaKarunia (1607016047)
Raditya Krisna Alfarooq (1607016084)
PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Psikologi kognitif merupakan
bagaimana cara kita mempelajari sikap atau kejiwaan seseorang melalui proses
berfikir. Kognitif sendiri berarti otak. Dan pendidikan merupakan proses
berlajar. Jadi psikologi kognitif dalam pendidikan adalah bagaimana cara mempelajari
karakter, watak, sifat, siswa dalam bidang pendidikan utamanya dalam proses
berfikir siswa.
Didalam proses berfikir
tentunya membutuhkan suatu memori. Memori sendiri terbagi menjadi tiga yakni,
register sensori, STM, dan LTM. Tidak hanya itu saja, lupa juga merupakan
faktor terbesar dalam proses kognitif siswa.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses berpikir dalam teori kognitif serta penerapannya dalam
psikologi pendidikan ?
2. Bagaimana proses memori dalam teori kognitif serta penerapannya dalam psikologi
pendidikan ?
C.
Tujuan
Agar pembaca dapat memahami apa itu teori kognitif
dalam psikologi pendidikan serta mengetahui proses berpikir dan proses memori.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Kognitif
Teori muatan kognitif
menyatakan bahwa hanya sedikit elemen informasi yang dapat diolah dalam memori
kerja setiap saat. Terlalu banyak elemen bisa sangat membebani memori kerja
sehingga menurunkan keefektifan pengolahan informasi. Jika penerima diharuskan
untuk membagi perhatian mereka di antara, dan mengintegrasikan secara mental
dua atau lebih sumber sumber informasi yang berkaitan (misalnya teks dan
diagram) proses ini mungkin menempatkan suatu ketegangan yang tak perlu pada
memori kerja yang terbatas dan menghambat pemerolehan informasi. Menyajikan
sejumlah sumber informasi secara simultan, bahkan di dalam format yang
terintegrasi (contoh: diagram dan teks yang diintegrasikan secara fisikal),
tidak selalu bisa efektif, khususnya jika beberapa informasi yang akan diolah
itu tidak diperlukan dan berlebihan. Jika informasi yang berlebihan itu
diintegrasikan dengan informasi yang esensial, maka tidak ada pilihan lain
selain memprosesnya (contoh: teks tak diperlukan yang menyertai diagram yang
sudah komplit dan mudah dimengerti). Redundansi ini menimbulkan beban kognitif
tambahan yang mengganggu proses pemahaman. Tambahan-tambahan elemen auditori
yang berlebihan dapat melebihi kapasitas channel auditori sehingga elemen
tambahan apa pun (termasuk kata-kata, efek-efek suara, dan ilustrasi musik)
yang tidak diperlukan untuk membuat informasi mudah dimengerti atau yang tidak
terintegrasi dengan materi-materi utama akan menurunkan kapasitas memori kerja
yang efektif dan karenanya mempengaruhi proses pemahaman dari materi-materi
terpenting. Karena materi terpenting yang diseleksi bagi pengolahan lebih
lanjut menjadi lebih sedikit, maka hasilnya adalah performansi yang lebih
buruk. Jadi, ketika penerima memfokuskan kapasitas pengolahan auditori mereka
yang terbatas itu pada penerimaan materi auditori yang didapat, mereka memiliki
sedikit sisa kapasitas untuk mengkonstruksi representasi-representasi yang lain
sehingga akan terjadi performansi yang lebih jelek. Setiap memori kerja, visual
maupun verbal, memiliki kapasitas yang terbatas. Karena itu ketika informasi
visual dan verbal dalam bentuk teks ditampilkan ada kemungkinan memori kerja
visual tidak dapat menampung semua informasi sehingga akan ada informasi yang
hilang. Hal yang sama mungkin terjadi ketika sumber informasi verbal dalam
bentuk auditorial ditampilkan berbarengan dengan bentuk teks visual. Tetapi
jika informasi visual ditampilkan secara visual dan informasi verbal
ditampilkan secara auditorial maka akan terbuka kesempatan memori kerja visual
dan verbal bekerja bersama sehingga penerima lebih mudah menyusun kode-kode
teks karena informasi ditangkap secara maksimal. Akibatnya, performansi
penerima desain pesan yang terakhir ini akan lebih baik bila dibandingkan
dengan penerima yang mengalami efek redundansi (periksa Sweller, van
Merrienboer & Paas, 1998; Sweller, 1994; Kalyuga, Chandler & Sweller,
2000). Efek redundansi dapat terjadi di bawah kondisi-kondisi yang mensyaratkan
penerima untuk memeriksa sesuatu sumber-sumber visual dan secara berbarengan
membaca teks sekaligus mendengarkan penjelasan-penjelasan secara lisan mengenai
sesuatu subjek spesifik. Dengan kata lain, efek redundansi muncul ketika
sumber-sumber informasi yang berbeda muncul secara berbarengan, setiap sumber
memberi informasi serupa tapi dalam bentuk berbeda. Jika sebuah paduan
terintegrasi diagram dan narasi sudah cukup lengkap maka teks tambahan apa pun
yang berusaha mengulang pesan secara naratif malah akan berlebihan dan
karenanya mesti dihilangkan. Efek redundansi muncul pada saat penerima menerjemahkan
dan mengkoordinasikan sumber-sumber ganda informasi yang sebenarnya tidak perlu
karena aktivitas ini menuntut secara mental dan, bagi penerima yang dapat
memahami suatu sumber informasi, penyajian yang disertai sumber-sumber lain
akan menimbulkan muatan kognitif yang tak berhubungan. Informasi dengan format
redundansi memicu terjadinya perhatian terbagi dan atau muatan kognitif yang
berlebihan pada memori kerja penerima informasi, akibatnya performansinya akan
lebih buruk, bahkan ketika materi-materi tambahan itu dimaksudkan untuk menjadi
menarik atau menegaskan makna pesan.[1]
B.
Proses Berpikir
Berpikir adalah daya jiwa yang
dapat meletakan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita. Berpikir itu
merupakan proses yang “dialektis” artinuya selama kita berpikir, pikiran kita dalam
keadaan tanya jawab, untuk dapat meletakan hubungan pengetahuan kita (Abu
Ahmadi & Widodo Supriyono, 2004). Dalam berpikir kita memetlukan alat yaitu
akal (ratio).[2]
1.
Elemen Kognisi
a.
Konsep
adalah kategori mental yang mengelompokan objek, hubungan, aktivitas,
abstraksi, atau kualitas berdasarkan karakteristik tertentu. Konsep dapat
menyederhanakan serta merangkum informasi mengenai berbagai hal sehingga, kita
bisa mengorganisasikan informasi-informasi tersebut dan mengambil keputusan
dengan cepat dan efisien. Konsep merupakan potongan yang membangun pikiran
kita, tetapi potongan-potongan tersebut tidak akan berguna bila kita menyimpan
hanya secara mental.
b.
salah satu cara melakukan hal tersebut adalah melalui
proses penyimpanan dan penggunaan Proposisi, yakni unit yang memiliki
makna dan tercipta dari berbagai konsep serta menggambarkan suatu ide yang utuh
atau dapat menggambarkan keyakinan.
c.
Nantinya,
proposisi-proposisi tersebut akan saling terhubung di dalam sebuah jejaring
pengetahuan, asosiasi, keyakinan, dan harapan. Jejaring tersebut oleh para ahli
psikologi disebut sebagai skema kognitif yang berfungsi dalam mental
kita sebagai model dari berbagai aspek di dunia.
d.
Namun elemen
kognisi yang paling utama dan merupakan hal penting dalam proses berpikir serta
proses konstruksi adalah kesan mental (mental image), yakni kesan
visual, gambar yang terdapat dalam pikiran.[3]
2.
Tiga pandangan dasar tentang berfikir, yaitu :
a.
Berpikir adalah kognitif.
b.
Berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa
manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif.
c.
Berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang
memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi.[4]
C.
Proses Memori
Di
era ini, yakni era audiovisual orang cenderung menganalogikan memori seperti
alat perekam suara atau kamera film, yang secara otomatis merekam setiap momen
kehidupan manusia. Memori bersifat selektif : jika tidak, pikiran kita akan
dipenuhi oleh berbagai informasi yang tidak berguna. Lebih jauh lagi, proses
memanggil memori itu seperti menonton beberapa frame yang tidak berurutan,
dan kemudian mengira-ngira seperti apa scene yang terbentuk.
Salah
satu ilmuwan yag pertama kali meneliti memori adalah Sir Frederic Bartlet
(1932), seorang psikolog Inggris. Bartlet mengatakan bahwa memori merupakan
proses rekontruksi yang sangat besar. Bartlet berpendapat bahwa kita
mungkin saja dapat mereproduksi beberapa jenis informasi sederhana namun, saat
kita mengingat informasi yang kompleks kita cenderung mengubah informasi
tersebut menjadi lebih masuk akal, berdasarkan pengetahuan yang kita milik.
Saat
melakukan rekonstruksi memori, orang akan melengkapi gambaran yang mereka
miliki melalui berbagai sumber. Jadi, kita mengambil potongan-potongan
informasi tersebut, menyatukan dan mengintegrasikannya, dan akhirnya kita
mungkin tidak dapat membedakan lagi mana ingatan yang sesungguhnya dengan
informasi-informasi yang kita dapatkan dari berbagai sumber lain. Fenomena ini
dikenal dengan source misatribution (nisatribusi sumber) atau disebut
kebingungan asal-muasal.
1. Mengukur memori
Pemanggilan kembali informasi terkait suatu peristiwa atau suatu objek
secara sadar disebut sebagai memori eksplisit, yang dapat diukur melalui
dua metode.
a. Recall, yakni kemampuan menggali kembali dan memproduksi informasi yang telah
dimiliki sebelumnya. Contoh : soal ujian esai dan isian singkat.
b. Recognition (pengenalan), yakni kemampuan mengenali informasi yang telah diobservasi, dibaca, atau
didengar sebelumnya. Contoh : soal ujian pilihan ganda atau soal ujian
benar-salah.[5]
Terkadang juga, informasi yang kita dapatkan pada masa lampau mempengaruhi
pikiran kita dan tindakan kita sekalipun kita tidak berusaha mengingatnya
secara sadar, fenomena ini disebut memori implisit. Untuk mengukur ini
menggunakan dua metode.
a. Priming (memancing), meminta anda membaca atau mendengarkan suatu informasi dan kemudian
menguji apakah informasi tersebut akan mempengaruhi kinerja anda dalam tugas
lain. Contoh : melengkapi potongan kata
b. Metode pembelajaran ulang, meminta kita mempelajari ulang informasi atau tugas yang sudah kita
pelajari sebelumnya.[6]
2. Model Memori
a.
Register sensorik menyimpan
informasi selama satu atau dua detik, hingga informasi tersebut dapat diproses
lebih lanjut. Register sensorik, gerbang masuk memori. Selain itu, ia berperan
sebagai ember penampung, menahan informasi dengan tingkat akurasi yang
tinggi, hingga kita memilih informasi yang ingin kita perhatikan dari sekian
banyak informasi yang menghujani kita. Register sensorik memberi kita
kesempatan untuk memutuskan apakah suatu informasi perlu diperhatikan atau
tidak.
b.
Short-term memory menyimpan
informasi dalam jumlah terbatas untuk jangka waktu yang lebih lama, kira-kira
30 detik. Dalam memori jangka pendek, informasi tidak lagi berbentuk kesan
sensorik harfiah, melainkan diubah menjadi suatu bentuk penyandian, seperti
dalam bentuk kata atau frase. Materi ini kemudian dikirim ke memori jangka
panjang, atau-jika tidak dikirim-memori ini akan menghilang untuk selamanya.
Dengan kata lain, memori jangka pendek berfungsi seperti lembaran
coret-coretan saat kita berusaha memecahkan masalah tertentu atau
mengerjakan tugas lainnya. Sebagai contoh, kita sedang menghafal sebuah
nomor telefon lalu ada hal yang mengalihkan perhatian kita selama beberapa
saat. Ketika perhatian kita kembali, nomor telepon tersebut sudah menghilang
dari pikiran kita. Atau bisa juga memori jangka pendek dianalogikan sebagai ember
bocor, karena memori jangka pendek hanya dapat menampung informasi dalam
jumlah terbatas.
c.
Long-term memory memiliki
kekuatan penyimpanan yang lebih tahan lama-dari beberapa menit hingga beberapa
dekade. Isi memori jangka panjang terbagi menjadi dua. Pertama, memori
prosedural merupakan memori mengenai cara melakukan sesuatu--seperti,
bagaimana cara menjahit baju, berenang, menulis, dsb—banyak peneliti menyatakan
bahwa memori prosedural merupakan memori implisit, karena begitu suatu
kemampuan atau kebiasaan dikuasai oleh seseorang, kemampuan atau kebiasaan
tersebut tidak lagi memerlukan pemrosesan secara sadar. Kedua, memori
deklaratif melibatkan pengetahuan bahwa sesuatu adala benar—seperti
mengetahui bahwa Obama merupakan presiden berkulit hitam pertama di AS—para
peneliti menganggap memori deklaratif sebagai memori eksplisit. Memori
deklaratif terbagi menjadi dua jenis, yakni memori semantik (pengetahuan
umum) dan memori episodik (ingatan personal).[7]
Objek-objek
yang berada dibagian awal daftar dapat diingat dengan mudah karena memori
jangka pendek relatif masih kosong saat informasi-informasi baru tersebut
masuk. Dan, item-item yng berada dibagian akhir daftar dapat kita ingat dengan
lebih mudah karena alasan yang berbeda: saat proses recall, objek-objek
yang terdapat pada bagian akhir daftar masih berada dalam memori jangka pendek.
Sedangkan, objek dibagian tengah tidak diolah dengan baik karena sudah
tertumpuk oleh objek bagian awal dan akhir. Alhasil, objek bagian tengah hilang
dari memori jangka pendek sebelum dipindahkan kememori jangka panjang. Sedangkan dalam proses perkembangan anak memiliki model lebih sederhana/
cara belajar anak :
a. Pola (scemas), paket-paket informasi yang tiap-tiapnya berhubungan dengan satu aspek
dunia, termasuk objek, aksi, dan konsep abstrak. Contoh, ketika guru membentak
muridnya saat murid tidak bisa menjawab maka akan ada kecenderungan murid takut
untuk menjawab apapun itu pertanyaannya.
b. Operasi, atau aturan-aturan dalam pembelajaran. Contoh, secara bertahap sesuai
dengan umur atau tingkatan kelas.[8]
Fase-fase dalam proses belajar terdiri dari beberapa tahap, yakni :
a.
Fase 1: fase persiapan, belum
termasuk dalam langkah pengolahan
b.
Fase 2: bahan pelajaran mulai
dihadapi; bahan itu dapat dipandang sebagai informasi yang masuk. Informasi itu
dihadapi dengan penuh konsentrasi; didalam informasi itu ada beberapa unsur
yang harus diperhatikan secara khusus karena merupakan unsur yang relevan.
c.
Fase 3: unsur-unsur yang
relevan masuk kedalam STM untuk diolah. Informasi verbal yang sudah dimiliki
digali kembali dari LTM dan dihubungkan dengan informasi baru yang sedang
diolah.
d.
Fase 4: informasi yang sudah
diolah tadi disimpan dalam LTM dalam bentuk organisasi yang digunakan selama
siolah dalam STM.
e.
Fase 5: dalam rangka
melanjutkan proses belajar yang sedang berlansung; ada bagian bahan yang sudah
diolah, ada bagian yang belum (resitasi). Lain ialah dalam rangka mengulang
kembali bahan pelajaran setelah proses belajar selesai.
f.
Fase 6: mengadakan generalisasi
atau transfer. Hasil belajar dimanfaatkan dalam mempelajari sesuatu diluar
lingkup mata pelajaran yang bersangkutan.
g.
Fase 7: memberikan prestasi
dari hasil belajar.
h.
Fase 8: fase penutup. Siswa
mengetahui apakah prestasi belajar yang diberikannya tepat atau tidak.[9]
D. Alasan Kita Lupa ?
Para psikolog
mengajukan lima mekanisme yang menyebabkan manusia melupakan sesuatu, yakni
kemunduran (decay), terhapusnya memori lama oleh memori baru,
interferensi, kelupaan akibat ketiadaan informasi pengingat (cue-dependent
forgetting), dan amnesia psikologis yang disebabkan oleh represi terhadap
suatu memori tertentu.
1.
Decay menyatakan
bahwa dengan berlalunya waktu, jejak ingatan akan mengalami penurunan, sampai
akhirnya lenyap selamanya. Kemunduran terjadi pada memori sensorik dan jangka
pendek, kecuali kita tetap mengulang-ngulang suatu materi. Namun, teori ini
tidak dapat menjelaskan mengenai hilangnya memori jangka panjang. Contoh, saat
usia 10th kita belajar berenang dan kita tidak melakukan aktivitas berenang
selama 5th namun, saat usia 15th kita masuk kekolam renang dan masih bisa
berenang.
2.
Replacement tergantinya
dengan informasi baru. Misalnya, saat anak-anak menerima pelajaran sejarah
mengenai asal muasal candi Prambanan dan dihari selanjutnya ia menerima
pelajaran sejarah mengenai Pertempuran Lima Hari kota Semarang. Maka anak
tersebut akan lupa mengenai materi sebelumnya.
3.
Interferensi merupakan
objek yang memiliki kemiripan. Informasi tersebut sudah masuk dan menetap dalam
memori kita, namun mengalami kesulitan untuk membedakan informasi tersebut
dengan informasi lainnya. Interferensi terbagi menjadi dua, interferensi
retroaktif (hilangnya memori lama secara sementara, contoh nama orang kedua
menginterferensi nama orang pertama) dan interferensi proaktif I(informasi
lama dapat menginterferensi kemampuan mengingat informasi baru, contoh saat SMA
mempelajari bahasa Spanyol dan saat kuliah mempelajari bahasa Perancis karena
ada kemiripan sehingga anda lebih mudah mempelajarinya).
4.
Cue dependent forgetting kekurangan
petunjuk untuk memanggil kembali informasi lama seolah-olah tersesat dalam
perpustakaan pikiran lama hal ini terjadi, pada memori jangka panjang. Contoh,
saat ulangan fisika kita lupa rumus karena tidak adanya petunjuk yang
mengingatkan akan rumus soal tersebut.
5.
Amnesia hilangnya
ingatan mengenai informasi pribadi yang penting diakibatkan oleh kondisi
organik seperti cindera otak, dan umumnya bersifat sementara. Namun, pada
amnesia psikogenik terjadi karena kondisi psikologis dimana ia berusaha
menghilangkan persaan yang tidak ia inginkan. Contoh, saat anak mengalami
kekerasan yang dilakukan oleh gurunya maka ia berusaha untuk menghilangkan
trauma tersebut. Masalah sebagian besar seseorang yang mengalami trauma akibat
pengalaman buruk bukanlah ketidakmampuan mengingat melainkan ketidakmampuan
melupakan pengalaman buruk tersebut. Selain itu amnesia pada anak terjadi
karena : 1) Belum berkembangnya konsep diri, 2) Terbatasnya kosakata dan
kemampuan berbahasa pada anak, 3) Fokus anak hanya pada rutinitasnya setiap
hari, dan 4) cara pandang anak terhadap lingkungan yang masih menekankan pada
imajinasi atau animisme dan dinamisme, belum bisa berfikir abstrak.[10]
Dan berikut ini ada dua alasan kita lupa sesuatu dari ingatan jangka
panjang : ketergantungan petunjuk dan penahanan ingatan.
E. Cara Mengingat dan
Bantuan Guru
1. Beri perhatian khusus
2. Berikan penyandian terhadap
informasi dalam beberapa cara
3. Tambahkan makna dalam setiap
informasi
4. Istirahat dalam proses belajar
5. Ambilah time out
6. Mempelajari ulang
7. Memonitor hasil pembelajaran
Sedangkan usaha guru membantu siswa agar tidak lupa
1. Langkah 1-2: membangkitkan intensi untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan memberikan
tujuan/hasil yang harus dicapai dalam belajar.
2. Langkah 3: membuat siswa fokus dalam belajar dan belajar secara relevan.
3. Langkah 4-5: membuat siswa menggali LTM
4. Langkah 6: membantu siswa menggali ingatan dengan pertanyaan terarah dan memberikan
petunjuk mengenai cara mengadakan review terhadap unit-unit bahan yang telah
dipelajari setelah keseluruhan proses belajar selesai.
5. Langkah 7: mengupayakan supaya siswa mengadakan transfer.
6. Langkah 8: memberikan tes obyektif, relearning, mengajarkan kembali bahan ajaran
yang pernah.[11]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi psikologi kognitif dalam pendidikan adalah
bagaimana cara mempelajari karakter, watak, sifat, siswa dalam bidang
pendidikan utamanya dalam proses berfikir siswa. Serta muatan kognitifpun
menyatakan bahwa hanya sedikit elemen informasi yang dapat diolah dalam memori
kerja setiap saat. Maka dari itu, Kognitif dan Information sangat berperan
peting untuk mensukseskan suatu pemblajaran dalam penerapannya di pendidikan. Suatu
informasi adalah pusat dari timbulnya pemikiran-pemikiran para pengajar yang
nantinya berguna untuk merubah kognitif indifidu-indifidu agar sesuai dengan
apa yang pengajar harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Jarvis, Matt. 2000. Teori-teori Psikologi. Bandung: Penerbit Nusa Media
Tavris, Carole dan Carole Wade. 2007. Psikologi. Jakarta:Penerbit
Erlangga
Wahab, Rohmalina. 2016. Psikologi Belajar. Depok: PT Rajagrafindo
Persada
Winkel, W.S. 1986. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.
Jakarta:PT Gramedia
Pranata, Moeljadi. 2004.
EFEK REDUNDANSI: DESAIN PESAN MULTIMEDIA DAN TEORI PEMROSESAN INFORMASI. Jurusan
Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/.
0 komentar:
Posting Komentar